Portal Berita Al-Kalam

LPM Al-Kalam Kembali Selenggarakan Kegiatan PJTD 2025: Asah Kemampuan Siswa dalam Jurnalistik

Foto: Fika Munayya www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam kembali menyelenggarakan kegiatan tahunan, yaitu Pelatihan Jur...

HEADLINE

Latest Post

26 Oktober 2025

Belajar dari Laba-laba

Foto: Bellivia Al-Kamariana (Magang) 

www.lpmalkalam.com- Laba-laba adalah hewan yang hidup di tengah jaringnya yang kuat dan rapi. Dalam pandangan saya, laba-laba merupakan simbol ketekunan dan ketelitian. Laba-laba menunjukkan bahwa makhluk sekecil apapun memiliki kemampuan luar biasa untuk membangun sesuatu yang rumit dan indah hanya dengan naluri alami.

Laba-laba tidak pernah terburu-buru dalam membangun jaring tersebut. Ia sabar menenun benang demi benang hingga menjadi jaring sempurna. Dari situ kita bisa belajar bahwa hasil yang baik selalu lahir dari kesabaran dan konsistensi. Selain itu, jaring laba-laba juga bisa diibaratkan seperti  kehidupan rapuh jika tidak dijaga, namun kuat bila disusun dengan tekun dan hati-hati.

Meskipun sering dianggap menakutkan, laba-laba sebenarnya berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan memangsa serangga pengganggu. Jadi, daripada takut, kita seharusnya menghargai keberadaannya sebagai makhluk kecil yang membawa manfaat besar bagi alam. 


Penulis: Bellivia Al-Kamariana 

Editor: Tiara Khalisna

 

24 Oktober 2025

Batik sebagai Jati Diri Bangsa: Lebih dari Sekadar Busana Kain

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com- Tanggal 2 Oktober merupakan tanggal yang memperingati hari batik nasional. Tanggal ini dipilih untuk memperingati pengakuan UNESCO terhadap batik Indonesia. Bicara tentang UNESCO, pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO secara resmi telah mengakui batik Indonesia telah menjadi sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan. Oleh karena itu di setiap memperingati hari batik, jutaan masyarakat merayakan hari batik dengan cara menggunakan baju batik, baik pekerja, mahasiswa, pelajar, dan lain-lain. 

Namun, apakah kita mengetahui makna-makna di setiap lukisan batik dan tetesan yang mengukir karya indah tersebut? Batik bukan hanya sekedar kain bermotif yang memenuhi gaya orang kantor, guru, atau gaya untuk ke berbagai acara, namun batik merupakan simbol yang sangat bermakna dan merupakan cerminan bangsa dan identitas yang membedakan kita dari setiap bangsa dan budaya-budaya yang lain. 

1. Batik Sebagai Diplomasi Budaya

Di panggung internasional batik telah menjadi duta budaya yang sangat efektif, ketika pemimpin menggunakan baju batik di saat acara pertemuan-pertemuan penting, batik berbicara tentang budaya Indonesia tanpa perlu kata kata. Namun, kita harus selalu waspada terhadap klaim budaya dari negara negara yang lain, UNESCO merupakan benteng perlindungan untuk kita, tetapi kita tidak boleh menjaminnya sebagai jaminan mutlak, sesama budaya harus tetap aktif  mempromosikan batik dan terus berinovasi agar batik menjadi relevan dan diakui sebagai milik Indonesia. 

2. Batik Adalah Cermin Diri Kita

Batik bukanlah hanya sekadar kain busana biasa yang menghiasi tubuh kita, namun batik adalah cermin diri kita yang mengungkapkan siapa  kita sebagai bangsa yang sabar, penuh makna, dan kaya akan keberagaman, setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas batik tersendiri. sama seperti keberagaman, bahasa, dan kebudayaan yang menjadi kekayaan di negeri ini. 

Batik bukan hanya sekedar tentang estetika, tapi tentang bagaimana sebuah negara memahami dirinya sendiri melalui  setiap goresan, warna, dan lukisan yang tercipta. 


Penulis: Cut Saputri (Magang)

Editor: Zuhra
 

21 Oktober 2025

Sebuah Tempat Baru untuk Menghilangkan Stres dan Menikmati Makanan: Festival Ahad di Lhokseumawe

Foto: Pixabay.com
www.lpmalkalam.com- Festival Ahad di Lhokseumawe kini menjadi salah satu tempat populer bagi warga setempat untuk menghilangkan stres dan menikmati waktu senggang. Setiap minggunya, acara ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat yang bersemangat, sehingga mendorong para pedagang untuk semakin antusias berpartisipasi.

Salah satu daya tarik utama Festival Ahad adalah beragam jenis makanan yang ditawarkan, mulai dari camilan hingga hidangan berat. Pengunjung dapat menikmati berbagai pilihan kuliner yang lezat dan segar sambil bersantai di area yang nyaman serta estetik, sehingga sangat cocok untuk diabadikan dan diunggah ke media sosial.

Fasilitas yang disediakan juga tergolong baik, seperti meja bundar dan kursi kecil untuk anak-anak, sehingga pengunjung merasa lebih nyaman dan betah berlama-lama di lokasi festival. Banyak orang datang untuk bersantai dari kesibukan sehari-hari serta menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga dan teman.

Penulis berharap, Festival Ahad tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati makanan, tetapi juga menjadi sarana bersosialisasi dan melepas penat. Semoga acara ini terus berkembang dan menjadi salah satu ikon menarik Kota Lhokseumawe bagi pengunjung lokal maupun wisatawan mancanegara.


Penulis: Lutfhiatil Syaqirah (Magang)

20 Oktober 2025

Hilangnya Peran Ayah dalam Pengasuhan: Luka Sunyi di Balik Kata “Fatherless”

Foto: Pexels.com
www.lpmalkalam.com- Di tengah kemajuan zaman dan derasnya arus modernisasi, ada satu masalah sosial yang sering luput dari perhatian hilangnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Fenomena ini dikenal dengan istilah fatherless, yakni kondisi ketika seorang anak tumbuh tanpa kehadiran figur ayah, baik secara fisik maupun emosional.

Di banyak keluarga, ayah masih dianggap hanya sebagai pencari nafkah. Ia bekerja dari pagi hingga malam, pulang dengan tubuh lelah, dan merasa tugasnya selesai begitu kebutuhan ekonomi keluarga terpenuhi. Padahal, anak tidak hanya membutuhkan makanan dan uang, tetapi juga kasih sayang, bimbingan, dan keteladanan dari sosok ayah.

“Sejak kecil aku jarang bicara dengan Ayah. Beliau selalu sibuk bekerja, bahkan di rumah pun jarang tersenyum. Kadang aku merasa seperti tidak punya ayah, padahal beliau ada,” ujar Siti, seorang remaja berusia 17 tahun yang tumbuh dalam keluarga yang tampak lengkap, tetapi sebenarnya sunyi.

Kisah Siti bukanlah satu-satunya. Banyak anak di luar sana yang mengalami hal serupa hidup bersama ayah, namun tanpa sentuhan dan perhatian seorang ayah. Mereka tumbuh dengan rasa hampa, kesepian, dan kebingungan dalam mencari figur yang bisa mereka jadikan panutan.

Fenomena fatherless bukan hanya terjadi karena perceraian atau kepergian ayah secara fisik, tetapi juga karena kehilangan kedekatan emosional antara ayah dan anak. Dalam banyak kasus, ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan, merasa canggung menunjukkan kasih sayang, atau menyerahkan sepenuhnya peran pengasuhan kepada ibu. Akibatnya, anak kehilangan sosok pelindung yang bisa menjadi tempat bersandar, berdiskusi, atau sekadar berbagi cerita.

Penelitian menunjukkan bahwa anak yang tumbuh tanpa peran ayah cenderung memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah emosi, perilaku, dan sosial. Mereka bisa merasa tidak percaya diri, sulit membentuk hubungan sehat, bahkan rentan terjerumus dalam perilaku menyimpang. Ayah adalah simbol stabilitas dan ketegasan dalam keluarga ketika sosok itu hilang, keseimbangan emosional anak pun ikut terganggu.

Kehilangan peran ayah juga berdampak besar terhadap pola pendidikan karakter. Ayah seharusnya menjadi teladan dalam hal disiplin, tanggung jawab, dan nilai-nilai moral. Ketika anak tidak mendapatkan hal itu dari rumah, mereka akan mencari figur lain di luar rumah yang belum tentu membawa pengaruh baik.

Dalam budaya Indonesia, konsep fatherless sering kali dianggap tabu. Masyarakat masih beranggapan bahwa selama ayah memberikan nafkah, maka ia sudah menjalankan kewajiban. Padahal, ayah sejati bukan hanya yang hadir di dompet, tetapi juga yang hadir di hati anaknya.

Peran ayah dalam pengasuhan tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Keterlibatan ayah membantu anak memahami batas, mengambil keputusan, dan membangun rasa aman. Bahkan dalam psikologi perkembangan, kehadiran ayah diyakini berpengaruh besar terhadap pembentukan identitas anak, terutama pada masa remaja.

Sudah saatnya kita membuka mata dan menyadari bahwa menjadi ayah bukan hanya soal tanggung jawab ekonomi, tetapi juga tanggung jawab emosional dan spiritual. Seorang ayah harus belajar hadir, mendengarkan, dan membangun komunikasi dengan anaknya. Bukan sekadar datang saat marah atau menegur, melainkan juga saat anak butuh pelukan dan pengertian.

Jika fenomena fatherless  terus dibiarkan, maka kita sedang menciptakan generasi yang tumbuh tanpa arah generasi yang mungkin cerdas secara akademik, tetapi rapuh secara emosional.

Siti, dan ribuan anak lain yang mengalami kehilangan peran ayah, adalah cermin dari persoalan yang lebih besar hilangnya kedekatan dalam keluarga modern. Dan mungkin, sudah saatnya setiap ayah berhenti sejenak, meletakkan ponsel dan pekerjaan, lalu menatap mata anaknya dan berkata, “Ayah di sini, Nak.”

Karena sejatinya, kehadiran ayah bukan sekadar soal waktu, tetapi soal hati yang hadir sepenuhnya.


Penulis: Daffa Alkausar (Magang)
 

FEBI Fest 2025: Lebih dari Sekadar Pesta Bakat, Ini Tentang Arti Kreativitas Mahasiswa

Foto: Intan Sarifah (Magang)
www.lpmalkalam.com- Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe kembali menghidupkan semangat mahasiswa lewat kegiatan tahunan FEBI Fest 2025. Dengan tema “Bakat Tersalurkan, Karya Tertampilkan, Manusia Berdaya Saing,” acara ini bukan sekadar lomba atau rutinitas seremonial tahunan. Lebih dari itu, FEBI Fest menjadi ruang tumbuh tempat mahasiswa belajar memahami makna sejati dari kreativitas dan pengembangan diri.

Sering kali, kegiatan mahasiswa hanya dipandang sebagai pelengkap perkuliahan. Namun melalui FEBI Fest, mahasiswa FEBI membuktikan bahwa dunia kampus bukan hanya tempat menimba ilmu teori, tapi juga ruang berekspresi dan berkompetisi secara sehat. Melalui ajang ini, potensi yang selama ini tersembunyi akhirnya menemukan panggungnya.

Dalam sambutannya, Ketua DEMA FEBI, Supriansyah, menyebut bahwa tujuan utama FEBI Fest adalah menjadi wadah pengembangan bakat dan kreativitas mahasiswa. Pernyataan ini bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan kebutuhan nyata mahasiswa masa kini: ruang untuk menunjukkan kemampuan dan membangun rasa percaya diri.

Kita hidup di era di mana kemampuan akademik saja tidak lagi cukup. Dunia menuntut mahasiswa untuk kreatif, adaptif, dan kompetitif. FEBI Fest menjadi salah satu cara mahasiswa FEBI menjawab tantangan itu dengan menghadirkan karya, ide, dan semangat kolaborasi yang mencerminkan nilai “manusia berdaya saing”.

Lebih dari sekadar perlombaan, kegiatan ini memupuk rasa kebersamaan. Sesi foto, lantunan ayat suci Al-Qur’an, hingga tawa saat persiapan lomba, semuanya menjadi bagian dari perjalanan kolektif mahasiswa FEBI dalam membangun karakter dan solidaritas.

Harapan terbesar dari kegiatan ini adalah agar mahasiswa tidak berhenti hanya pada “menang lomba” atau “meramaikan acara”. FEBI Fest seharusnya menjadi inspirasi untuk terus berkarya di luar acara, menyalurkan bakat yang bermanfaat, dan membawa perubahan positif di lingkungan sekitar.

Pada akhirnya, FEBI Fest 2025 bukan hanya tentang siapa yang paling kreatif atau paling menonjol. Ini tentang bagaimana mahasiswa belajar menjadi manusia yang percaya diri, berani menunjukkan kemampuan, dan mampu bersaing tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.

Jika setiap kegiatan mahasiswa memiliki makna sedalam ini, maka kampus bukan lagi sekadar tempat menuntut ilmu tetapi juga ruang untuk membentuk insan yang siap memberi makna bagi masyarakat. FEBI Fest telah memulainya. Kini, giliran mahasiswa yang harus melanjutkannya.


Penulis: Intan Sarifah (Magang)
 

Fasilitas Tidak Memadai, Aktivitas Belajar di FEBI UIN SUNA Terganggu

Foto: Intan Sarifah (Magang)
www.lpmalkalam.com- Gedung Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe, khususnya gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), memiliki banyak kekurangan di dalamnya tidak seperti yang terlihat dari luar. Alih-alih mendukung proses belajar dan perkembangan diri mahasiswa, fasilitas yang tersedia justru sering kali menghambat kegiatan akademik.

Koneksi internet, yang seharusnya menjadi tulang punggung aktivitas akademik di era digital ini, sering kali sangat lambat dan tidak stabil, kecuali di beberapa titik tertentu. Hal ini membuat banyak mahasiswa kesulitan mengakses materi perkuliahan daring maupun menyelesaikan tugas.

Kondisi perpustakaan juga masih kurang memuaskan. Koleksi buku yang tersedia belum lengkap dan jarang diperbarui. Fasilitas penunjang mahasiswa pun sangat minim misalnya, hanya terdapat satu meja tenis meja yang sudah tampak usang.

Tak berhenti di situ, kondisi fisik gedung FEBI juga cukup mengkhawatirkan. Banyak bagian gedung yang mengalami kerusakan dan belum selesai dibangun. Salah satu masalah paling mencolok adalah banyaknya lubang di berbagai sudut bangunan, termasuk di bagian atap yang berlubang dan berpotensi menimbulkan kerusakan lebih parah.

Lubang-lubang di atap juga menjadi sarang debu dan kotoran. Ditambah lagi, kaca-kaca di gedung yang jarang dibersihkan membuat lingkungan belajar semakin tidak nyaman. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi mahasiswa yang setiap hari menggunakan fasilitas tersebut.

“Kami merasa kurang nyaman belajar di lingkungan seperti ini. Bagaimana kami bisa fokus kalau fasilitasnya saja tidak mendukung?” keluh Daffa Alkausar, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Jurusan Akuntansi Syariah (AKS).

Daffa juga menyampaikan harapannya agar pihak kampus segera mengambil langkah konkret. “Kami sangat berharap pihak manajemen kampus dapat segera memperbaiki kondisi gedung-gedung ini. Perbaikan lubang di atap serta pemeliharaan rutin adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif. Jangan sampai kondisi gedung yang memprihatinkan ini terus berlanjut dan mengganggu kualitas pendidikan di kampus kita,” ujarnya.


Penulis: Intan Sarifah (Magang)

19 Oktober 2025

Refleksi dan Apresiasi Pembubaran Panitia Workshop International Seminar Islamic on Psychotherapy 2025

Foto: IST

www.lpmalkalam.com- Minggu, 12 Oktober 2025, panitia seminar yang diselenggarakan pada bulan Juli lalu resmi dibubarkan. Peristiwa ini menjadi titik penting untuk merenungkan usaha dan komitmen seluruh anggota panitia yang telah berkontribusi dalam kelancaran seminar tersebut.

Dalam pidatonya, Ibu Nurul Hikmah, selaku dosen pengampu mata kuliah Psikoterapi Islam, menyampaikan pesan motivasi kepada mahasiswa untuk terus mengejar aspirasi mereka selama masa kuliah. Beliau menekankan betapa pentingnya memanfaatkan waktu kuliah untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan atau lomba yang dapat memperluas pengalaman dan keterampilan. Pesan ini sangat berharga bagi mahasiswa yang akan segera menghadapi tantangan baru, seperti menyusun skripsi.

Penulis berharap, pembubaran panitia ini menjadi momen untuk menghargai kerja keras dan sumbangsih seluruh panitia. Seminar yang diadakan beberapa bulan silam tentu tidak akan berhasil tanpa dukungan dan dedikasi dari setiap individu yang terlibat.

Dengan berakhirnya masa kepanitiaan, penulis berharap pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal berharga bagi setiap anggota dalam menghadapi masa depan. Semoga semangat dan motivasi yang telah tumbuh selama kegiatan ini tetap terjaga, menjadi dorongan untuk terus berprestasi dan mencapai cita-cita.


Penulis: Luthfiatil Syaqirah (Magang)

30 September 2025

Jalan Maut di Depan UIN SUNA: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Nyawa Mahasiswa?

Foto: Muhammad Alif Maulana

www.lpmalkalam.com- Jalan raya yang melintas di depan kampus Universitas Islam Negeri  (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe, khususnya di sekitar depan biro kampus, telah lama dikenal sebagai titik rawan kecelakaan. Frekuensi insiden yang tinggi di lokasi ini bukanlah takdir semata, melainkan merupakan akumulasi dari kelalaian struktural yang mendasar dan perlu segera diatasi oleh pihak berwenang.

Titik krusial di depan biro UIN SUNA adalah perlintasan padat yang menghubungkan arus lalu lintas cepat dengan mobilitas tinggi mahasiswa yang keluar-masuk kampus. Tanpa lampu merah, arus kendaraan dari jalan utama seringkali tidak memberi kesempatan yang aman bagi pengendara, pejalan kaki, atau mahasiswa yang hendak menyeberang atau berbelok masuk ke area kampus. Ketiadaan rambu peringatan atau penyeberangan yang jelas dapat membahayakan keselamatan Mahasiswa, menjadikannya arena pertaruhan nyawa setiap hari.

Seolah kurang cukup dengan minimnya pengaturan lalu lintas, kondisi fisik jalan diperparah oleh dampak pengerjaan proyek galian pipa yang tidak bertanggung jawab. Proyek galian pipa ini, meninggalkan bekas yang mengakibatkan pengendara jatuh karena jalan licin yang disebabkan oleh batu kerikil dan pasir.

Foto: Muhammad Alif Maulana 
Sisa-sisa tanah galian sering kali tumpah dan menyebar di badan jalan, apalagi saat musim hujan, menciptakan lapisan lumpur atau pasir halus yang sangat licin. Kondisi ini membuat ban kendaraan, terutama sepeda motor yang mendominasi transportasi mahasiswa, kehilangan keseimbangan dan mudah tergelincir. Galian yang ditutup seadanya meninggalkan permukaan jalan yang berlubang  atau bergelombang. Pengendara yang berusaha menghindari gundukan atau lubang ini seringkali terpaksa berpindah jalur mendadak, meningkatkan risiko tabrakan, terutama saat berpapasan dengan kendaraan besar.

Jika kecelakaan maut terus terjadi di depan gerbang pendidikan, maka ini adalah kegagalan kolektif pemerintah daerah, dinas terkait, dan kontraktor proyek. Nyawa mahasiswa dan masyarakat tidak bisa ditukar dengan alasan anggaran atau kelambatan birokrasi.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pemerintah adalah:

1. Instalasi Lampu Lalu Lintas

Pemerintah segera menyediakan lampu lalu lintas di titik persimpangan utama depan biro UIN suna Lhokseumawe untuk mengatur arus kendaraan dan memberikan hak menyeberang yang aman bagi pejalan kaki dan mahasiswa.

2. Perbaikan Infrastruktur Jalan

Pemerintah harus menekan kontraktor galian pipa untuk segera menyelesaikan dan memperbaiki total kerusakan jalan yang ditimbulkan. Pengaspalan kembali harus dilakukan secara permanen dan memastikan tidak ada lagi sisa material galian yang membahayakan.

3. Penambahan Rambu Peringatan

Pemasangan plang-plang rambu peringatan jelas mengenai "Area Kampus," "Rawan Kecelakaan," dan "Batas Kecepatan" di zona tersebut.

Keselamatan publik adalah prioritas, jangan sampai ada lagi yang menjadi korban selanjutnya. Sudah saatnya, untuk tidak lagi mendengar berita duka dari jalan di depan kampus UIN SUNA Lhokseumawe. Negara wajib hadir melindungi warganya, termasuk para pencari ilmu seperti mahasiswa, dari bahaya infrastruktur yang mengancam. Dan untuk para satpam, agar dapat membantu mahasiswa menyebrang jalan atau pihak mana pun untuk dibuat satu tim yang membantu mahasiswa menyebarang baik di pagi hari maupun sore hari.


Penulis: Muhammad Alif Maulana

Editor: Tiara Khalisna

24 September 2025

Tenaga Pendidik: Pahlawan atau Beban?

 

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com- “Pahlawan tanpa tanda jasa” merupakan slogan yang sering kita dengar. Pahlawan yang dimaksud bukanlah mereka yang bertempur di medan perang dengan senjata, melainkan sebuah profesi yang sering kali dianggap rendah dan diremehkan.

Guru disebut “pahlawan tanpa tanda jasa” karena membantu mencerdaskan anak bangsa. Profesi ini memiliki jasa yang tak ternilai dan tidak dapat diukur dengan materi. Dosen merupakan kaum intelektual yang bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menciptakan penelitian dan gagasan yang membantu memajukan bangsa. Guru menjadi fondasi dalam membentuk karakter, sedangkan dosen menjadi pilar pengetahuan bangsa.

Profesi guru dan dosen dapat diibaratkan sebagai jembatan yang menolong banyak orang menyeberang menuju masa depan yang lebih baik. Dari tangan mereka lahirlah berbagai profesi seperti dokter, insinyur, hingga aparat negara. Tenaga pendidik merupakan ujung tombak kehidupan, yang bekerja dengan ikhlas, tanpa pamrih, dan tak kenal lelah. Namun, mengapa justru tenaga pendidik kerap disebut sebagai beban negara?

Faktanya, masih banyak guru dan dosen yang kesejahteraannya jauh dari kata layak. Mereka harus menyambung hidup dengan gaji pas-pasan, tetapi tetap dituntut untuk melahirkan generasi berkualitas. Ironisnya, tidak sedikit guru yang telah mengabdi puluhan tahun hanya menerima gaji sekitar tiga ratus ribu rupiah per bulan. Pertanyaannya, apakah kondisi demikian akan melahirkan “Indonesia emas” atau justru “Indonesia cemas”?

Gaji guru dan dosen bukanlah pengeluaran sia-sia. Mereka adalah investasi jangka panjang yang harus terus dipupuk demi menciptakan generasi yang lebih baik. Kesejahteraan tenaga pendidik sangat dibutuhkan agar lahir sumber daya manusia yang unggul demi mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus memajukan negara.


Penulis: Daini Rizki

Editor: Putri Ruqaiyah

19 September 2025

Lika-Liku Menjadi Mahasantri Sekaligus Mahasiswa

Foto: IST

www.lpmalkalam.com- Menjadi mahasantri adalah perjalanan yang penuh warna, perjalanan yang menuntut kesabaran, keteguhan, dan keseimbangan yang tidak sederhana. Sejak awal, langkah ini bukan hanya sekadar pilihan akademik atau spiritual, tetapi juga sebuah komitmen untuk menapaki dua jalan sekaligus, yaitu kehidupan kampus yang penuh dinamika dan dunia pesantren yang sarat nilai religius.

Setiap pagi dimulai lebih awal dibanding kebanyakan mahasiswa lain. Saat teman-teman kampus baru bersiap memulai hari, seorang mahasantri mungkin sudah menunaikan salat Subuh berjamaah, melanjutkan dengan mengaji, sebelum akhirnya berangkat ke kampus. Di sana, lautan tugas, diskusi, dan aktivitas organisasi menanti. Ritme ini menuntut manajemen waktu yang ketat. Tidak ada ruang untuk menunda.

Tantangan tidak hanya soal waktu. Dunia kampus dan dunia pesantren bagaikan dua kutub dengan karakter yang berbeda. Kampus mendorong kebebasan berpikir, gaya hidup yang lebih luas, serta pergaulan yang dinamis. Pesantren, sebaliknya, mengajarkan kesederhanaan, adab, dan ketundukan pada aturan. Di sinilah seorang mahasantri belajar menyeimbangkan diri: bagaimana tetap aktif di organisasi kampus tanpa mengurangi nilai-nilai pesantren, serta bagaimana membaur dengan teman kuliah sambil menjaga batas-batas yang telah diajarkan sejak awal.

Kadang rasa lelah datang bergelombang. Di satu sisi ada ujian tengah semester yang menuntut fokus penuh, di sisi lain ada kewajiban menghafal atau mengkaji kitab yang tidak bisa diabaikan. Malam hari yang seharusnya menjadi waktu istirahat, sering kali berubah menjadi ruang untuk mengejar tugas kuliah atau menyelesaikan hafalan. Namun, justru dari kelelahan itu tumbuh kekuatan baru, yakni kesadaran bahwa perjuangan tidak selalu nyaman, dan keberhasilan lahir dari pengorbanan.

Di balik segala kesulitan, ada kebanggaan tersendiri. Mahasantri belajar mandiri, mengasah kemampuan mengatur waktu, dan melatih mental agar tetap tegar. Ketika akhirnya menengok ke belakang, semua kelelahan dan air mata berubah menjadi cerita indah tentang keteguhan hati. Menjadi mahasantri bukan hanya sebuah gelar, melainkan proses pembentukan diri menjadi insan yang siap menebarkan cahaya ilmu dan akhlak di tengah masyarakat.


Penulis: Rusmawati

Editor: Putri Ruqaiyah

17 September 2025

Belajar dari Setiap Persinggahan Hidup


 

Foto: Pixabay
www.lpmalkalam.com- Hidup adalah perjalanan panjang yang tidak pernah bisa kita tebak alurnya. Hidup ibarat sebuah jalan dengan banyak persimpangan, tanjakan, turunan, bahkan kadang jalan buntu yang memaksa kita berhenti sejenak untuk mencari arah baru. Setiap fase kehidupan yang kita lalui dapat disebut sebagai persinggahan. Ada persinggahan yang penuh dengan kebahagiaan, ada yang di balut tangisan, dan ada pula yang sekedar menjadi tempat singgah sebentar untuk kita beristirahat. Dari setiap persinggahan itulah manusia belajar, tumbuh, dan perlahan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Sering kali kita merasa nyaman pada persinggahan tertentu. Misalnya, ketika berada pada masa-masa penuh pencapaian atau saat dikelilingi orang-orang yang kita cintai. Namun, hidup tidak pernah berhenti. Kita dipaksa untuk terus bergerak, meninggalkan kenyamanan, dan terus melangkah menuju persinggahan berikutnya. Pada titik ini, banyak orang merasa berat hati. Padahal, di situlah letak pembelajarannya bahwa hidup bukan sekedar soal bertahan di satu titik, melainkan soal keberanian untuk terus melanjutkan perjalanan. 

Setiap persinggahan bahagia mengajarkan kita tentang rasa syukur. Ia mengingatkan bahwa hidup tidak selalu keras karena selalu ada ruang untuk merayakan. Kebahagiaan sekecil apapun adalah hadiah yang patut disyukuri. Di sisi lain, persinggahan yang penuh luka dan kegagalan pun punya nilai yang tidak kalah penting. Kegagalan melatih kita untuk lebih sabar, lebih kuat, dan lebih berlapang dada menerima kenyataan. Dari kegagalan, kita belajar bahwa tidak semua yang kita rencanakan akan berjalan sesuai kehendak. Namun, justru ketidaksempurnaan itulah yang membentuk kekuatan sejati dalam diri kita.

Hidup juga mengajarkan bahwa setiap orang memiliki persinggahannya masing-masing. Ada yang singgah di fase kesulitan ekonomi, ada yang singgah di masa kehilangan orang terkasih, dan ada pula yang singgah di ruang kesepian meski dikelilingi banyak orang. Tidak ada yang sama, tetapi semua punya pelajaran masing-masing. Maka, seharusnya kita tidak perlu membandingkan perjalanan hidup kita dengan orang lain. Setiap perjalanan unik dan setiap persinggahan punya waktu sendiri. 

Yang sering lewat dari kita adalah momen-momen kecil di persinggahan hidup. Kita mengejar hal-hal besar, padahal banyak hikmah yang bersembunyi di kejadian tersebut. Sebuah senyuman yang tulus, sapaan hangat dari teman lama, bahkan kesalahan kecil yang membuat kita malu semua itu adalah persinggahan yang patut kita syukuri karena menjadi bahan refleksi. Hal-hal kecil itulah yang seringkali membekas, bahkan lebih dari lama dari pencapaian besar sekali pun. 

Pada akhirnya, hidup adalah rangkaian perjalanan dari satu persinggahan ke persinggahan lain. Setiap fase adalah guru setia, sedangkan pengalaman adalah buku pelajaran. Kita tidak bisa mengulang waktu, tetapi kita bisa mengambil hikmah darinya. Jika diibaratkan, hidup adalah sebuah kereta yang berhenti di berbagai stasiun. Ada stasiun yang ramai, penuh tawa, ada pula yang sepi, dingin, bahkan menakutkan. Namun, kereta tetap harus berjalan. Dan kita sebagai penumpang harus siap untuk belajar dari setiap pemberhentian, karena perjalanan hanya akan selesai saat kereta berhenti di tujuan terakhir. 

Maka, jangan pernah menganggap remeh setiap persinggahan hidup. Syukuri yang membahagiakan, terima yang menyakitkan, dan nikmati yang sederhana. Karena justru dari kumpulan persinggahan itulah terbentuk pribadi yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap menghadapi perjalanan berikutnya. 

Hidup memang singkat, tapi setiap persinggahan membuatnya penuh dengan makna.


Penulis: Juramaida Ziliwu
Editor: Tiara Khalisna

25 Agustus 2025

Indonesia Terjerat dalam Belenggu Kekuasaan bahkan di Era Kemerdekaan

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com - Indonesia sebagai negara kepulauan yang saat ini memiliki 38 provinsi dan 17.508 pulau dengan 10 diantaranya berada di perbatasan maritim dan 3 diantaranya berada di perbatasan darat negara tetangga. Siapa yang menyangka bahwa tanah air Indonesia dulunya hanya berasal dari dua benua yaitu Sunda Shelf (Paparan Sunda) dan Sahul Shelf (Paparan Sahul). Saat itu, Paparan Sunda menghubungkan wilayah Indonesia bagian barat (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan) dengan daratan Asia, sedangkan Paparan Sahul menghubungkan Indonesia bagian timur (Papua) dengan daratan Australia. Karena pemanasan global permukaan air laut naik secara signifikan pertahunnya hingga banyaknya dataran yang tenggelam sehingga terbentuknya pulau-pulau saat ini.  

Pada abad ke-19 negeri ini juga telah memiliki berbagai sebutan sebelum akhirnya disebut dengan Indonesia. Terdapat berbagai nama terdahulu dari bangsa ini seperti Hindia Timur, Nusantara, serta dua nama yang diusulkan oleh George Samuel Windsor Earl yang berasal dari Inggris yaitu "Indunesia" dan "Melayunesia". Selain nama-nama yang telah disebutkan masih banyak lagi penyebutan wilayah ini. Hingga pada akhirnya James Richardson Logan, yaitu seorang antropolog, melalui konsistensi dalam menuliskan nama "Indonesia" di dalam karya tulisnya menjadikan sebutan itu sebagai nama wilayah yang disebutkan (Indonesia). Nama "Indonesia" dipilih setelah melakukan perubahan bunyi fonem /u/ menjadi /o/ karena lebih mudah diujarkan oleh penduduk lokal. Meskipun nama tersebut berasal dari warga negara asing, di negara ini orang pertama yang menggunakan nama "Indonesia" ialah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara tepatnya pada tahun 1913.

Setelah melewati sejarah terbentuknya wilayah dan nama negara Indonesia yang kaya akan rempahnya, menjadikannya banyak didatangi oleh warga negara asing. Salah satunya berasal dari Belanda. Siapa yang tidak mengetahui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang akrab dikenal sebagai perampok tersadis dalam sejarah. Tidak bisa dipungkiri bahwa dahulu saat Belanda masih berada di Indonesia, VOC yang merupakan sebuah perusahaan dagang milik Belanda yang telah berdiri dari tahun 1602 dianggap jahat oleh penduduk pribumi karena mencuri harta (berupa rempah) milik Indonesia. Sejak berada di Sekolah Dasar (SD)/sederajat masyarakat Indonesia sudah ditanamkan bahwa warga Belanda telah melakukan kerja paksa atau dikenal dengan kerja rodi tanpa digaji.

Kerja rodi ini awalnya terjadi karena Daendels  yang saat itu menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang meminta warga Indonesia untuk membangun jalan dengan jarak 1000 Kilometer (KM) tepatnya dari Anyer—Panarukan. Dengan kabar bahwa pembangunan tersebut tidak dibayar sehingga seolah menjadi kerja paksa yang dilakukan pribumi. Padahal faktanya adalah pada tahun 1808 Daendels telah memberikan uang sebesar RM30,000 masa itu yang diberikan kepada bupati yang hingga saat ini tidak diketahui namanya. Sadisnya ialah justru perampok tersebut berasal dari kaum yang sama dengan keturunan yang sama. Warga Indonesia yang memegang kekuasaan justru menjadi tikus yang siap memakan apapun yang menurutnya baik (terlebih soal kertas) apalagi dengan nilai tinggi. Seolah sejauh ini sejarah hanya ditulis oleh pemenang yang ingin menampakkan sisi positifnya. 

Saat ini banyak yang sudah menyadari bahwa ternyata rakyat Indonesia justru ditindas sesamanya. Akankah ini prediksi Bapak Proklamator yang mengatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri." Menanggapi beberapa kalimat sebelumnya bisa saja bukti pembayaran Bupati kepada rakyatnya tidak terarsip baik, jika hal demikian terjadi anggaplah tadi ialah dongeng pembelajaran. Jika hal tersebut benar adanya, maka hentikan rantai ketamakan tersebut.

Saat ini, bahkan kemerdekaan ke-80 tahun, rakyat justru meringis tertindas. Begitu banyak penindasan yang dilakukan para "Pejabat," maaf "Oknum pejabat," yang menjelma seekor tikus hanya saja perampakannya lebih rapi. Bahkan kasus pembunuhan yang dilakukan kaum berseragam kepada pihak sesamanya. 

Pada hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke-80 tahun, dengan jiwa patriotisme sebagai warga negara mari kita satukan tekad mencintai tanah air dengan sepenuhnya. Menjadi pengeras suara demi kesejahteraan bersama dan secara perlahan membuat para mereka yang "Haus," (jabatan mungkin demi kertas bernilai) mampu mengelola pikiran dengan benar bahwa semuanya akan kembali pada rakyat termasuk uang pajak dan bukan pada mereka yang, "Haus." Semoga selama 80 tahun kemerdekaan NKRI hukum juga akan tajam (tidak tumpul) ke atas bukan hanya tajam kebawah (hanya tumpul dibawah). Tulisan ini mungkin terlalu sensitif dalam menyambut hari kemerdekaan, tapi pada kenyataannya hal itulah yang terjadi. Mari kita rayakan kembali HUT NKRI Ke-80 seolah telah ikut berjuang dengan pahlawan demi merebutkan kemerdekaan.


Penulis: Ririn Dayanti Harahap 

Editor: Tiara Khalisna

23 Agustus 2025

Budaya adalah Warisan Leluhur: Jangan Sampai Dilupakan!

Foto: Infocavit.com

www.lpmalkalam.com - Negara Indonesia adalah negara yang sangat terkenal akan keberagamannya, baik itu keberagaman suku, budaya, agama, ras, dan masih banyak lagi. Semua itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi bangsa kita. Akan tetapi, banyak keberagaman yang hampir hilang dan dilupakan, salah satunya adalah kebudayaan Pakpak Barat, Sumatera Utara, sebuah warisan leluhur yang jarang disebut apalagi dipelajari.

Budaya Pakpak bukan sekadar lagu daerah, makanan khas, atau tarian tradisionalnya saja, melainkan juga kebiasaan sosial dalam bermasyarakat. Namun, generasi sekarang kebanyakan sudah mengikuti gaya hidup sebagaimana yang ada di media sosial. Mereka bahkan lebih fasih menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris, lebih hafal nama-nama makanan yang ada di restoran, sampai-sampai lupa dengan lagu daerah sendiri, lupa dengan nama makanan khas daerah sendiri, dan masih banyak lagi.

Kalau pun mau disalahkan, tidak bisa menyalahkan siapa pun. Sebab, yang namanya perkembangan zaman itu pasti ada, sehingga seiring waktu dunia pasti berubah. Tetapi, pertanyaannya apakah kita harus melupakan budaya kita sendiri agar bisa disebut maju? Rasanya tidak. Justru di tengah gempuran budaya luar, di tengah perkembangan zaman, kita harus mampu berdiri tegak membawa jati diri untuk mempertahankan budaya.

Melestarikan budaya tidak harus dengan hal-hal besar, bisa dimulai dari hal-hal kecil, misalnya berbicara dengan bahasa daerah jika sama-sama mengerti, memposting di media sosial jika ada acara adat seperti upacara, atau mengenalkan kepada kawan-kawan asal usul kita. Dalam hal ini, pemerintah dan lembaga pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting, bukan hanya di acara tahunan saja, melainkan juga dalam membuka ruang sebagai wadah untuk mempelajari kebudayaan itu sendiri.


Penulis: Arrahmadan Jaminur Berutu

Editor: Putri Ruqaiyah

15 Agustus 2025

Stereotip dan Prasangka Negatif: Tantangan dalam Keberagaman Manusia

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com-  Allah SWT telah menciptakan manusia dengan berbagai macam suku, bangsa, warna kulit, dan bahasa. Tidak ada manusia yang memiliki kesamaan identik, karena pada dasarnya setiap individu memiliki ciri khas tersendiri, baik secara fisik maupun kepribadian. Penjelasan tentang perbedaan antarsesama manusia ini sudah tertera di dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13. Tujuan dari penciptaan manusia yang berbeda-beda ini adalah agar manusia dapat saling mengenal, saling memahami, dan saling menghargai.

Namun, alih-alih mengingat tujuan diciptakannya manusia dengan perbedaan untuk saling mengenal dan menghargai, kondisi di masyarakat saat ini justru sebaliknya. Di zaman sekarang, justru timbul yang namanya stereotip terhadap suatu kelompok. Menurut Samovar & Porter, stereotip adalah persepsi atau kepercayaan yang dianut mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Stereotip ini identik dengan perbedaan ras, etnis, suku, maupun kelompok kepercayaan/agama.

Stereotip juga sering kali dikaitkan dengan hal-hal yang bernuansa negatif. Salah satu contohnya adalah stereotip terhadap orang India. Di Indonesia, orang India sering disebut dengan “Vrindavan” dan kerap kali dikaitkan dengan kemiskinan serta lingkungan yang kotor dan kacau. Stereotip tersebut menyebar dan dipercaya di kalangan masyarakat tanpa adanya verifikasi atau pengamatan yang lebih lanjut. Padahal, Vrindavan sendiri adalah sebuah kota di India yang dianggap sebagai salah satu tempat suci dalam agama Hindu karena berkaitan erat dengan kehidupan Dewa Krishna. Sebutan “Vrindavan” untuk orang India di Indonesia muncul karena pengaruh seri animasi mitologi Hindu berjudul Little Krishna yang dulu kerap tayang di televisi Indonesia.

Selain orang India, agama Islam juga kerap dikaitkan dengan stereotip negatif, terutama di luar negeri. Faktanya, Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia dengan jumlah penganut sekitar 1,8 miliar orang, tidak terlepas dari pandangan negatif. Bahkan, muncul istilah Islamophobia sebagai bukti adanya prasangka buruk terhadap agama Islam dan umat muslim.

Dari contoh-contoh tersebut, dapat kita ketahui bahwa prasangka negatif hampir selalu muncul terhadap suatu kelompok masyarakat, bahkan untuk kelompok mayoritas sekalipun. Oleh karena itu, kita tidak boleh terbawa arus dan menerima begitu saja semua prasangka negatif tersebut tanpa informasi yang benar dan terpercaya. Kita harus bisa membedakan antara kewaspadaan dan prasangka buruk.

Untuk menghindari prasangka buruk, kita dapat menelusuri kembali asal-usul munculnya stereotip negatif yang ada. Periksa apakah stereotip tersebut berasal dari fakta dan pengalaman, atau hanya sekadar cerita dan kabar burung. Carilah informasi yang benar, beragam, dan pahami latar belakang serta sejarah suatu kelompok. Kita juga harus memandang setiap orang sebagai individu yang unik, bukan sekadar perwakilan dari kelompoknya. Dengan cara ini, kita dapat menyaring stereotip negatif yang muncul, sehingga tidak selalu memandang suatu kelompok secara negatif.


Penulis: Najwa Aulia Putri

Editor: Putri Ruqaiyah

06 Agustus 2025

Kelalaian Salat di Kalangan Mahasiswa Gen Z, Tanda Krisis Spiritual?

 
Foto: Muhammad Izzat Saputra

www.lpmalkalam.com - Salat merupakan kewajiban utama bagi setiap Muslim. Namun, di tengah kesibukan perkuliahan dan arus digital yang terus mengalir, banyak mahasiswa generasi Z yang mulai melalaikan kewajiban ini. Gaya hidup instan, tekanan akademik, dan distraksi dari media sosial menjadi beberapa penyebab yang sering diabaikan.

Dikutip dari laman resmi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI), yakni bimasislam.kemenag.go.id, salat memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan menjaga stabilitas emosi seseorang. Namun, sayangnya banyak generasi muda saat ini yang cenderung menomorduakan kewajiban tersebut karena terpengaruh oleh budaya instan dan kurangnya kesadaran spiritual.

Dalam keseharian, tidak sedikit mahasiswa yang lebih memilih menyelesaikan tugas atau berselancar di media sosial ketimbang menyegerakan sholat. Bahkan, sebagian menunda hingga waktu salat habis.

“Kadang niatnya mau salat setelah nugas, tapi malah ketiduran atau kelupaan,” ungkap seorang mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.

Kelalaian seperti ini jika dibiarkan berlarut-larut bisa menjadi kebiasaan yang membahayakan. Bukan hanya secara spiritual, tetapi juga berdampak pada mental dan keseimbangan hidup mahasiswa. Salat seharusnya menjadi jeda untuk menenangkan hati, bukan beban yang justru ditinggalkan.

Beberapa kampus sudah mulai menyadari fenomena ini dengan mendorong mahasiswa lebih disiplin dalam menjalankan ibadah. Misalnya dengan menyediakan ruang ibadah yang nyaman, jadwal istirahat yang ramah waktu salat, serta kegiatan pembinaan rohani yang lebih menarik bagi anak muda.

Di era serba cepat ini, menjaga salat justru menjadi ujian nyata bagi generasi muda. Apakah mereka tetap mampu menempatkan kewajiban spiritual di atas godaan dunia yang tak ada habisnya? Pertanyaan ini menjadi refleksi bersama, terutama bagi mahasiswa yang sedang meniti masa depan.


Penulis: Muhammad Izzat Saputra

Editor: Tiara Khalisna

04 Agustus 2025

Dampak Kebijakan PPATK pada Rekening Masyarakat: Tabungan Anak dan Dana Mendesak Terpengaruh

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com - Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam membekukan rekening sebagai upaya pencegahan pencucian uang telah memberikan efek besar pada masyarakat. Beberapa orang mengadukan bahwa rekening pribadi mereka, termasuk simpanan untuk biaya sekolah anak dan dana keperluan mendadak, tiba-tiba tidak dapat digunakan. Meskipun maksud dari kebijakan ini adalah untuk menjaga keamanan sistem keuangan, dampaknya telah menimbulkan kegelisahan di antara para pemilik rekening yang merasa terperangkap dalam mekanisme yang tidak transparan.

PPATK menjelaskan bahwa pembekuan rekening dilakukan untuk mengawasi transaksi yang dianggap mencurigakan dan menghindari kemungkinan tindakan kriminal di bidang keuangan. Akan tetapi, banyak orang berpendapat bahwa sistem yang berlaku saat ini belum memadai untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Dana darurat yang seharusnya tersedia kapan saja saat diperlukan, kini berpotensi tertunda, sementara tabungan pendidikan anak yang telah dipersiapkan dengan matang juga tidak bisa diakses.

Tanggapan negatif terhadap kebijakan ini semakin meningkat, dengan banyak pihak yang mendesak adanya pembenahan pada sistem pemeriksaan dan proses pembukaan rekening. Para pakar keuangan dan pembela hak masyarakat menyoroti pentingnya mencapai keseimbangan antara mencegah tindakan kriminal di sektor keuangan dan melindungi hak-hak konsumen. Mereka meminta PPATK untuk menciptakan sistem yang lebih transparan dan responsif agar rekening yang memiliki kepentingan vital tidak diblokir tanpa alasan yang jelas.

Seiring dengan bertambahnya keluhan di berbagai platform media sosial, terlihat bahwa kebijakan ini masih menuai berbagai reaksi dari masyarakat, baik yang positif maupun negatif. Beberapa orang kini merasa khawatir dan berencana untuk memindahkan dana mereka ke rekening dengan keuntungan yang lebih baik atau menarik dana secara berkala untuk menghindari risiko pemblokiran secara tiba-tiba. Meskipun tujuan dari kebijakan ini baik, perlu dilakukan evaluasi agar tidak berdampak buruk bagi mereka yang menabung dengan bertanggung jawab dan memerlukan akses ke dana mereka.


Penulis: Aprilia Fira Purnama

Editor: Tiara Khalisna

03 Agustus 2025

Bunga Telang: si Biru Cantik yang Kaya Manfaat

Foto: Halifah Tarisa Hani

www.lpmalkalam.com- Di balik kelopak birunya yang mencolok, bunga telang menyimpan segudang manfaat. Tidak hanya digunakan sebagai tanaman hias, bunga ini juga semakin populer di dunia kuliner dan kesehatan, terutama di Indonesia. Bunga telang banyak tumbuh liar, namun belakangan mulai dibudidayakan karena potensi alamnya yang luar biasa.

Bunga telang merupakan tanaman merambat yang berasal dari wilayah Asia tropis, termasuk Indonesia. Bunganya berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna biru tua sedikit ungu, dengan gradasi putih di bagian tengah. Bentuknya yang unik menjadikannya mudah dikenali. Nama latinnya adalah Clitoria ternatea. Tanaman ini tumbuh subur di iklim hangat, sehingga cocok ditanam di pekarangan rumah atau dijadikan tanaman pagar.

Bukan hanya sekadar cantik, bunga ini juga kaya manfaat. Menurut Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, Ph.D., ahli gizi dari IPB, “Bunga telang mengandung senyawa antosianin yang tinggi, yang berfungsi sebagai antioksidan kuat untuk melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas.” Kandungan flavonoid dan antosianin dalam bunga telang bermanfaat untuk menjaga kesehatan mata, mengurangi peradangan, dan merangsang regenerasi sel kulit.

Tanaman ini sangat mudah ditanam di pekarangan rumah. Cukup menanam bijinya di tanah yang terkena sinar matahari langsung, lalu sediakan rambatan seperti tali atau pagar. Siram dua kali sehari, dan dalam beberapa minggu tanaman akan berbunga indah.

Bunga telang adalah contoh nyata bagaimana alam menyediakan keindahan sekaligus manfaat bagi manusia. Dari tampilan estetik hingga khasiat kesehatan, bunga telang cocok digunakan dalam gaya hidup sehat dan alami. Seperti kata Dr. Siti Muslimah, herbalis dan praktisi tanaman obat, “Kembali ke alam bukan sekadar tren, tetapi pilihan sadar untuk hidup lebih sehat dan harmonis.”


Penulis: Halifah Tarisah Hani

Editor: Putri Ruqaiyah
 

02 Agustus 2025

Harga Mahal, Kualitas Diragukan: Saatnya Konsumen Bijak Memilih UMKM daripada Tren Influencer

Foto: Qurrata A'yuni

www.lpmalkalam.com- Belakangan ini, sedang ramai dibicarakan publik tentang jualan influencer yang  overprize berkedok bahan premium, pasalnya harga produk yang dijual ini tidak sesuai dengan kualitas yang diberikan, terutama ketika dibandingkan dengan jajanan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang lebih terjangkau dan terjamin kualitasnya. Namun, yang menjadi daya tarik dari influencer sendiri adalah cara yang mereka punya untuk menarik minat pembeli dengan gaya promosi yang menarik. 

Salah satu faktor utama mengapa orang memilih untuk membeli produk dari influencer yaitu karena FOMO (fear of missing out) atau merasa "takut" tertinggal karena tidak mengikuti sesuatu. Hal ini membuat banyak orang merasa tertarik untuk mencoba, meskipun harganya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jajanan UMKM. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk menjadi bagian dari tren ini sering kali mendorong pembeli untuk mengeluarkan uang lebih.

Ketika dagangan influencer sedang menjadi topik hangat, jualan UMKM menjadi kurang dilirik. Padahal jika diperhatikan, selain harganya yang terjangkau dagangan UMKM ini sendiri memiliki ciri khas dalam rasa dan keunikan tersendiri dalam memberikan pengalaman kuliner yang lebih kaya. Selain itu, membeli dari UMKM juga berarti mendukung usaha kecil dan lokal, yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ini adalah nilai tambah yang sering kali diabaikan oleh pembeli yang terjebak dalam tren influencer.

Mari menormalisasikan membeli di pedagang UMKM, bukan hanya untuk mendukung usaha mereka, namun juga menjaga ekonomi kita agar tetap stabil. Jajanan UMKM juga tidak hanya menawarkan harga yang lebih bersahabat, tetapi juga pengalaman yang lebih autentik dan mendukung komunitas lokal. Dengan semakin banyaknya orang yang menyadari hal ini, diharapkan akan ada pergeseran dalam preferensi konsumen menuju pilihan yang lebih bijak dan berkelanjutan.


Penulis: Qurrata A'yuni

Editor: Tiara Khalisna

30 Juli 2025

Resmi Diluncurkan 17 Agustus 2025, Payment ID Jadi Sistem Pembayaran Nasional: Solusi Digital atau Ancaman Privasi?



Foto: CNN Indonesia

www.lpmalkalam.com- Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan Payment ID, sebuah sistem pembayaran nasional yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada 17 Agustus mendatang. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan transparansi dan keamanan dalam transaksi keuangan digital. Namun, keberadaannya juga menimbulkan kekhawatiran terkait privasi data pengguna. Dengan kemampuan untuk melacak riwayat transaksi, Payment ID diharapkan dapat mencegah praktik penipuan dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan. Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan sejauh mana data pribadi masyarakat akan terlindungi dalam sistem ini.

Peluncuran Payment ID yang bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia menjadi sorotan utama dalam dunia keuangan digital. Sistem ini, yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, bertujuan untuk mengintegrasikan data keuangan masyarakat menggunakan NIK sebagai identitas tunggal. Melalui Payment ID, BI berharap dapat memantau seluruh transaksi keuangan secara real-time, mulai dari pemasukan dan pengeluaran, hingga aktivitas yang berisiko seperti perjudian daring dan pinjaman ilegal.

Akan tetapi, di balik berbagai manfaat yang ditawarkan, muncul kekhawatiran yang serius mengenai perlindungan data pribadi. Masyarakat mulai mempertanyakan bagaimana data mereka akan dikelola dan diamankan. Bank Indonesia menegaskan bahwa akses terhadap data yang terhubung dengan Payment ID hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari pemilik data, serta sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Meski begitu, sebagian masyarakat tetap meragukan keamanan data mereka dalam sistem yang terintegrasi ini.

Dudi Dermawan, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, menjelaskan bahwa Payment ID akan berfungsi sebagai alat autentikasi dan identifikasi profil pengguna dalam sistem pembayaran. Dengan sistem ini, lembaga keuangan dapat menilai profil calon nasabah secara lebih menyeluruh. Namun, hal ini juga memunculkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Seiring dengan semakin dekatnya waktu peluncuran, diskusi mengenai Payment ID semakin menghangat. Berbagai pihak menyampaikan pandangannya terkait upaya menyeimbangkan inovasi digital dengan perlindungan hak privasi warga negara. Masyarakat diharapkan dapat memahami secara menyeluruh implikasi dari penerapan sistem ini sebelum diimplementasikan secara luas.


Penulis: Aprillia Fira Purnama

Editor: Putri Ruqaiyah

29 Juli 2025

Influencer Digital: Peluang Karir atau Ilusi Gaya Hidup Anak Muda di Era Teknologi?

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com- Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan tidak dapat dipungkiri kemajuannya telah menghasilkan peningkatan dalam agensi pemasaran. Tidak heran, profesi influencer saat ini digandrungi anak muda sebagai sebuah pilihan karir.

Dikutip dari hasil riset Tirto.id dan Jakpat, menurut Tania, narasumber sekaligus pelajar SMA asal Bogor, influencer merupakan peluang karir yang menjanjikan di masa depan. Dengan modal ponsel pintar untuk menyunting konten, ia merasa siapapun kini bisa jadi influencer. Meski demikian, Tania mengaku keinginannya memang masih jauh dari tujuan. Pasalnya, dia menilai, dengan followers di Instagram dan TikTok pribadinya yang masih di bawah angka lima ribu, masih sulit baginya untuk dilirik jenama ternama. 

"Sejujurnya, kalau mau hasilin uang dari influencer ya kerja samanya sama brand yang udah gede-gede, tapi aku masih belum sampai sana deh," ujarnya.

Mayoritas responden mengaku ingin menjadi influencer utamanya karena jam kerja yang fleksibel, di atas alasan finansial. Namun, masih banyak juga responden juga percaya profesi influencer adalah karir yang menjanjikan secara finansial. Hal itu tampaknya tercermin dari pandangan bahwa influencer mampu membuka peluang kerja sama dengan berbagai jenama ternama. Sebanyak 66,48% dari 1.250 responden usia 16–45 tahun mengakui sangat ingin dan tertarik menjadi seorang influencer.

Tak hanya itu, kebanyakan responden survei (69,39%) juga mengaku mengikuti (mem-follow) akun influencer di media sosial. Tipe influencer fashion dan kecantikan (47,26%) serta influencer keuangan (45,63%) menjadi yang paling banyak diikuti responden di media sosial. Mayoritas responden yang mengikuti influencer fashion dan kecantikan adalah perempuan, sebaliknya, influencer keuangan banyak diikuti oleh laki-laki.

Kehadiran influencer turut membentuk perilaku pelaku usaha dalam menyusun strategi pemasaran. influencer juga punya efek dorong bagi perusahaan rintisan dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memperluas jangkauan pasar dengan lebih efektif dan efisien. Karena perkembangan digital yang pesat disertai pola konsumsi pasar yang semakin besar di ranah maya, profesi influencer diprediksi akan terus bertumbuh.


Penulis: Jati Mainah

Editor: Tiara Khalisna
 

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.