 |
Foto: Pexel |
www.lpmalkalam.com- Kau adalah pagi yang selalu hadir,
meski malam belum sempat menyembunyikan luka.
Dengan mata yang lelah dan tangan yang basah oleh peluh,
kau genggam hari-hariku dalam keheningan.
Ayah, kau adalah batu yang tak pernah runtuh,
meski badai sering mengetuk dadamu.
Jejak langkahmu mungkin tak selalu terasa,
tetapi tertanam dalam setiap keberanianku.
Ibu, bagiku kau samudera yang tak pernah kering,
menampung segala air mataku tanpa keluh kesah.
Dalam sunyi, kau peluk kesedihanku,
dan kau ajari aku caranya kuat tanpa membenci.
Kalian adalah rumah yang tak pernah lelah menunggu,
meski pintu kadang tertutup terlalu lama.
Kalian adalah doa yang tak pernah berubah arah,
meskipun aku sering aku sering tersesat di jalan yang salah
Waktu mungkin mencuri warna rambutmu,
dan menyisipkan nyeri di sendi tubuhmu.
Tapi senyum yang kau beri tak pernah tua,
tetap hangat seperti pagi pertama aku mengenal dunia.
Di balik nasihat yang kadang aku abaikan,
ada cinta yang tak tahu caranya berhenti.
Di balik tatapan yang kadang terlalu diam,
ada harapan yang terus menyalakan pelita hati.
Orang tua bukan hanya sepasang insan,
tapi dua semesta yang menyatukan hidup.
Dari kalian aku belajar tentang cinta yang tidak bersyarat,
tentang memberi tanpa perlu dihitung kembali.
Maaf jika aku tak selalu mengerti,
tentang perjuangan yang kau simpan sendiri.
Maaf jika aku kadang menengadah terlalu tinggi,
hingga lupa, ada tanganmu yang menopang dari bumi.
Hari ini mungkin aku bisa berdiri sendiri,
tapi itu karena dulu kalian merangkak menggantikan langkahku.
Jika hidup adalah buku,
maka kalian adalah halaman pertama yang tak akan pernah aku tinggalkan.
Terima kasih, Ayah.
Terima kasih, Ibu.
Tak akan cukup kata,
tapi biarlah cinta ini tumbuh setiap waktu.
Sumber: Rilis