Portal Berita Al-Kalam

Alih Status IAIN ke UIN, Username dan Profil Media Sosial UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe Belum Berganti? Ini Alasannya

Foto: IST www.lpmalkalam.com -  Humas Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menuai pertanyaan dari mahasiswa terkai...

HEADLINE

Latest Post

16 Juli 2025

Model Advokasi dan Pemberdayaan Perempuan Muslim untuk Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan pada Pemilu 2024 (Studi Kasus pada LKP2A Pati Jawa Tengah)

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Pendahuluan  

Partisipasi perempuan dalam politik bukan sekadar isu representasi, tetapi menyangkut kualitas demokrasi itu sendiri. Meski jumlah pemilih perempuan sangat besar, keterwakilan mereka dalam lembaga politik formal masih rendah. Pemilu 2024 menjadi momentum penting untuk mengubah kenyataan ini. Namun, perubahan tidak datang begitu saja. Butuh kerja advokasi dan pemberdayaan yang terstruktur, seperti yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LKP2A) Pati, yang menjadi contoh konkret gerakan akar rumput dalam meningkatkan partisipasi politik perempuan.  

Pembahasan  

1. Politik Perempuan: Dari Representasi ke Substansi  

Perempuan bukan sekadar pelengkap dalam politik. Mereka membawa perspektif khas dalam merespons isu-isu penting seperti kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketimpangan akses pendidikan. Sayangnya, dominasi laki-laki dalam politik masih menghambat perempuan untuk maju. Gerakan seperti LKP2A membuktikan bahwa dengan pendidikan politik dan pendampingan yang konsisten, perempuan bisa tampil sebagai aktor politik yang tangguh.  

2. Strategi Advokasi LKP2A Pati  

LKP2A menerapkan strategi pemberdayaan melalui berbagai kegiatan seperti kursus kepemiluan, diskusi politik, sekolah calon legislatif (caleg) perempuan, kampanye tolak politik uang, dan pelatihan relawan demokrasi. Tiga kelompok sasaran utama mereka adalah perempuan calon penyelenggara pemilu, perempuan calon legislatif, dan perempuan pemilih. Dari strategi ini, tercatat 8 perempuan lolos sebagai penyelenggara pemilu, 2 perempuan terjun ke politik, dan lebih dari 1.200 perempuan menjadi pemilih cerdas.  

3. Tantangan Kultural dan Struktural  

Meskipun dampak positifnya nyata, LKP2A masih menghadapi tantangan besar. Budaya patriarki, keterbatasan dana, serta kurangnya dukungan dari partai politik dan lembaga negara menjadi hambatan utama. Perempuan sering dianggap tidak layak atau kurang kompeten untuk terlibat dalam politik. Padahal, pengalaman mereka di ranah domestik justru bisa menjadi kekuatan dalam merumuskan kebijakan publik yang berpihak pada rakyat kecil.  

4. Efek Domino dari Gerakan Akar Rumput  

Kekuatan utama LKP2A terletak pada pendekatannya yang berbasis komunitas. Gerakan ini membuktikan bahwa perubahan tidak selalu datang dari pusat kekuasaan, tetapi bisa lahir dari komunitas kecil yang konsisten bekerja. Model seperti ini harus direplikasi di berbagai daerah, agar gerakan perempuan semakin masif, dan perubahan politik menjadi lebih inklusif.  

Penutup  

Politik yang sehat adalah politik yang inklusif, dan inklusivitas hanya bisa dicapai jika perempuan mendapat tempat yang setara. Apa yang dilakukan oleh LKP2A Pati menunjukkan bahwa ketika perempuan diberdayakan, dilatih, dan diberi ruang, mereka mampu menjadi agen perubahan. Sudah saatnya negara, partai politik, dan lembaga demokrasi mendukung gerakan seperti ini secara nyata bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kebijakan, dana, dan pengakuan. Tanpa perempuan, demokrasi kita akan pincang. Karena itu, advokasi politik perempuan bukan hanya soal emansipasi, melainkan tentang menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia.


Karya: Elya Munawwaroh Nasution, Mahasiswi Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe  (Rilisan)

Editor: Tiara Khalisna

15 Juli 2025

Feminisme Islam dan Partisipasi Politik Perempuan: Menafsir Ulang Peran Gender dalam Ruang Publik

Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Pendahuluan

Diskursus tentang perempuan dalam politik Islam telah menjadi salah satu perdebatan paling dinamis dalam pemikiran Islam kontemporer. Pertanyaan fundamental yang terus bergulir adalah apakah Islam membatasi atau justru memberdayakan perempuan dalam ranah politik? Perdebatan ini tidak hanya melibatkan aspek teologis, tetapi juga dimensi sosial, kultural, dan historis yang kompleks. Feminisme islam, sebagai gerakan intelektual dan sosial, hadir untuk menjawab tantangan ini dengan menawarkan perspektif yang berbeda dari feminisme barat maupun interpretasi islam tradisional yang cenderung patriarkal.

Dalam konteks global, perempuan muslim menghadapi tantangan ganda yaitu di satu sisi mereka harus berhadapan dengan stereotip dan diskriminasi yang berakar pada kesalahpahaman tentang Islam, di sisi lain mereka juga harus menghadapi interpretasi keagamaan yang membatasi ruang gerak mereka dalam politik. Feminisme Islam muncul sebagai respon terhadap kedua tantangan ini, dengan berusaha membuktikan bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan partisipasi politik perempuan, tetapi bahkan mendorongnya melalui prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang menjadi fondasi ajaran agama.

Artikel opini ini akan mengeksplorasi bagaimana feminisme Islam merekonstruksi pemahaman tentang peran gender dalam ruang publik, khususnya dalam konteks politik. Melalui pendekatan hermeneutis yang kritis terhadap teks-teks keagamaan dan analisis terhadap praktik historis, feminisme Islam berusaha membuka ruang yang lebih luas bagi partisipasi politik perempuan tanpa mengorbankan identitas keagamaan mereka. Diskusi ini menjadi semakin relevan di era di mana perempuan Muslim di berbagai belahan dunia semakin aktif dalam politik, baik sebagai pemimpin negara, anggota parlemen, maupun aktivis sosial.

Pembahasan

1. Fondasi Teologis Feminisme Islam

Feminisme Islam berbeda secara fundamental dari feminisme sekuler dalam pendekatannya terhadap emansipasi perempuan. Jika feminisme sekuler cenderung memandang agama sebagai sumber penindasan terhadap perempuan, feminisme Islam justru melihat Islam sebagai sumber pembebasan yang telah disalahartikan oleh interpretasi patriarkal selama berabad-abad. Para feminis Muslim seperti Amina Wadud, Asma Barlas, dan Riffat Hassan mengembangkan metodologi hermeneutis yang memungkinkan pembacaan ulang terhadap Al-Qur'an dan Hadis dengan perspektif gender yang lebih sensitif.

Salah satu argumen utama feminisme Islam adalah bahwa Al-Qur'an secara fundamental mengakui kesetaraan spiritual antara laki-laki dan perempuan. Ayat-ayat seperti "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik" (An-Nahl: 97)

Ini menunjukkan bahwa Islam tidak membedakan nilai spiritual berdasarkan gender. Dari fondasi kesetaraan spiritual ini, para feminis Muslim berargumen bahwa tidak ada alasan teologis yang kuat untuk mengecualikan perempuan dari partisipasi politik.

Lebih lanjut, feminisme Islam juga menunjukkan bahwa banyak pembatasan terhadap perempuan dalam tradisi Islam sebenarnya berakar pada interpretasi yang dipengaruhi oleh konteks budaya patriarkal Arab pra-Islam dan tradisi Bizantium serta Persia yang kemudian terinternalisasi dalam pemikiran Islam. Misalnya, hadis-hadis yang sering dikutip untuk membatasi kepemimpinan perempuan, seperti "Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan," perlu dipahami dalam konteks historis spesifik dan bukan sebagai prinsip universal yang berlaku untuk semua zaman.

2. Reinterpretasi Konsep Kepemimpinan dalam Islam

Salah satu isu paling kontroversial dalam diskusi tentang partisipasi politik perempuan dalam Islam adalah konsep kepemimpinan atau imamah. Interpretasi tradisional sering kali membatasi kepemimpinan politik tertinggi (seperti khalifah atau imam) hanya untuk laki-laki. Namun, feminisme Islam mengajukan reinterpretasi yang lebih nuansed terhadap konsep ini.

Para feminis Muslim berargumen bahwa konsep kepemimpinan dalam Islam tidak selalu bersifat hierarkis dan maskulin. Mereka menunjukkan bahwa Al-Qur'an menggunakan istilah "khalifah" (wakil Tuhan di bumi) untuk merujuk pada semua manusia, tanpa pembedaan gender. Lebih lanjut, konsep "wilayah" (otoritas) dalam Islam tidak selalu dipahami sebagai dominasi maskulin, tetapi bisa juga diartikan sebagai tanggung jawab untuk melindungi dan memelihara, yang bisa dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kapasitas untuk itu.

Feminisme Islam juga menarik pelajaran dari sejarah Islam awal, di mana perempuan memainkan peran penting dalam kehidupan politik dan sosial. Khadijah binti Khuwaylid, istri pertama Nabi Muhammad, adalah seorang pedagang sukses yang memiliki otoritas ekonomi dan sosial yang signifikan. Aisyah binti Abu Bakar tidak hanya dikenal sebagai periwayat hadis terpenting, tetapi juga sebagai pemimpin politik yang berani, bahkan pernah memimpin pasukan dalam Perang Jamal. Contoh-contoh historis ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam ruang publik dan politik bukanlah hal yang asing dalam tradisi Islam.

3. Tantangan Interpretasi Patriarkal

Meskipun memiliki fondasi teologis yang kuat, feminisme Islam menghadapi tantangan serius dari interpretasi patriarkal yang telah mengakar dalam tradisi Islam selama berabad-abad. Interpretasi ini sering kali menggunakan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an atau hadis-hadis spesifik untuk membenarkan subordinasi perempuan dalam ruang publik. Salah satu ayat yang sering disalah artikan adalah An-Nisa ayat 34 yang berbicara tentang "qiwamah (kepemimpinan) laki-laki atas perempuan. Interpretasi patriarkal memahami ayat ini sebagai pemberian otoritas absolut kepada laki-laki atas perempuan dalam semua aspek kehidupan. Namun, para feminis Muslim berargumen bahwa ayat ini harus dipahami dalam konteks keluarga dan hubungan suami-istri, bukan sebagai prinsip umum yang berlaku dalam semua ruang sosial dan politik.

Feminisme Islam juga mengkritik metodologi interpretasi tradisional yang cenderung androsentris, yaitu memahami teks-teks keagamaan dari perspektif laki-laki sebagai norma. Mereka mengusulkan pendekatan hermeneutis yang lebih inklusif, yang mempertimbangkan pengalaman dan perspektif perempuan dalam memahami teks-teks keagamaan. Pendekatan ini tidak berarti menolak otoritas teks, tetapi berusaha memahaminya dengan lebih komprehensif dan kontekstual.

4. Partisipasi Politik Perempuan dalam Praktik

Dalam praktiknya, partisipasi politik perempuan Muslim di berbagai negara menunjukkan variasi yang sangat luas. Di beberapa negara mayoritas Muslim seperti Bangladesh, Pakistan, dan Indonesia, perempuan telah menjadi pemimpin tertinggi negara. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hambatan teologis yang absolut terhadap kepemimpinan politik perempuan dalam Islam.

Namun, di negara-negara lain, perempuan Muslim masih menghadapi berbagai hambatan dalam partisipasi politik. Hambatan ini tidak selalu berakar pada ajaran Islam itu sendiri, tetapi lebih pada interpretasi konservatif yang dipengaruhi oleh budaya lokal dan struktur sosial yang patriarkal. Misalnya, di beberapa negara Arab, pembatasan terhadap perempuan dalam politik lebih terkait dengan tradisi budaya Badui yang patriarkal daripada ajaran Islam yang murni.

Feminisme Islam berperan penting dalam mengadvokasi partisipasi politik perempuan dengan memberikan legitimasi teologis yang kuat. Gerakan ini membantu perempuan Muslim untuk tidak harus memilih antara identitas keagamaan dan aspirasi politik mereka. Sebaliknya, mereka dapat mengintegrasikan kedua aspek ini dalam perjuangan mereka untuk kesetaraan dan keadilan.

5. Transformasi Ruang Publik

Partisipasi aktif perempuan Muslim dalam politik tidak hanya mengubah lanskap politik, tetapi juga mentransformasi konsep ruang publik itu sendiri. Tradisi Islam yang cenderung memisahkan ruang publik dan privat mulai diredefinisi dengan adanya partisipasi perempuan yang semakin aktif.

Perempuan Muslim politisi sering kali membawa perspektif yang berbeda dalam kebijakan publik, dengan lebih menekankan pada isu-isu yang berkaitan dengan keadilan sosial, perlindungan keluarga, dan pemberdayaan masyarakat marginal. Mereka juga cenderung menggunakan pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif dalam pengambilan keputusan politik.

Transformasi ini juga tercermin dalam cara perempuan Muslim menggunakan simbol-simbol keagamaan dalam ruang politik. Penggunaan hijab oleh politisi perempuan Muslim, misalnya, tidak lagi dipandang sebagai simbol ketundukan, tetapi sebagai simbol pemberdayaan dan identitas yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa feminisme Islam berhasil merekonstruksi makna simbol-simbol keagamaan dalam konteks politik modern.

Penutup

Feminisme Islam telah membuka jalan bagi reinterpretasi yang lebih progresif terhadap peran gender dalam ruang publik, khususnya dalam konteks partisipasi politik perempuan. Melalui pendekatan hermeneutis yang kritis dan kontekstual, feminisme Islam berhasil menunjukkan bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan partisipasi politik perempuan, tetapi bahkan mendorongnya melalui prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan yang menjadi fondasi ajaran agama.

Reinterpretasi ini tidak berarti menolak otoritas teks-teks keagamaan, tetapi berusaha memahaminya dengan lebih komprehensif dan sesuai dengan konteks zaman. Feminisme Islam membuktikan bahwa tradisi keagamaan dapat menjadi sumber pemberdayaan perempuan jika diinterpretasikan dengan metodologi yang tepat dan sensitivitas gender yang memadai. Namun, perjuangan untuk mewujudkan partisipasi politik perempuan yang setara masih

menghadapi berbagai tantangan, baik dari interpretasi konservatif dalam komunitas Muslim maupun dari stereotip dan diskriminasi dalam masyarakat yang lebih luas. Feminisme Islam perlu terus mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, sambil tetap mempertahankan autentisitas keagamaan yang menjadi kekuatan utamanya.

Ke depan, feminisme Islam diharapkan dapat terus berkontribusi dalam memperkaya diskursus tentang gender dan politik dalam Islam. Dengan semakin banyaknya perempuan Muslim yang aktif dalam politik di berbagai belahan dunia, pengalaman praktis mereka dapat menjadi bahan untuk pengembangan teori feminisme Islam yang lebih matang dan aplikatif. Transformasi ini tidak hanya penting untuk kemajuan perempuan Muslim, tetapi juga untuk pengembangan pemikiran Islam yang lebih inklusif dan relevan dengan tantangan zaman modern.

Pada akhirnya, feminisme Islam menawarkan model alternatif untuk emansipasi perempuan yang tidak mengharuskan mereka untuk meninggalkan identitas keagamaan mereka. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa Islam dapat menjadi sumber kekuatan dan legitimasi untuk perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan dan keadilan dalam ruang publik. Inilah kontribusi unik feminisme Islam dalam diskursus global tentang gender dan politik yang patut terus dikembangkan dan diperkuat.

Karya: Ayu yuniawati Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe (Rilisan)

Editor: Putri Ruqaiyah

UIN SUNA Lhokseumawe Gelar Sidang Pleno: Logo Ormawa, UKK, dan UKM Resmi Ditetapkan

Foto: Qurrata A'yuni

www.lpmalkalam.com- Senat Mahasiswa (SEMA/SEMA-U) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe menyelenggarakan Sidang Pleno sebagai penetapan logo Organisasi Mahasiswa (Ormawa), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit Kegiatan Khusus (UKK) yang bertempat di Gedung Serbaguna UIN SUNA, pada Senin, (15/07/2025).

Kegiatan ini di hadirin oleh Wakil Rektor (Warek) III, yakni Dr. Darmadi, M. Si., Kepala Bagian (Kabag) Umum dan layanan Akademik, Yusnidar, M. H, Wakil Dekan (Wadek) III Fakultas Syariah (Fasya), Husnaini, S. Ag., M. Ag., Wakil Dekan (Wadek) III Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Dr. Nurul Fadillag M. Hum. dan di hadirin oleh seluruh Ormawa/UKK/UKM UIN SUNA Lhokseumawe

Darmadi menegaskan bahwa pentingnya penyegaran identitas visual melalui desain logo yang tidak hanya menarik, tetapi juga memiliki makna mendalam dan nilai seni serta memilih logo dengan desain terbaik yang dibentuk dalam sidang pleno.

Foto: Qurrata A'yuni

"Perubahan ini bertujuan untuk memilih logo yang lebih baik, dengan desain terbaik, dan dibentuk secara demokratis dalam forum sidang pleno dengan perubahan almamater. Logo baru harus mencerminkan nilai-nilai seni dan kreativitas yang menjadi bagian dari dinamika mahasiswa", ujarnya.

Menurut Cut Asna selaku ketua panitia menjelaskan bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka penetapan logo ORMAWA, UKM dan UKK UIN SUNA Lhokseumawe agar memiliki identitas visual yang seragam, sah dan representatif.

Tujuannya agar seluruh organisasi mahasiswa memiliki logo resmi yang dapat digunakan dalam kegiatan internal maupun eksternal, serta memperkuat citra dan kekompakan antar lembaga kemahasiswaan. 

"Meskipun berjalan dengan lancar, namun selama kegiatan ini berlangsung ada sedikit dinamika seperti perbedaan pendapat delegasi desain logo yang diajukan", ujarnya.

"Tetap semangat, jaga semangat kolaborasi, dan musyawarah demi kemajuan bersama," Tambahnya.


Reporter: Aprilia fira Purnama & Qurrata A'yuni

Editor: Tiara Khalisna 

14 Juli 2025

Luka yang Manis

Foto: Ismi Sayyidina Lubis

www.lpmalkalam.com

Kamu ....

Yang hidup dengan tegak,

dan penuh keadilan

Dalam sanubari ini

Ternyata telah disusun oleh takdir

tuk jadi luka paling dalam

Terlalu rapi untuk matiku

Menggerai bak untaian benang

sepakat akan kenang

Membumbung sang serak

walau berakar merak

Kian saksama mengangkat sepi yang jemawat

Meski pahit saat dijilat

Meredam dendam keramat 

Sejauh perjalanan malam

Menuju malam nan gelap tanpa undangan 

Memapah dosa kita,

yang tak ada balasnya


Penulis: Ismi Sayyidina Lubis

Editor: Zuhra

13 Juli 2025

Bahas Jurnalisme Data, Workshop Jurnalitik Dasar Hadirkan Masriadi Sambo

Foto: Muhammad Izzat Saputra 
www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe menyelenggarakan Workshop Jurnalistik Dasar di Aula Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Walikota Lhokseumawe pada Sabtu (12/07/2025).

Kegiatan yang mengusung tema Berkarya dengan Data, Menggali Fakta dengan Rasa, turut menghadirkan pemateri hebat yang merupakan seorang dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Malikussaleh (Unimal), yaitu Masriadi Sambo, S.Sos., M.Kom.l., yang menyampaikan materinya Jurnalisme Data.

Dalam pemaparan materi, Masriadi Sambo menekankan penggunaan open data dalam mencari data. Setelah itu, pemateri menyampaikan agar data pribadi jangan ditunjukkan kepada publik, karena data pribadi bukan hak publik. Untuk membedakan atau mengukur bahwa data bersifat publik atau pribadi, maka indikatornya hanya satu apakah di dalamnya terdapat uang negara, jika ada berarti datanya bersifat publik, namun jika tidak ada maka bersifat pribadi. 

"Yang boleh dipublikasikan hanya yang ada urusan publiknya, jika urusan pribadi maka tidak boleh dipublikasikan," ungkapnya.

Foto: Qurrata A'yuni 
Selanjutnya, beliau membahas tentang etika untuk menggunakan data. Pertama, unsur membedakan masalah publik dan pribadi. Kedua, unsur kepantasan budaya dan lokal. Ketiga, lisensi data yang membutuhkan data. Contohnya copyright yang diberikan watermark.

"Untuk open data, yang artinya milik negara boleh diambil. Namun, jika ada watermark maka harus ada izin," pungkasnya.

Kemudian, Masriadi menyampaikan mengenai sudut pandang (point of view) yang harus didebatkan bukan datanya. 

"Jika mau mendebatkan data, maka ambil data dan sumber yang sama. Data boleh saja di debatkan karena bukan datanya yang salah, tetapi pemberi maknanya lah yang salah," ujarnya.

Setelah sesi tanya jawab, materi ditutup dengan memberikan wejangan kepada seluruh kru LPM Al-Kalam. Masriadi mengatakan bahwa jurnalisme tidak berbicara hitam putih kebenaran, jurnalisme selalu mendekati seratus persen kebenaran.

"Menjadi jurnalisme tidak boleh egois, jangan merasa bahwa diri kita yang paling benar. Jangan samakan hukum jurnalisme dan hukum Tuhan, karena itu adalah dua hal yang berbeda," tutupnya.


Reporter: Daini Rizki

Editor: Tiara Khalisna

12 Juli 2025

Zainal Bakri: Jangan Jadi Wartawan Ala Munkar-Nakir!

Foto: Qurrata A'yuni 

www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe menggelar Workshop Jurnalistik Dasar di Aula Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Lhokseumawe pada Sabtu (12/07/2025). 

Kegiatan ini menghadirkan Zainal Bakri, S.Sos., M.Kom.I, yakni salah seorang pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe, sebagai pemateri dengan materinya psikologi narasumber. Dalam pemaparannya, Zainal menekankan pentingnya pemahaman psikologi komunikasi dalam proses wawancara. Ia menyoroti bagaimana sikap dan pendekatan seorang wartawan dapat memengaruhi respons narasumber.

“Wartawan bukan polisi, jadi jangan menginterogasi. Wartawan juga bukan hakim, jadi jangan menghakimi," tegas Zainal.

Ia mengkritik praktik pewartaan yang sering kali menempatkan wartawan seolah-olah sebagai aparat penegak hukum. “Tidak semua wartawan berlaku seperti wartawan, ada yang seperti munkar-nakir, seperti jaksa, seperti polisi," tambahnya. 

Zainal juga menegaskan bahwa wartawan tidak boleh menjadi narasumber atas beritanya sendiri, karena berita adalah fakta yang terverifikasi secara langsung. “Wartawan tidak bisa jadi narasumber sendiri, itu bukan berita, karena berita adalah fakta yang terverifikasi langsung," ujarnya.

Foto: Muhammad Izzat Saputra
Lebih lanjut, Zainal menjelaskan bahwa dalam komunikasi, wartawan harus mampu memahami persepsi, emosi, motivasi, dan pengalaman masa lalu narasumber. “Ketika membangun komunikasi pasti kita melibatkan persepsi, emosi, motivasi, serta pengalaman masa lalu," jelasnya.

Menurutnya, narasumber terbagi ke dalam empat karakter, yakni defensif, dominan, emosional, dan kooperatif. Setiap tipe narasumber, kata Zainal, memerlukan pendekatan yang berbeda agar proses wawancara berjalan efektif.

Zainal juga membagikan pengalamannya saat mewawancarai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika masih menjabat sebagai Menko Polhukam, terkait penanganan negara atas konflik Aceh.

Sesi ditutup dengan tanya jawab interaktif bersama peserta. Sebagai penutup, Zainal mengingatkan pentingnya etika dan penghormatan terhadap narasumber.

“Kalau jadi wartawan sebenarnya, kalian harus paham bahwa narasumber adalah orang yang mesti dihormati haknya," pungkasnya.


Reporter: Raja Oktariansyah

Editor: Tiara Khalisna

Ciptakan Ruang Belajar, LPM Al-Kalam Hadirkan Workshop Jurnalistik Dasar

Foto: Qurrata A'yuni

www.lpmalkalam.com - Workshop Jurnalistik Dasar yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menjadi ruang belajar bagi kru baru LPM Al-Kalam. Kegiatan ini berlangsung di Aula Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Lhokseumawe pada Sabtu, (12/07/ 2025), pukul 08.00–16.00 WIB.

Seluruh peserta merupakan kru baru LPM Al-Kalam angkatan tahun 2024. Materi Psikologi Narasumber dan Jurnalisme Data disampaikan oleh dua narasumber berpengalaman, yakni Zainal Bakri, S.Sos., M.Kom.I., dan Masriadi Sambo, M.Kom.I. Penampilan tari Top Pade dan pembacaan puisi oleh kru LPM Al-Kalam juga menjadi salah satu daya tarik dalam workshop tersebut.

Pembina LPM Al-Kalam, Ir. Muhammad Ilham, S.T., M.I.T., turut hadir pada kegiatan bertema Berkarya dengan Data, Menggali Fakta dengan Rasa. Dalam sambutannya, beliau menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bekal penting bagi kru LPM Al-Kalam dalam menghasilkan karya. “Di era digital ini, adik-adik diharapkan memahami bagaimana membuat berita berdasarkan data yang faktual. Bukan hanya menyajikan berita secara garis besar, tetapi juga secara mendalam,” ungkapnya.

Foto: Qurrata A'yuni 

Zainal Bakri sebagai pemateri pertama yang membahas psikologi narasumber, tidak hanya menyampaikan materi pokok, tetapi juga menjelaskan tentang etika kepada narasumber, teknik menembus narasumber, dan pengalaman-pengalaman yang telah ia lalui selama menjadi jurnalis.

Sementara itu, Masriadi Sambo yang memaparkan materi jurnalisme data, menjelaskan bagaimana penggunaan data yang tepat dapat membantu menilai berita secara lebih objektif. Sesi diskusi dan tanya jawab setelah pemaparan materi turut membantu meningkatkan pemahaman peserta.

Foto: Qurrata A'yuni
Peraih penghargaan kategori peserta terbaik, Tiara Khalisna, menyampaikan kesannya setelah mengikuti kegiatan ini. "Acara ini sudah sangat bagus. Panitia sudah menyiapkan acara dengan maksimal, hanya saja peserta kurang bersemangat. Saya berharap ke depannya peserta bisa lebih aktif lagi,” ujarnya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada panitia penyelenggara atas apresiasi yang telah diberikan kepadanya.

Berlangsungnya workshop ini tidak lepas dari dukungan pihak sponsor dan mitra media, yakni Depo Cleo Lhokseumawe, iNews Portal Aceh, Aceh Journal National Network (AJNN), Media Literasi, Radar Aceh, PT Radio Citra Multi Swara, Berita Merdeka, Gemar News, Puja TV, Info Lhokseumawe, Info Aceh Utara, CEO Aceh, News RB Aceh, dan Portal Satu.

Melalui workshop ini, Abdul Azis Perangin-angin selaku ketua panitia berharap kegiatan ini dapat menjadi ilmu yang diterapkan peserta saat melakukan peliputan, khususnya sebagai jurnalis kampus.


Reporter: Alya Nadila
Editor: Putri Ruqaiyah

11 Juli 2025

Ketika Jumlah Pendaftar Meningkat, tapi Kualitas Fasilitas Jalan di Tempat

Foto: Raja Oktariansyah

www.lpmalkalan.com- Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe belum lama ini mencetak prestasi membanggakan sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dengan peningkatan jumlah pendaftar terbanyak melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) tahun 2025. Sebuah pencapaian yang layak diapresiasi karena mencerminkan kepercayaan publik yang kian tinggi terhadap institusi ini.

Namun, di balik angka yang mengesankan tersebut, muncul ironi yang tidak bisa diabaikan begitu saja: kondisi fasilitas kampus yang masih jauh dari kata layak.

Mahasiswa, sebagai pengguna langsung dari sistem pendidikan ini, masih harus bersabar dengan sanitasi yang tidak memadai, seperti toilet kampus yang sering rusak, air yang kadang tidak mengalir, hingga bau tak sedap yang mengganggu kenyamanan belajar. Di ruang kelas, kipas angin yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar di tengah suhu ruang yang tinggi, justru belum tersedia secara merata. Beberapa kelas bahkan masih harus dijalani dengan lantai ubin yang pecah, membahayakan keselamatan dan kenyamanan mahasiswa.

Tak hanya itu, akses internet kampus yang lamban juga menjadi keluhan utama. Di era digital saat ini, konektivitas internet merupakan bagian tak terpisahkan dari proses belajar dan pengembangan diri. Sayangnya, access point yang digunakan masih tergolong usang, sehingga tidak mampu mengakomodasi kebutuhan digital ribuan mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa kesulitan mengakses sumber belajar daring, mengikuti kelas hybrid, atau sekadar mencari referensi akademik secara lancar.

Pertanyaannya, apakah prestasi dalam jumlah pendaftar layak dirayakan ketika kualitas pelayanan dasar bagi mahasiswa justru diabaikan?

Tentu kita tidak menolak kemajuan. Namun, kemajuan seharusnya bersifat menyeluruh, bukan hanya pada angka-angka pendaftar, melainkan juga pada kualitas hidup dan pengalaman belajar mahasiswa. Sebab pada akhirnya, wajah sejati sebuah kampus tidak ditentukan dari berapa banyak yang diterima, tetapi dari bagaimana mereka diperlakukan setelah diterima.

Jika Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe ingin mempertahankan, bahkan meningkatkan kepercayaan publik, maka sudah saatnya perhatian dialihkan dari sekadar mengejar kuantitas menuju pembangunan kualitas. Prestasi tidak cukup berhenti pada seremoni penghargaan, ia harus diterjemahkan dalam bentuk nyata yang dapat dirasakan mahasiswa: toilet yang layak, ruang belajar yang nyaman, koneksi internet yang stabil, serta fasilitas yang aman dan merata.

Mahasiswa tidak butuh angka. Mereka butuh bukti.


Reporter: Raja Oktariansyah

Editor: Putri Ruqaiyah

10 Juli 2025

DEMA-U Hadirkan Kepala TIPD pada Workshop Kreative Media Training

Foto: IST

www.lpmalkalam.com- Kepala Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (TIPD) Ir. Muhammad Ilham, S.T., M.I.T. menjadi pemateri ketiga dalam kegiatan Workshop Kreative Media Training yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe bertempat di gedung Pascasarjana pada Rabu siang (9/07/2025).

Dalam sesi yang dimulai pukul 14.00 WIB tersebut, Ilham menyampaikan materi seputar langkah-langkah untuk memproduksi konten yang menarik. Beliau juga menambahkan edukasi tentang email kampus pada sesi workshop tersebut, "Untuk ke depannya semua organisasi mahasiswa UKK dan UKM jika membuat akun media sosial itu harus menggunakan email kampus dan jika ingin membuat email kampus boleh ajukan surat dahulu kepada TIPD," ujarnya

Peserta yang hadir berasal dari perwakilan berbagai Organisasi Mahasiswa (Ormawa), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan Unit Kegiatan Khusus (UKK). Kegiatan ini mengusung tema "Media Cerdas, Mahasiswa Berkualitas" yang bertujuan meng-upgrade kemampuan pengelolaan media sosial organisasi mahasiswa, termasuk dalam pembuatan konten hingga peningkatan insight di berbagai platform digital.

Ketua panitia sekaligus Menteri Kominfo DEMA-U, Andika Bayu Kurnia menyampaikan harapannya dengan adanya kegiatan ini dapat membangun branding di akun sosial media organisasi kampus. “Semoga setelah dilaksanakan kegiatan ini para Ormawa se-UIN bisa membangun branding masing-masing akun sosmednya baik di tingkat universitas, fakultas (SEMA/DEMA) maupun HMJ serta UKM," ujarnya.


Reporter: Indira Ulfa Rizkya

Editor: Zura

DEMA-U Selenggarakan Workshop Kreative Media Training di Gedung Pascasarjana UIN SUNA

Foto: IST

www.lpmalkalam.com- Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe menyelenggarakan kegiatan Workshop Kreative Media Training yang dilaksanakan di Gedung Pascasarjana UIN SUNA Lhokseumawe pada Rabu (9/07/2025).

Kegiatan ini turut menghadirkan tiga pemateri dari kampus setempat, yakni Zulbadri, S.H., Aulia Rahmat, S.Pd, M.Pd., dan Ir. Muhammad Ilham, S.T., M.I.T yang dibagi menjadi tiga sesi. Workshop ini  juga dihadiri oleh perwakilan Informasi dan teknologi (Infokom) setiap Organisasi Mahasiswa (Ormawa), Unit kegiatan Mahasiswa (UKM), dan Unit kegiatan Khusus (UKK) UIN SUNA.  

Pada pagi hari kegiatan ini diisi oleh Zulbadri yang menyampaikan materi dengan tema Desain Feed Instagram dan Optimasi Media Sosial Organisasi Mahasiswa. Materi yang disampaikan meliputi pengelolaan media sosial organisasi kampus. Pada sesi ini membahas peran media sosial bagi suatu organisasi, cover (berupa desain) pada feed Instagram, optimalisasi penggunaan media sosial organisasi, masalah dan solusi yang terjadi, serta tips pengelolaan profesional. 

Foto: IST
Dengan mengusung tema "Media Cerdas, Mahasiswa Berkualitas", kegiatan ini bertujuan meng-upgrade sosial media organisasi meliputi pembuatan konten, penyusunan konten, serta cara untuk meningkatkan instight media sosial. Andika Bayu Kurnia selaku ketua panitia kegiatan sekaligus Mentri Infokom menyampaikan bahwa kegiatan ini akan  berlanjut jika ada waktu mendatang. Beliau juga berharap dengan adanya kegiatan ini akan membangun branding akun sosial media organisasi bersangkutan.

"Semoga setelah di laksanakan kegiatan ini para Ormawa se-UIN bisa membangun branding masing-masing akun sosmednya, baik di tingkat Universitas, Fakultas seperti Senad Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Jurusan seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), serta UKM dan UKK," ujarnya.


Reporter: Ririn Dayanti Harahap

Editor: Tiara Khalisna

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam IAIN Lhokseumawe, 0821-6414-4543 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.