Portal Berita Al-Kalam

Klasik Goes to SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu Raih Antusias Siswa Pelajari Cara Penulisan Berita

Foto: Nurul Fadilah   www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) L...

HEADLINE

Latest Post

31 Oktober 2025

Kenangan Waktu Masa SMA

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Di gerbang sekolah, langkah dimulai,

Masa SMA penuh warna dan mimpi.

Seragam putih abu-abu saksi setia,

Kenangan terukir, takkan terlupa.

 

Kelas berisik, canda tawa menggema,

Belajar bersama, suka duka dirasa.

Guru-guru sabar membimbing kami,

Membuka cakrawala ilmu, tanpa henti.

 

Kantong bolong, jajan bareng di kantin,

Mie ayam dan es teh jadi andalan.

Saat ulangan, saling contek diam-diam,

Kenakalan remaja, penuh keceriaan.

 

Cinta monyet bersemi di koridor,

Surat cinta diselipkan di loker.

Malam minggu, nongkrong di kafe,

Mencari jati diri, penuh semangat.

 

Pramuka, PMR, OSIS, dan ekskul lainnya,

Mengasah bakat, mengembangkan diri.

Lomba-lomba, semangat kompetisi,

Meraih prestasi, bangga di hati.

 

Perpisahan sekolah, air mata berlinang,

Janji setia, takkan saling melupakan.

Kenangan SMA, terukir selamanya,

Dalam hati dan jiwa, abadi sentiasa.

 

Kini waktu telah berlalu,

Namun kenangan SMA tetap membara.

Sahabat sejati, guru tercinta,

Kenangan indah, takkan pernah sirna.


Penulis: Muhammad Iftal (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 
 

Langit Nahrasiyah

Foto: Daffa Alkausar (Magang)

www.lpmalkalam.com

Di tanah Serambi Mekkah yang bersujud pada pagi,

berdiri megah kampus peradaban,

UIN Sultanah Nahrasiyah,

mutiara ilmu yang tak ternilai,

tempat di mana iman bertemu dengan kecerdasan,

dan akhlak berpadu dengan kemajuan zaman.


Langit Darussalam menjadi saksi,

tiap langkah mahasiswa membawa doa dan cita.

Mereka meniti jalan ilmu seperti para ulama masa lalu,

dengan hati yang tunduk dan pikiran yang merdeka.


Di ruang-ruang kuliah, kata dan makna beradu,

antara logika dan wahyu,

antara sains dan tafsir kehidupan—

semuanya berpadu dalam simfoni pengetahuan.


Di sini bukan hanya gelar yang dicari,

tetapi nilai yang diwariskan.

Bukan hanya cerdas berpikir,

melainkan juga lembut dalam sikap dan perilaku.


UIN Sultanah Nahrasiyah,

engkau bukan sekadar kampus,

engkau taman peradaban,

tempat akar iman menegakkan batang ilmu,

dan ranting amal berbuah keberkahan.


Di bawah rindangnya pepohonan kampus,

terdengar suara semangat mahasiswa memulai perkuliahan

 

Penulis: Daffa Alkausar (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 

29 Oktober 2025

Hitam Putih

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Seiring berjalannya waktu

Kumerindukan akan sesuatu

Sesuatu yang telah usai

Yang kini tak dapat digapai


Padahal diriku mau mengulang akan hal itu

Walau sudah tak terpatri lagi untukku

Kini, hanya bisa tersemat di relung ingatan

Yang akan dikenang sepanjang zaman


Masa hidup yang penuh nan warna

Terlukiskan dengan selaksa

Harapan, keyakinan, kesenangan berbalut jadi satu

Namun, suatu waktu akhirnya menjadi semu


Terasa bagaikan hitam putih

Karena kenyataan yang pedih

Gelap lagi sendu

Bagai hidup yang pilu


Penulis: Rizky Ramadhani (Magang)
Editor: Zuhra
 

26 Oktober 2025

Masa Depan Bangsa

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Di pundak muda tersimpan cahaya,

menyala di antara debu dan doa.

Langkah kecilmu hari ini—

adalah jalan panjang menuju mimpi negeri


Bangsa ini bukan sekadar tanah dan bendera,

ia adalah harapan yang dijahit dari luka,

tetes keringat para pejuang,

dan doa ibu di setiap malam panjang


Masa depan tidak datang tiba-tiba,

ia tumbuh dari keberanian menatap langit,

dari tangan yang tak berhenti menulis,

dan hati yang tak jemu mencinta tanah air ini


Jangan biarkan waktu mencuri idealismemu,

jangan biarkan lelah memadamkan nyala api jiwamu.

Karena di setiap semangat yang kau jaga,

ada masa depan bangsa yang menunggu untuk bersinar


Maka berdirilah, wahai generasi muda,

bangun peradaban dengan pena dan karya,

jadilah cahaya di tengah gelapnya dunia—

sebab masa depan bangsa… adalah engkau yang percaya ‎


Penulis: Razwa Syuib (Magang)

Editor: Zuhra

Hujan di Pagi Hari

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Selimut kutarik perlahan,

dingin menusuk kulitku.

Hujan tadi malam tak kunjung berhenti,

membuatku malas memulai hari.


Hujan di pagi hari,

waktu yang tenang,

merenung dan memikirkan

masa depan yang belum datang.


Hujan yang turun membawa harapan,

membawa kehidupan ke dalam hatiku.

Hujan di pagi hari, waktu yang tenang,

membuatku merasa hidup.

 

Penulis: Lutfhiyatil Syaqirah (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 

Lelah

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Jika kamu sudah lelah,

pamitlah!


Inilah aku dengan segala kurangku,

inilah aku yang terus memaksamu untuk tetap tinggal.


Aku…

tidak seegois itu mencintai seseorang.


Jika nanti kamu tidak menemukan sosok

yang sehangat pelukku,

setabah aku yang selalu memahamimu,

kumohon…

jangan ragu untuk pulang.


Penulis: Luthfiatil Syaqirah

Editor: Putri Ruqaiyah 

22 Oktober 2025

Rindu yang Abadi

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Di antara senja yang merangkul bumi,

Kucari jejakmu dalam sunyi.

Bayangmu hadir, namun tak tergapai,

Rindu ini abadi, takkan usai.


Setiap langkah adalah kenangan,

Saat bersamamu, hati penuh impian.

Tawa, canda, semua terpatri,

Dalam ingatan yang tak pernah mati.


Malam sunyi menjadi saksi bisu,

Rindu ini menggebu-gebu.

Bintang-bintang seolah mengerti,

Betapa dalamnya rindu di hati.


Di taman hati, namamu terukir,

Sebagai janji yang takkan pudar.

Meski jarak memisahkan kita,

Cinta ini abadi selamanya.


Ombak rindu terus berdeburan,

Menyapu pantai kenangan.

Setiap desiran adalah bisikan,

Rindu yang tak pernah terucapkan.


Dalam doa kusebut namamu,

Semoga kau merasakan rindu yang sama.

Karena di sini, di hatiku yang terdalam,

Rindu ini abadi, takkan pernah padam.


Mentari pagi datang menyapa,

Namun rindu ini tetap membara.

Karena kaulah melodi dalam jiwa,

Rindu yang abadi selamanya.


Penulis: Muhammad Iftal (Magang)

 

20 Oktober 2025

Si Rupawan

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Dunia hanya milik si rupawan,

dihuni oleh orang-orang menawan,

dikuasai para manusia serakahan,

yang tak memiliki kelebihan,

yang tak memiliki kekuasaan,

semakin dikucilkan,

juga ikut diasingkan.


Apalah daya kaum rendahan,

hanya bisa merasakan kesialan

yang kunjung datang

tanpa tahu surutnya kapan.

Diri ini terus berdoa pada Tuhan,

tangan ini terus ditadahkan.

Di balik cahaya remangan,

secepat mata memejam,

terselip harapan.


Semoga dunia lekas diberi kesehatan,

segera dianugerahi kebaikan,

juga dititipkan keadilan,

dijauhkan dari jamahan

tangan orang yang tak diperkenan,

serta genggaman para durjana.


Penulis: Lutfhiyatil Syaqirah (Magang)
 

19 Oktober 2025

Remaja di Zaman Sinyal

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Kami lahir di antara cahaya layar,

tumbuh bersama dering notifikasi,

dan belajar mengenal dunia melalui jempol dan jaringan tanpa batas.

Kami menatap dunia dari kaca kecil di genggaman,

seakan seluruh hidup bisa diringkas dalam satu unggahan yang sempurna.


Kami, remaja yang katanya mudah bimbang,

mudah jatuh cinta,

mudah marah, dan mudah menyerah.

Tapi di balik itu semua,

ada hati yang rapuh, tapi berani.

Ada jiwa yang terluka, tapi masih ingin mencoba.


Kami berbicara lewat chat,

tertawa di ruang virtual,

dan menangis tanpa suara,

karena takut dianggap terlalu lemah

di dunia yang sibuk menilai daripada memahami.


Kami ingin dikenal,

tapi juga takut terlalu terlihat.

Kami ingin mencintai,

tapi takut disakiti.

Kami ingin jadi hebat,

tapi kadang hanya ingin istirahat.


Di kelas kami tersenyum,

meski kepala penuh dengan tanya:

tentang masa depan, tentang pilihan,

tentang siapa kami sebenarnya.

Kami belajar menghitung, menulis, dan menghafal,

tapi tak ada pelajaran

tentang bagaimana menghadapi kecewa,

atau cara menerima diri sendiri.


Kami menulis di catatan rahasia,

tentang mimpi yang mungkin tak akan kami ceritakan,

tentang seseorang yang hanya bisa kami kagumi diam-diam,

tentang rasa takut gagal yang menekan dada setiap malam menjelang.


Kami mendengar dunia berkata,

“Remaja itu malas, remaja itu tak tahu arah,”

padahal mereka lupa,

kami sedang berjuang memahami arah itu sendiri.

Kami tak ingin jadi sempurna,

kami hanya ingin dimengerti.


Kami mencintai tanpa janji,

berharap tanpa kepastian,

dan kehilangan dengan diam,

karena begitulah cinta di zaman ini—

cepat datang, cepat pergi,

meninggalkan jejak di pesan terakhir

yang tak sempat dikirim.


Namun di balik tawa yang dibuat-buat,

masih ada doa yang diam-diam kami kirimkan

kepada Tuhan yang mungkin sudah lelah

mendengar permintaan yang sama setiap malam.

Kami memohon bukan untuk kaya,

bukan untuk viral,

tapi hanya untuk tenang.

Tenang dalam hati yang sering ribut sendiri.


Kami belajar dari patah hati,

dari kegagalan,

dari pertemanan yang perlahan menjauh,

dan dari waktu yang berjalan terlalu cepat,

sementara kami masih mencoba memahami maknanya.


Kami tidak ingin hanya jadi bayangan,

atau sekadar nama di daftar hadir kehidupan.

Kami ingin berarti,

walau hanya untuk satu orang,

atau bahkan hanya untuk diri kami sendiri.


Karena meski kami sering bingung,

sering takut,

dan sering merasa sendirian,

kami tetap berjalan.

Dengan langkah yang mungkin kecil,

tapi nyata.


Kami, remaja zaman ini,

tumbuh di tengah badai informasi,

terkadang kehilangan arah,

namun tak pernah benar-benar berhenti mencari cahaya.


Dan suatu hari nanti,

ketika dunia menertawakan masa muda kami,

kami akan tersenyum,

karena kami tahu, kami pernah hidup dengan sepenuh hati—

di masa paling rumit,

tapi paling indah.


Penulis: Daffa Alkausar (Magang)
 

Mata Air Cinta

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Ibu…

Memelukmu adalah kenyamananku,

Melukis senyummu adalah keinginanku,

Mencintaimu tentu wajib bagiku.


Namun terkadang…

Melawanmu adalah hal sepele bagiku,

Bahkan sering kali aku menyakitimu dan

Melupakanmu sebagai pahlawan hidupku.

Tanpa kusadari betapa teririsnya hatimu

Oleh sikap bodoh yang aku berikan.


Haruskah aku menjadi pelindung,

Bukan malah menjadi anak yang tak tahu untung?

Haruskah aku jadi anak penurut,

Bukan menjadi anak yang hanya bisa menuntut?


Ibu…

Maafkan anakmu yang tak pernah tahu diri,

Yang tak pernah merasa cukup. Maafkan, Ibu…

Sekarang aku telah dewasa, Bu.

Kini aku sadar betapa banyak keringat yang kau teteskan untukku.

Namun maaf, Bu, hanya rasa kecewa yang bisa aku lantunkan.


Aku sangat bangga padamu,

Aku sangat beruntung memilikimu.

Kau bagaikan sosok istimewa bagiku.


Ibu…

Aku berjanji tak akan pernah terucap

Kata henti di benakku ini.


Ibuku, mata air cintaku.

 

Penulis: Intan Sarifah (Magang)

18 Oktober 2025

Rumit

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Matahari tenggelam, kini malam menghampiri.

Bulan dan bintang menyinari gelapnya malam.

Kini hanyalah sunyi yang datang menyelimuti,

dan angin malam yang menemani.


Kuratapi kesedihan tanpa batas limit,

bagaikan kehidupan berhenti berotasi.

Kususun bintang menjadi sebuah persegi,

memecahkan misteri di barisan bintang.


Kehidupanku kini bagai tak simetris,

tak tahu ke mana harus ku berarah.

Aku tersesat di antara ruang yang luas,

dalam waktu dan jarak yang tak terhingga.


Rumitku melepas diri dari bayangan,

membuatku tersadar akan satu hal:

waktu dan jarak tak dapat dipisahkan

di setiap kehidupan di bumi ini.


Penulis: Luthfiatil Syaqirah (Magang)

Tentang Kamu

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Kau tinggal di baris paling depan,

pada kata yang kedua, di koma dan titik yang kupilih dengan semata.

Kau singgah untuk berjeda, bersembunyi di balik spasi-spasi yang ada,

menjadi alasan setiap kalimatku berdiri tegak,

meski aku rapuh, meski aku runtuh.


Kau adalah wujud dari kata indah;

butuh fokus, tenang, dan keberanian untuk menulis serta merawat.

Di antara beribu kata yang menarik,

aku akan tetap memilih satu nama — yaitu kamu.


Bahkan saat akhirnya tinta tetap tentangmu yang kuurai,

aku senang menulis tentangmu.

Dan semua itu pasti akan membuatmu sadar,

karena aku meraih perhatian lewat kataku yang manis dan puitis.


Jika suatu saat bait itu akan usang,

kertasnya akan hilang,

tetap namamulah yang kuingatkan,

karena semuanya adalah kamu —

titik, koma, dan aku… selalu untukmu.


Penulis: Intan Sarifah (Magang)

19 Agustus 2025

Bisik Rahasia Semesta

Foto: Pexel.com

www.lpmalkalam.com-

Bisik Rahasia Semesta


Ada sesuatu di matamu

Yang membuat bintang-bintang berbisik,

Seolah langit menyimpan rahasia

Yang hanya aku dan kamu bisa mengerti.


Kita berjalan di jalan yang berbeda,

Namun bayangan kita

Selalu bertemu di tikungan takdir.

Tak ada yang tahu,,, 

Apakah ini kebetulan, atau rencana

Yang ditulis sebelum bumi dilahirkan.


Angin malam sering menyebut namamu

Tanpa suara,

Membawanya ke telingaku

Seperti mantra yang membakar rindu.


Dan di setiap tatapan yang kita tukar,

Aku merasakan jarak runtuh,

Seakan waktu berhenti hanya

Untuk memberi kita satu detik abadi.


Jika ini adalah rahasia semesta,

Biarlah ia tetap misteri,,, 

Selama aku bisa mencintaimu

Dalam setiap bisikannya.

 

Puisi ini ditulis berdasarkan gaya bahasa penulis

Penulis: Riska Ramadhani

15 Agustus 2025

Dewasa Penuh Pretensi

 

Foto: Pexels.com
www.lpmalkalam.com- 

Topeng-topeng terbang rendah di udara,  

menyapa wajah-wajah yang sudah lelah,  

berjalan di lorong-lorong hening kota,  

di mana kata-kata sering jadi pedang.


Aku dewasa, katanya—  

tapi bisakah aku berkata jujur tanpa takut?  

Atau hanya menari di atas panggung pura-pura,  

menyembunyikan tangis di balik tawa palsu?


Dewasa kini membuat ku memahami banyak hal

Seperti bagaimana cara kerja dari tawa seseorang 

Bagaimana cara sepasang netra itu berbicara

Yang mencipta sebuah persepsi tentang bahagia.


Rindu meledak diam-diam,  

seperti api dalam sekam tua,  

tidakkah kau lihat?  

Ini bukan sekadar usia,  

tapi perjuangan menjadi nyata.


Puisi ini ditulis berdasarkan gaya bahasa penulis

Penulis: Najatia

14 Agustus 2025

HUJAN

 

Foto: Pexels.com
www.lpmalkalam.com-

Rintik-rintik hujan turun pelan-pelan,

membasahi jalan, atap, dan pepohonan.

Dari balik jendela, aku duduk diam,

menyaksikan langit menangis dan ku pandangi dalam sunyi.


Setiap tetesnya seperti cerita,

tentang rindu, kenangan, dan luka.

Namun, Ada yang terasa hangat,

meski udara dingin menyelimuti malam ini.


Aku suka hujan,

Tapi, bukan karena romantisnya,

tapi karena ia tahu caranya datang

tanpa perlu diundang.


Hujan nggak pernah marah,

meski orang sering menyalahkan kehadirannya.

Padahal kadang, ia cuma mau

menenangkan hati yang ribut di dalam dada.


Di bawah payung atau tanpa pelindung,

hujan tetap indah 

ia mengajarkan bahwa tak semua tangisan

harus disembunyikan dari dunia.


Jadi kalau kamu lagi sedih,

biarkan hujan turun bersamamu.

karena dengan hujan

Kita bisa merasakan ketenangan.



Puisi ini ditulis berdasarkan gaya bahasa penulis

Penulis: Asma Yuleha


08 Agustus 2025

Apakah Semua Sia-Sia?

Foto: Pixabay.com
www.lpmalkalam.com- 

Terkadang diri ini lupa,

Bahwa agama bukan hanya tentang sajadah,

Bukan hanya sekadar surah-surah yang terhafal separuh,

Bukan juga tentang sebuah tasbih yang begitu sering terlewat

Dalam sela-sela jari di sepertiga malam.


Lupa aku akan amanah,

Bahwa hidup bukan sekadar ibadah berulang,

Bukan hanya sujud dan rukuk bersilang,

Tapi juga tangan yang menyeka air mata orang.


Saat subuh, ketika angin begitu dingin menusuk tulang,

Pintu rumahku terketuk.

Ternyata, jiranku mengatakan anaknya belum makan sejak kemarin.

Aku hanya tersenyum kaku,

Padahal untuk sehari-hari, di dapurku ada lebih dari cukup.

Tapi hatiku keras, tak juga tergerak.


Apakah doaku semalam sia-sia?

Apakah Tuhan menerima doaku?

Sedang aku lalai pada suara dunia,

Sibuk menghitung pahala,

Tapi lupa ada surga di tangan yang memberi.


Tapi mungkin Tuhan lebih suka aku berdiri,

Membagi nasi, daripada duduk terlalu lama bersendirian,

Tunduk sembari khusyuk dalam butiran tasbih,

Memuja Sang Ilahi Rabbi yang Maha Pemberi Rezeki,

Berharap akan ada pahala besar menghampiri.


Orang-orang di jalan banyak juga yang tertunduk,

Bukan karena berdzikir,

Tapi lapar yang tertahan beberapa hari.

Dan aku kadang terlalu sibuk mencari pahala,

Hingga aku lupa, pahala juga datang dari rasa peduli.


Penulis: Nurul Fadilah
 

05 Agustus 2025

Cita-cita yang Menjejak Arah


Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Wahai engkau yang menatap dari jauh, melampaui batas mimpi dan rasa letih,

di setiap detak jantungmu, semesta pun tahu ada doa yang tak pernah kau lupakan.

Di setiap sujudmu, ada harap yang tak pernah padam,

ada langkah-langkah kecil yang diam-diam menulis sejarahmu sendiri.


Engkau berdiri di tepi jalan panjang,

dengan ransel penuh andai, luka, dan asa.

Kau tahu, angin tak selalu sejuk, matahari tak selalu bersahabat,

tetapi kau harus tetap berjalan,

karena di ujung sana, ada masa depan yang menunggumu

dengan senyum malu-malu di balik tirai waktu.


Jangan takut pada gelap, karena sebuah bintang lahir dari sana.

Jangan khawatir pada pendapatanmu yang kecil,

karena hal yang besar lahir dari hal yang kecil.

Jangan gentar pada kegagalan,

karena di retaknya mimpi, kaulah yang menemukan celah

untuk lahir kembali lebih tabah, lebih paham, lebih kuat.


Penulis: Salsabella Rizki

04 Agustus 2025

Langkah Kecil, Cahaya Besar

Foto: pexels.com

www.lpmalkalam.com- 

Langkahku kecil, pelan tak terdengar,

Di tengah riuh dunia yang gemar berkoar.

Tak ada sorot, tak ada tepuk tangan,

Namun jiwaku terus berjalan pelan.


Setiap pagi kuhela napas harapan,

Meski malam semalam penuh kelelahan.

Aku tahu, cahaya tak selalu terang,

Kadang hadir dalam diam yang tenang.


Langkah kecil, tapi penuh makna,

Bukan untuk dunia, tapi untuk surga.

Tak semua yang besar itu utama,

Sering kali justru yang sederhana paling berharga.


Di setiap jatuh, kutemukan arah,

Bahwa kuat bukan berarti tanpa lemah.

Bahwa menang bukan tanpa luka,

Tapi terus memilih untuk tetap percaya.


Aku bukan pahlawan dengan pedang,

Namun dengan doa yang selalu kuperang.

Melawan takut, ragu, dan putus asa,

Karena aku tahu, Tuhan tak pernah alpa.


Cahaya besar tak lahir tiba-tiba,

Ia tumbuh dari sabar yang lama.

Dari air mata yang jadi permata,

Dan kesetiaan dalam langkah yang tak terlihat mata.


Langkah kecilku mungkin tak disebut sejarah,

Namun cukup bila mengukir berkah.

Biar bumi tak tahu siapa aku,

Asal langit mencatat: aku tetap menuju-Mu.


Penulis: Rusmawati

Editor: Putri Ruqaiyah
 

14 Juli 2025

Luka yang Manis

Foto: Ismi Sayyidina Lubis

www.lpmalkalam.com

Kamu ....

Yang hidup dengan tegak,

dan penuh keadilan

Dalam sanubari ini

Ternyata telah disusun oleh takdir

tuk jadi luka paling dalam

Terlalu rapi untuk matiku

Menggerai bak untaian benang

sepakat akan kenang

Membumbung sang serak

walau berakar merak

Kian saksama mengangkat sepi yang jemawat

Meski pahit saat dijilat

Meredam dendam keramat 

Sejauh perjalanan malam

Menuju malam nan gelap tanpa undangan 

Memapah dosa kita,

yang tak ada balasnya


Penulis: Ismi Sayyidina Lubis

Editor: Zuhra

13 Mei 2025

Langkah di Tengah Badai

foto: pixabay

 www.lpmalkalam.com- 

Langit menggelap, angin menggila,

dedaunan terhempas tanpa suara.

Namun kakiku tak ingin diam,

meski dunia seolah menolak langkahku.


Aku bukan perwira tanpa luka,

bukan pula pahlawan yang tak gentar.

Tapi di balik gemetar yang tersembunyi,

ada tekad yang tak bisa dibungkam.


Setiap tetes hujan yang menyapa wajah,

adalah pengingat bahwa aku masih ada.

Masih bernapas, masih melangkah,

walau arah samar, dan harapan samar-samar.


Badai boleh menari di sekelilingku,

tapi aku menari dalam diamku sendiri.

Menjemput pagi yang belum terlihat,

dengan langkah kecil, tapi tak henti.


karya: Alfiaturrahmi (Rilis)

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.