![]() |
| Foto: Razwa Syuib |
Tujuannya adalah untuk menjadi menelusuri lebih dalam sejarah yang melekat pada makam pendiri pertama Kerajaan Samudra Pasai yang menjadi salah satu situs bersejarah di Aceh Utara. Dalam kunjungan tersebut, Marzuki selaku penjaga situs bersejarah itu menjelaskan bahwa terdapat dua makam utama di komplek tersebut; makam pertama adalah Meurah Silu, bergelar Sultan Malikussaleh, pendiri pertama kerajaan Islam Samudra Pasai. Di sebelahnya terdapat makam putranya yang bernama Muhammad, Sultan kedua Samudra Pasai yang bergelar Sultan Muhammad Al- Malik Adz-Zahir.
Sultan Malikussaleh memerintah sejak 1267 M hingga 1297 M. Di masa kepemimpinannya, Samudra Pasai berkembang pesat menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara dengan pusat perdagangan yang ramai di pesisir utara Sumatera. Namun, kejayaan Samudra Pasai mulai memudar pada abad ke-14 akibat serangan dari Kerajaan Majapahit serta persaingan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya. Runtuhnya Samudra Pasai juga dipengaruhi oleh melemahnya pemerintahan dan konflik internal di kalangan bangsawan kerajaan.
Sultan Malikussaleh dikenal dengan sebutan Al-Fatih, yang berarti penakluk. Namun, penaklukan yang dimaksud bukan melalui peperangan atau pertumpahan darah, melainkan melalui akhlakul karimah atau budi pekerti. Dengan keteladanan beliaulah penduduk lokal tersentuh hatinya untuk memeluk islam dengan suka rela tanpa adanya paksaan.
![]() |
| Foto: Razwa Syuib |
Marzuki menuturkan, ”Sekarang banyak buku sejarah yang isinya bercampur, ada yang mengatakan bahwa Sultan Malikussaleh baru memeluk Islam. Padahal, itu tidak benar,” ujarnya. Jika di perhatikan, di batu nisan beliau tertulis gelar Al-Hasib An-Nasib yang berarti beliau berasal dari keturunan mulia dan terhormat. Bahkan, kakeknya berasal dari Yaman, sehingga dapat dipastikan beliau telah memeluk Islam sejak awal.
Selain berbagi kisah sejarah, Marzuki juga menyampaikan harapan agar pemerintah lebih peduli terhadap situs Makam Sultan Malikussaleh. Marzuki berharap makam tersebut dapat dilestarikan dan dikelola dengan baik sebagai warisan sejarah Islam di Nusantara. "Kalau di Jawa, tempat-tempat bersejarah dirawat dan dijaga dengan baik. Kami berharap Makam Sultan Malikussaleh juga mendapat perhatian yang sama dari pemerintah karena nilai sejarahnya sangat besar bagi generasi muda," ungkapnya
Kegiatan kunjungan seperti ini menjadi sarana pembelajaran untuk mengenal lebih dekat sejarah Islam di Nusantara. Melalui penjelasan yang disampaikan, pengunjung tidak hanya memahami perjalanan sejarah Sultan Malikussaleh, tetapi juga meneladani sifat-sifat beliau yang patut kita contoh, seperti keadilan, keteladanan, dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Kunjungan ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan tokoh-tokoh Islam terdahulu di bumi Aceh.
Penulis: Razwa Syuib (Magang)




























