![]() |
Foto: IST |
Salah satu penyebab utamanya adalah semakin banyaknya penolakan terhadap sistem patriarki yang mengatur peran tradisional dalam pernikahan.
Selain itu, biaya hidup yang kian tinggi turut mempengaruhi keputusan banyak orang untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan, dalam Lingkungan masyarakat, terutama yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional, pernikahan sering kali memaksa perempuan untuk memikul tanggung jawab domestik, seperti mengurus rumah tangga dan anak. Hal ini membuat banyak perempuan merasa terkungkung oleh peran yang dianggap tidak relevan lagi di era modern. Mereka lebih memilih kemandirian dan kebebasan dalam menentukan jalan hidup, baik secara pribadi maupun profesional.
Biaya hidup yang semakin tinggi membuat banyak orang merasa belum siap secara ekonomi untuk menikah. Bukan hanya biaya pernikahan itu sendiri, tetapi juga tuntutan finansial dalam kehidupan setelah menikah, seperti memiliki tempat tinggal dan menghidupi anak. Kondisi ekonomi ini mendorong banyak orang, terutama di kalangan perempuan, untuk lebih memprioritaskan KARIR dan kemandirian finansial sebelum memikirkan pernikahan. Mereka tidak lagi merasa perlu menikah hanya untuk memperoleh stabilitas ekonomi, sebab kini banyak yang mampu mencapainya sendiri.
Di sisi lain, laki-laki juga sering kali harus berperan menjadi tulang punggung keluarga secara finansial. Namun, dengan meningkatnya biaya hidup seperti harga rumah, kebutuhan sehari-hari, dan pendidikan anak, banyak laki-laki merasa belum siap memikul tanggung jawab besar tersebut. Kondisi ini membuat mereka lebih memilih untuk fokus pada pengembangan karier dan kestabilan finansial sebelum mempertimbangkan pernikahan.
Dalam masyarakat yang masih kuat unsur patriarkinya, pernikahan sering kali dipandang sebagai kewajiban, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Di bawah sistem patriarki, peran gender cenderung kaku, dengan harapan bahwa perempuan akan lebih fokus pada peran domestik seperti mengurus rumah tangga dan anak, sementara laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah utama dan pemimpin keluarga.
Hal ini membuat banyak perempuan merasa terbatas dan kurang memiliki kebebasan dalam menentukan jalur hidup mereka. Di sisi lain, laki-laki juga merasakan tekanan besar dari ekspektasi ini. Mereka sering kali merasa terbebani oleh tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga secara penuh, terutama di tengah meningkatnya biaya hidup. Ekspektasi tersebut menambah beban psikologis dan mengekang kebebasan mereka untuk mengembangkan karier atau mengejar cita-cita tanpa tekanan finansial. Kondisi ini membuat banyak laki-laki memilih untuk menunda pernikahan hingga merasa siap secara finansial, atau bahkan menghindari pernikahan sama sekali karena takut kehilangan kebebasan pribadi, akibatnya, baik laki-laki maupun perempuan semakin banyak yang memilih untuk menunda pernikahan bahkan ada yang memilih untuk tidak menikah sama sekali.
Penurunan angka pernikahan yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir bukanlah fenomena yang muncul tanpa sebab. Faktor patriarki, kemandirian finansial, serta tingginya biaya hidup menjadi alasan kuat bagi banyak orang untuk menunda atau menghindari pernikahan. Perubahan ini mencerminkan bagaimana masyarakat modern semakin menolak norma-norma tradisional yang dinilai tidak lagi relevan. Pada akhirnya, keputusan untuk menikah atau tidak menjadi pilihan yang sangat dipengaruhi oleh berbagai alasan seperti sosial, dan ekonomi.
Oleh: Sejahtra (Magang)
Editor: Redaksi