HEADLINE

Latest Post
Loading...

30 April 2025

Tak Bernama di Rumah Sendiri

Foto: Pixabay.com
www.lpmalkalam.com-

Aku tumbuh dari sunyi yang panjang,

Di rumah yang penuh suara, tapi tak kupahami terang.

Ayah, Ibu, wajah kalian selalu kurindu,

Tapi cinta kalian seperti bayang ada, tapi tak menyentuhku.

Aku berjalan di lantai dingin tanpa pelukan,

Menata harapan yang gugur satu per satu di ruang makan.

Kalian bicara tentang masa depan,

Tapi tak pernah bertanya: “Apa kabarmu, nak?” dengan kehangatan.

Aku menyayangi kalian dalam diam,

Dalam doaku yang lirih saat malam menelan gemintang.

Namun semakin aku ingin dekat,

Semakin aku tahu: aku tak pernah jadi tempat kalian menetap.

Aku tak benci tidak akan pernah.

Tapi aku lelah mengeja cinta yang tak pernah selesai terbaca.

Maka jika nanti kita bertemu di jalan yang asing,

Biarkan aku jadi orang lain yang tak perlu kalian panggil dengan nama sendiri.


Sumber: Rilis

 

Tenang yang Retak Diam-Diam

Sumber: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Aku Taurus,

katanya sih keras kepala,

padahal aku hanya belajar bertahan

di tengah dunia yang tak pernah benar-benar ramah.

Hidupku terlihat simpel,

masalah besar kupeluk seperti kabut pagi..

diam, dingin,

dan akhirnya hilang begitu saja di mata mereka.

Mereka lihat aku tenang,

tapi tak tahu betapa sulitnya aku tidur semalam.

Mereka bilang aku kuat,

padahal aku bahkan tak tahu

bagaimana caranya pulih dari luka yang tak bernama.

Aku pendengar yang baik,

wadah bagi air mata orang lain,

penenang bagi yang patah,

namun tak pernah cukup berani

untuk menjadi lemah di depan siapa pun.

Aku ingin bicara,

tapi bibirku dikunci oleh rasa takut

akan tatapan yang menilai,

atau simpati yang terasa seperti belati.

Aku memeluk lukaku sendiri,

bukan karena aku tak butuh pelukan,

tapi karena aku terbiasa

merawat luka tanpa saksi.

Aku ingin melepaskan semuanya,

tapi tak tahu kepada siapa,

tak tahu bagaimana,

tak tahu kapan.

Aku terlihat kuat.

Tapi sungguh...

aku hanya manusia

yang belajar menyembunyikan rapuh.


Karya: Nurul Ain Qistina (Rilis)

29 April 2025

Di ujung asa, ada aku

Foto: Pixabay

 www.lpmalkalam.com-

Di dalam keindahan senjakutitipkan asa

Di atas langit tinggikutampungkan doa-doa 

yang nyaris padam

Seolah angin membawa bisik ragu yang menyayat

Namun langkahku tetap berdiri tegak

 

Mimpi-mimpi yang luka dan berdarahharapan 

tetap kupelukerat

Kupahat cahaya di dinding gelap kenyataan

Aku berlari di atas badai dan berteriak tekad

Meskipun gema enggan menjawab

 

Kugoreskan mimpi-mimpi di kanvas waktu

Dengan kuas luka dan tinta air mata

Angin malam merangkai bisikmengantar kabar 

getir ke sudut hati

Namun tetap kupeluk harappercaya cahaya 

menanti di ujung sana

 

Karena aku tahu

Di balik malam paling pekat

Fajar selalu datang dengan langkah hangat

Dan di ujung asa yang nyaris hilangada aku 

yang masih bertahan

 

Tak kudambakan jalan bertabur bintangcukup

Cukup peluh dan semangat yang enggan pulang

Sebab mimpi bukan siapa cepattapi siapa yang kuat

di tengah badai

 

Jadi bila kau tanya siapa aku

Aku adalah butiran debu di tengah ragu

Tak selalu kuattak pernah utuh

Tapi tak pernah benar-benar runtuh

 

Di ujung asa

Saat dunia membisu

Ingatlah aku, yang tetap berlari

Meski dengan napas patah-patah

 


Sumber: Rilis

Jejak Masa Depan di Gerbang Kampus

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com- Di gerbang kampus, langkah pertama terukir di atas jalanan yang penuh arti

Setiap batu trotoar bercerita tentang harapan

Belum terungkap, tentang mimpi yang baru akan dilahirkan

Lonceng pertama berdentang memanggil jiwa-jiwa muda yang penuh semangat

Di sini, tempat dimana ilmu bertemu tekad

Setiap detik adalah kesempatan baru untuk menampaki jejak masa depan yang cerah

Buku-buku terhampar, penuh harapan

Setiap halaman adalah petunjuk arah membuka cakrawala baru dalam pikiran

Menuntun langkah kaki menuju puncak impian

Tanpa ragu, tanpa henti, dan tanpa takut

Bersama sahabat, kita berbagi cerita

Tentang hari esok yang penuh tantangan

Di ruang-ruang perkuliahan kita menempa diri

Menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih baik

Dan di gerbang ini

kita menulis sejarah setiap usaha, setiap peluh, setiap tawa

Jejak masa depan yang kita tinggalkan terukir dengan indah

Di atas tanah kampus sebagai bekal untuk terbang menuju dunia

Masa depan tidak hanya menanti

Ia dibangun di sini, di setiap langkah kita

Di gerbang kampus, kita mulai perjalanan menjadi insan

Siap menyinari dunia dengan ilmu, semangat, dan keyakinan.


Sumber:Rilis

Langit yang Tak Pernah Retak

Foto: Pexel

 www.lpmalkalam.com- 

 Kau adalah pagi yang selalu hadir,

meski malam belum sempat menyembunyikan luka.

Dengan mata yang lelah dan tangan yang basah oleh peluh,

kau genggam hari-hariku dalam keheningan.

Ayah, kau adalah batu yang tak pernah runtuh,

meski badai sering mengetuk dadamu.

Jejak langkahmu mungkin tak selalu terasa,

tetapi tertanam dalam setiap keberanianku.

Ibu, bagiku kau samudera yang tak pernah kering,

menampung segala air mataku tanpa keluh kesah.

Dalam sunyi, kau peluk kesedihanku,

dan kau ajari aku caranya kuat tanpa membenci. 

Kalian adalah rumah yang tak pernah lelah menunggu,

meski pintu kadang tertutup terlalu lama.

Kalian adalah doa yang tak pernah berubah arah,

meskipun aku sering aku sering tersesat di jalan yang salah 

Waktu mungkin mencuri warna rambutmu,

dan menyisipkan nyeri di sendi tubuhmu.

Tapi senyum yang kau beri tak pernah tua,

tetap hangat seperti pagi pertama aku mengenal dunia.

Di balik nasihat yang kadang aku abaikan,

ada cinta yang tak tahu caranya berhenti.

Di balik tatapan yang kadang terlalu diam,

ada harapan yang terus menyalakan pelita hati.

Orang tua bukan hanya sepasang insan,

tapi dua semesta yang menyatukan hidup.

Dari kalian aku belajar tentang cinta yang tidak bersyarat,

tentang memberi tanpa perlu dihitung kembali.

Maaf jika aku tak selalu mengerti,

tentang perjuangan yang kau simpan sendiri.

Maaf jika aku kadang menengadah terlalu tinggi,

hingga lupa, ada tanganmu yang menopang dari bumi.

Hari ini mungkin aku bisa berdiri sendiri,

tapi itu karena dulu kalian merangkak menggantikan langkahku.

Jika hidup adalah buku,

maka kalian adalah halaman pertama yang tak akan pernah aku tinggalkan.

Terima kasih, Ayah.

Terima kasih, Ibu.

Tak akan cukup kata,

tapi biarlah cinta ini tumbuh setiap waktu.


Sumber: Rilis

21 April 2025

Cahaya Kartini

Foto: Pixabay.com
www.lpmalkalam.com- 

Kala fajar merekah di langit nusantara,

Terpatri satu nama dalam jiwa bangsa,

Raden Ajeng Kartini bunga dari Jepara,

Mekar tak hanya indah, tapi juga bermakna.

Di balik dinding keraton yang bisu,

Ia menulis, merangkai rindu dan ilmu,

Tentang hak perempuan yang tertindas waktu,

Tentang mimpi yang ingin menyatu dengan restu.

Ia bukan pejuang dengan senjata tajam,

Namun tulisannya menembus batas dan malam,

Menggugah hati yang lama terdiam,

Mengajak perempuan berdiri dengan senyap yang dalam.

"Habislah gelap, datanglah terang,"

Bukan sekadar kalimat, tapi kobaran semangat yang tak hilang,

Ia ingin perempuan punya ruang dan peluang,

Untuk berpikir, bermimpi, dan bersinar gemilang.

Kini, setiap 21 April disapa dengan bangga,

Kartini hadir dalam sosok yang nyata,

Di wajah guru, dokter, penulis, dan pemimpin bangsa,

Yang tak lagi takut melangkah karena keyakinan membara.

Wahai Kartini, bunga abadi nusantara,

Jejakmu kami jaga, semangatmu kami rawat dengan doa,

Perjuanganmu tak sia-sia,

Karena perempuan kini bisa… berdiri sejajar dengan pria.


Karya: Putri Ruqaiyah

26 Februari 2025

Bahtera yang tak kurindukan

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Di alunan malam yang meliput lara

Terlihat cahaya indah di ujung sana

Di mana cakrawala di penuhi bintang bintang di angkasa malam.

Aku bertanya pada gelisah bisakah 

Redam walau sejenak, tetapi dia malah memancing setitik amarah di balik api

Jiwa ini terus bersenandika seolah mencari penawar di tengah berisiknya kepala dimana ia hanya menggenggam erat penguat yang ia sebut "ketenangan"

Ada apa di ujung laut sana seolah di peluk erat oleh senja, kita menganggap bahwa mereka begitu dekat dan serasi dengan panorama nya terlihat sangat erat, berdampingan, bahkan saling melengkapi 

Nyatanya sangat jauh begitu jauh bahkan tak nyata.

Namun aku sadar bahwa bentala tidak salah jika dia tidak bisa memeluk semesta bukan, namun tidak bisa ku pungkiri bahwa

Atmaku Masi terbelunggu dan tenggelam dalam kisah pilu itu. 

Dan bukan salah bulan jika cahayanya redup di kala malam karna sejatinya ia tau 

Bahwa keindahan itu terkadang tidak harus dengan di lihat melainkan di rasakan.


Karya: Salsabella Rizki

25 Februari 2025

Ramadan Tanpa Kehilangan

Foto: Pixabay.com
www.lpmalkalam.com-

Tuhan, jika boleh aku meminta,

biarkan Ramadan ini tetap sama.

Tak berkurang satu pun wajah di meja,

tak ada kursi yang tiba-tiba hampa.

Aku ingin sahur masih lengkap,

dengan suara yang ramai, canda yang akrab.

Aku ingin berbuka masih bersama,

melihat senyum mereka, mendengar doa mereka.

Setiap tahun, aku ingin begini,

Ramadan yang hangat, lebaran yang penuh arti.

Tak ada air mata karena perpisahan,

tak ada kehilangan yang meninggalkan kesepian.

Tuhan, jika Kau menambah, aku terima,

asal jangan Kau kurangi yang ada.

Biar rumah ini tetap utuh,

biar kasih ini tak pernah runtuh.

Aku ingin lebaran tanpa tangis,

tanpa hati yang terasa manis tapi pahit.

Aku ingin Ramadan selalu begini,

dalam dekapan keluarga yang tak terganti.

Jagalah mereka dalam genggaman-Mu,

panjangkan usia, sehatkan tubuh.

Karena Ramadan tanpanya bukan lagi Ramadan,

dan lebaran tanpanya hanya jadi kenangan.

Tuhan, biarkan kami tetap lengkap,

biarkan rumah ini tetap hangat.

Satu tahun lagi, dua tahun lagi,

selamanya, jika Kau izinkan terjadi.


Karya: Putri Ruqaiyah

24 Februari 2025

Langkah Tanpa Arah

Foto: Pixel.com

www.lpmalkalam.com- 

Berjalan tanpa arah,

Mengepakkan sayap yang rapuh,

Namun tak jua mampu terbang.

 

Siang dan malam tak bertepi,

Gelap merangkul tanpa henti.

Waktu berlalu,

Namun hidup tetap sunyi,

Kosong tanpa warna, tanpa cahaya.

 

Entah ke mana sinar itu bersembunyi,

Tiada celah untuk menjangkaunya.

Semakin kelam, semakin dingin,

tersesat dalam kesunyian.

 

Langkah terus terayun,

Tanpa tahu ke mana menuju,

Mencari makna dalam kehampaan,

Menyelami luka dalam diam.

 

Angin berbisik lirih,

Membawa kisah yang hilang,

Tentang mimpi yang pudar,

Tentang harapan yang karam.

 

Namun di balik malam yang pekat,

Mungkin ada cahaya yang menanti.

Meski redup, meski jauh,

Ia tetap setia menunggu fajar.

 

Maka aku terus melangkah,

Meski tak tahu ke mana menuju,

Menyusuri gelap yang membelenggu,

Agar tak selamanya tersesat.

 

Karya: Maulidiyatul Ukhra

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnaslis muda yang berada di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam IAIN Lhokseumawe, 0831 6327 5415 (Pimpinan Umum) 0895 1601 7818 (Pimpinan Redaksi) 082268042697 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.