Portal Berita Al-Kalam

Klasik Goes to SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu Raih Antusias Siswa Pelajari Cara Penulisan Berita

Foto: Nurul Fadilah   www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) L...

HEADLINE

Latest Post

25 November 2025

Pelukan dari Dalam Diri

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Ada hari-hari ketika aku menatap kaca,

bukan untuk melihat paras,

melainkan mencari alasan

mengapa aku layak tinggal di dunia ini.

Aku berdiri lama, diam,

seakan menunggu seseorang dari balik cermin

untuk berkata, “Hei, kamu cukup.”


Aku pernah membiarkan luka orang lain

menginjak harga diriku.

Aku menjadi terlalu baik

sampai lupa menanyakan pada diri sendiri,

“Apakah aku baik juga pada diriku?”


Aku pernah mencari cinta

di genggaman tangan yang tak ingin menggenggamku erat.

Aku berharap pelukan asing

dapat menyembuhkan patah hatiku sendiri,

tanpa kusadari bahwa pelukan paling tulus

mungkin justru berasal dari dada ini,

dari napasku yang masih setia pergi dan kembali.


Aku pernah letih mengejar standar yang tak kumengerti.

Selalu ingin dianggap hebat,

padahal aku hanya ingin diterima apa adanya.

Aku berdarah-darah membuktikan sesuatu

yang bahkan tak pernah kumau sejak awal.

Dan saat kelelahan itu menelan hatiku,

aku baru sadar:

aku tak sedang berlari demi mimpi,

aku sedang kabur dari diriku sendiri.


Namun di tengah gelap yang sunyi,

aku mulai berani bertanya:

“Apakah semua ini sepadan

jika akhirnya aku kehilangan diriku?”


Dari pertanyaan itu,

lahir keberanian untuk berhenti sementara.

Bukan karena menyerah,

tetapi karena aku ingin mengerti rasa sakitku sendiri.

Aku mulai berbicara pelan pada hati

yang selama ini kupaksa diam.

Dan untuk pertama kalinya,

aku menangis bukan karena lemah,

tetapi karena mulai berani jujur.


Perlahan, aku belajar menerima setiap retakanku.

Aku belajar bahwa tidak apa-apa

jika jalanku lebih lambat,

selama aku tetap melangkah.

Aku belajar bahwa tenang

lebih berarti daripada terlihat sempurna.

Aku belajar bahwa membahagiakan diri

bukan dosa, melainkan kewajiban.


Aku belajar menepuk pundakku sendiri

dan berkata, “Terima kasih, kamu sudah bertahan sejauh ini.”

Aku mulai mencintai kelelahan yang kupunya,

karena itu bukti bahwa aku berjuang.

Aku mulai memeluk setiap kecewa,

karena di baliknya tumbuh keikhlasan.


Kini, aku sedang membangun rumah

dari doa, penerimaan, dan harapan.

Bukan rumah mewah yang butuh pengakuan,

tetapi rumah yang hangat untuk jiwaku pulang kapan saja.


Di rumah itu, aku tidak harus kuat setiap waktu.

Aku bisa menangis tanpa takut dihakimi.

Aku bisa tertawa meski tak sempurna.

Aku bisa menjadi versi diriku

tanpa perlu menyamar menjadi orang lain.


Hari ini, aku belum selesai.

Aku masih rapuh, masih belajar,

masih menyusun serpih-serpih percaya pada diri.

Namun kini aku tahu,

meski terlambat pun tak masalah,

karena aku akhirnya pulang.


Pulang ke dalam diri

tempat cinta yang asli tumbuh,

dan tempat aku akhirnya mengerti

bahwa aku layak dicintai,

bahkan oleh diriku sendiri.


Penulis: Daffa Alkausar (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah

Catatan Kaki Perjuangan

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Di lembar-lembar makalah yang mulai lusuh, 

Kutemukan jejak tinta yang menggigil lelah. 

Ada coretan, ada silang merah, dan tak jarang, sisa air mata yang diam-diam luruh. 

Di sana juga tertempel sisa-sisa semangat, 

Tak terlihat, tapi melekat. 

Hanya mataku yang mampu membaca luka-luka itu, 

Sebab mata lain terlalu sibuk menilai angka,


Kucari inspirasi dalam debu buku-buku tua, 

Kubuka lembar-lembar baru yang masih wangi tinta. 

Kubaca bait demi bait, 

Mengejar pemikiran di antara catatan kaki.

Wahai referensi...

Bisakah sekali saja kau lahir dari hatiku,

Bukan dari halaman yang dipaksakan?

Agar nanti kukatakan pada dosen, 

"Bu, biarkan ini jadi ilham, Jangan lagi pulpenmu menyilang harapanku."


Tapi apalah daya...

Setelah semua ilham kutawarkan, 

Dunia ini masih menuntut dengan mata dingin. 

Kini aku, Mahasiswa, 

Sedang bertarung melawan malas, pesimis 

Dan takdir yang menulis, 

Aku sebagai pengangguran Setelah keluar dari gedung penuh janji ini.

Tak kubiarkan kata-kata itu tumbuh jadi akar di benakku. Demi bara semangat yang kutemukan dari doa Ayah dan Mamak di kampung nun jauh di mata, 

Mereka hanya punya sepetak ladang, tapi cukup luas untuk menanam harapan menyekolahkanku hingga ke bangku kuliah ini.

Di antara inspirasi yang tercerai Semangat yang nyaris habis Kutitipkan harap, 

Semoga Allah berkenan Memberkahi tiap jengkal perjuangan ini.

 

Penulis: Zahratul (Magang)

Editor: Tiara Khalisna 

15 November 2025

Sang Trikoma untuk Dunia

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Di antara rerumputan liar, kamu tumbuh

Berdiri tegak, tapi tak angkuh

Mereka bilang, kamu hanya semak yang bertumbuh

Namun, bagiku kau pahlawan bagi tubuh 


Daun berbulu dan batang berjenis perdu

Membuatmu terlihat tidak seberharga itu

Dengan rasa penasaran, aku mendatangimu

Lalu ku amati dengan sendu


Ternyata, sempurna itu ada di dalam mu

Kubawa kamu ke gudangku

Biji kuning dari polong yang berbulu

Bersama ragi putih, partner-mu

Berhasil ku olah kau menjadi tempe dan tahu

  

Menjadi sumber protein bagi mereka yang membuangmu

Lalu, sisa cairan yang kau hasilkan dari tahu 

tentu masih berharga bagiku

Karena akan ku jadikan kau sebagai susu 


Kini, kamu menjadi kebutuhan bagi manusia 

Setiap hari, mereka mencarimu di pasar raya 

Tidak lagi harus di injak-injak hingga luka

Karena aku telah menemukan titik dirimu yang berharga


Tumbuhlah, 

Terus tumbuh dengan indah 

Karena engkau punya nutrisi yang melimpah 

Keledaiku, engkau adalah anugerah 

Karena hidupmu, juga hidup untuk mereka


Penulis: Annisa Maulianda (Magang)

Editor: Tiara Khalisna 
 

31 Oktober 2025

Kenangan Waktu Masa SMA

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Di gerbang sekolah, langkah dimulai,

Masa SMA penuh warna dan mimpi.

Seragam putih abu-abu saksi setia,

Kenangan terukir, takkan terlupa.

 

Kelas berisik, canda tawa menggema,

Belajar bersama, suka duka dirasa.

Guru-guru sabar membimbing kami,

Membuka cakrawala ilmu, tanpa henti.

 

Kantong bolong, jajan bareng di kantin,

Mie ayam dan es teh jadi andalan.

Saat ulangan, saling contek diam-diam,

Kenakalan remaja, penuh keceriaan.

 

Cinta monyet bersemi di koridor,

Surat cinta diselipkan di loker.

Malam minggu, nongkrong di kafe,

Mencari jati diri, penuh semangat.

 

Pramuka, PMR, OSIS, dan ekskul lainnya,

Mengasah bakat, mengembangkan diri.

Lomba-lomba, semangat kompetisi,

Meraih prestasi, bangga di hati.

 

Perpisahan sekolah, air mata berlinang,

Janji setia, takkan saling melupakan.

Kenangan SMA, terukir selamanya,

Dalam hati dan jiwa, abadi sentiasa.

 

Kini waktu telah berlalu,

Namun kenangan SMA tetap membara.

Sahabat sejati, guru tercinta,

Kenangan indah, takkan pernah sirna.


Penulis: Muhammad Iftal (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 
 

Langit Nahrasiyah

Foto: Daffa Alkausar (Magang)

www.lpmalkalam.com

Di tanah Serambi Mekkah yang bersujud pada pagi,

berdiri megah kampus peradaban,

UIN Sultanah Nahrasiyah,

mutiara ilmu yang tak ternilai,

tempat di mana iman bertemu dengan kecerdasan,

dan akhlak berpadu dengan kemajuan zaman.


Langit Darussalam menjadi saksi,

tiap langkah mahasiswa membawa doa dan cita.

Mereka meniti jalan ilmu seperti para ulama masa lalu,

dengan hati yang tunduk dan pikiran yang merdeka.


Di ruang-ruang kuliah, kata dan makna beradu,

antara logika dan wahyu,

antara sains dan tafsir kehidupan—

semuanya berpadu dalam simfoni pengetahuan.


Di sini bukan hanya gelar yang dicari,

tetapi nilai yang diwariskan.

Bukan hanya cerdas berpikir,

melainkan juga lembut dalam sikap dan perilaku.


UIN Sultanah Nahrasiyah,

engkau bukan sekadar kampus,

engkau taman peradaban,

tempat akar iman menegakkan batang ilmu,

dan ranting amal berbuah keberkahan.


Di bawah rindangnya pepohonan kampus,

terdengar suara semangat mahasiswa memulai perkuliahan

 

Penulis: Daffa Alkausar (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 

29 Oktober 2025

Hitam Putih

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com

Seiring berjalannya waktu

Kumerindukan akan sesuatu

Sesuatu yang telah usai

Yang kini tak dapat digapai


Padahal diriku mau mengulang akan hal itu

Walau sudah tak terpatri lagi untukku

Kini, hanya bisa tersemat di relung ingatan

Yang akan dikenang sepanjang zaman


Masa hidup yang penuh nan warna

Terlukiskan dengan selaksa

Harapan, keyakinan, kesenangan berbalut jadi satu

Namun, suatu waktu akhirnya menjadi semu


Terasa bagaikan hitam putih

Karena kenyataan yang pedih

Gelap lagi sendu

Bagai hidup yang pilu


Penulis: Rizky Ramadhani (Magang)
Editor: Zuhra
 

26 Oktober 2025

Masa Depan Bangsa

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Di pundak muda tersimpan cahaya,

menyala di antara debu dan doa.

Langkah kecilmu hari ini—

adalah jalan panjang menuju mimpi negeri


Bangsa ini bukan sekadar tanah dan bendera,

ia adalah harapan yang dijahit dari luka,

tetes keringat para pejuang,

dan doa ibu di setiap malam panjang


Masa depan tidak datang tiba-tiba,

ia tumbuh dari keberanian menatap langit,

dari tangan yang tak berhenti menulis,

dan hati yang tak jemu mencinta tanah air ini


Jangan biarkan waktu mencuri idealismemu,

jangan biarkan lelah memadamkan nyala api jiwamu.

Karena di setiap semangat yang kau jaga,

ada masa depan bangsa yang menunggu untuk bersinar


Maka berdirilah, wahai generasi muda,

bangun peradaban dengan pena dan karya,

jadilah cahaya di tengah gelapnya dunia—

sebab masa depan bangsa… adalah engkau yang percaya ‎


Penulis: Razwa Syuib (Magang)

Editor: Zuhra

Hujan di Pagi Hari

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com-

Selimut kutarik perlahan,

dingin menusuk kulitku.

Hujan tadi malam tak kunjung berhenti,

membuatku malas memulai hari.


Hujan di pagi hari,

waktu yang tenang,

merenung dan memikirkan

masa depan yang belum datang.


Hujan yang turun membawa harapan,

membawa kehidupan ke dalam hatiku.

Hujan di pagi hari, waktu yang tenang,

membuatku merasa hidup.

 

Penulis: Lutfhiyatil Syaqirah (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah 

Lelah

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com

Jika kamu sudah lelah,

pamitlah!


Inilah aku dengan segala kurangku,

inilah aku yang terus memaksamu untuk tetap tinggal.


Aku…

tidak seegois itu mencintai seseorang.


Jika nanti kamu tidak menemukan sosok

yang sehangat pelukku,

setabah aku yang selalu memahamimu,

kumohon…

jangan ragu untuk pulang.


Penulis: Luthfiatil Syaqirah

Editor: Putri Ruqaiyah 

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.