Portal Berita Al-Kalam

LPM Al-Kalam Kembali Selenggarakan Kegiatan PJTD 2025: Asah Kemampuan Siswa dalam Jurnalistik

Foto: Fika Munayya www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam kembali menyelenggarakan kegiatan tahunan, yaitu Pelatihan Jur...

HEADLINE

Latest Post

28 Oktober 2025

Belajar Melalui Tempat Bersejarah: Kunjungi Makam Malikussaleh

Foto: Razwa Syuib 

www.lpmalkalam.com- Kelompok Tiga Calon Kru (Cakru) Magang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe mengunjungi Makam Sultan Malikussaleh yang terletak di kawasan Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara pada Jumat (17/10/2025).

Tujuannya adalah untuk menjadi menelusuri lebih dalam sejarah yang melekat pada makam pendiri pertama Kerajaan Samudra Pasai yang menjadi salah satu situs bersejarah di Aceh Utara. Dalam kunjungan tersebut, Marzuki selaku penjaga situs bersejarah itu menjelaskan bahwa terdapat dua makam utama di komplek tersebut; makam pertama adalah Meurah Silu, bergelar Sultan Malikussaleh, pendiri pertama kerajaan Islam Samudra Pasai. Di sebelahnya terdapat makam putranya yang bernama Muhammad, Sultan kedua Samudra Pasai yang bergelar Sultan Muhammad Al- Malik Adz-Zahir.

Sultan Malikussaleh memerintah sejak 1267 M hingga 1297 M. Di masa kepemimpinannya, Samudra Pasai berkembang pesat menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara dengan pusat perdagangan yang ramai di pesisir utara Sumatera. Namun, kejayaan Samudra Pasai mulai memudar pada abad ke-14 akibat serangan dari Kerajaan Majapahit serta persaingan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya. Runtuhnya Samudra Pasai juga dipengaruhi oleh melemahnya pemerintahan dan konflik internal di kalangan bangsawan kerajaan.

Sultan Malikussaleh dikenal dengan sebutan Al-Fatih, yang berarti penakluk. Namun, penaklukan yang dimaksud bukan melalui peperangan atau pertumpahan darah, melainkan melalui akhlakul karimah atau budi pekerti. Dengan keteladanan beliaulah penduduk lokal tersentuh hatinya untuk memeluk islam dengan suka rela tanpa adanya paksaan.

Foto: Razwa Syuib 

Marzuki menuturkan, ”Sekarang banyak buku sejarah yang isinya bercampur, ada yang mengatakan bahwa Sultan Malikussaleh baru memeluk Islam. Padahal, itu tidak benar,” ujarnya. Jika di perhatikan, di batu nisan beliau tertulis gelar Al-Hasib An-Nasib yang berarti beliau berasal dari keturunan mulia dan terhormat. Bahkan, kakeknya berasal dari Yaman, sehingga dapat dipastikan beliau telah memeluk Islam sejak awal.

Selain berbagi kisah sejarah, Marzuki juga menyampaikan harapan agar pemerintah lebih peduli terhadap situs Makam Sultan Malikussaleh. Marzuki berharap makam tersebut dapat dilestarikan dan dikelola dengan baik sebagai warisan sejarah Islam di Nusantara. "Kalau di Jawa, tempat-tempat bersejarah dirawat dan dijaga dengan baik. Kami berharap Makam Sultan Malikussaleh juga mendapat perhatian yang sama dari pemerintah karena nilai sejarahnya sangat besar bagi generasi muda," ungkapnya

Kegiatan kunjungan seperti ini menjadi sarana pembelajaran untuk mengenal lebih dekat sejarah Islam di Nusantara. Melalui penjelasan yang disampaikan, pengunjung tidak hanya memahami perjalanan sejarah Sultan Malikussaleh, tetapi juga meneladani sifat-sifat beliau yang patut kita contoh, seperti keadilan, keteladanan, dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. 

Kunjungan ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan tokoh-tokoh Islam terdahulu di bumi Aceh.


Penulis: Razwa Syuib (Magang)

Editor: Tiara Khalisna
 

26 Oktober 2025

Goa Jepang dan Taman Ngieng Jioh Lhokseumawe: Dua Tahun Terabaikan, Pengelola Tetap Bertahan Tanpa Gaji

Foto: Putri Ruqaiyah 

www.lpmalkalam.com- Kelompok Empat Calon Kru (Cakru) magang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe melaksanakan tahap magang lapangan dengan mengunjungi situs bersejarah Goa Jepang dan kawasan wisata Taman Ngieng Jioh di Gampong Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, pada Jumat (24/10/2025).

Kunjungan ini dilakukan untuk mengenal lebih dalam kondisi situs sejarah peninggalan masa penjajahan Jepang yang kini tampak semakin terbengkalai. Goa Jepang dibangun pada tahun 1.942 oleh tentara Jepang sebagai markas pertahanan, tempat penyimpanan senjata, sekaligus lokasi pengintaian musuh. Sebagai peninggalan bersejarah di Aceh, goa ini menyimpan nilai historis tinggi yang menjadi saksi masa perang. Namun kini, kondisinya semakin memprihatinkan akibat kurangnya perhatian dan perawatan dari pihak terkait.

Salah seorang pengelola, Abdul Manaf, mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya tetap menjaga kawasan tersebut meskipun sudah dua tahun tidak menerima gaji “Sudah dua tahun kami tidak digaji lagi. Kami tetap tinggal di sini hanya supaya barang-barang di atas tidak hilang,” ujarnya.

Ia menuturkan bahwa sebelumnya pengelolaan Goa Jepang berada di bawah tanggung jawab pemerintah kota melalui pihak “Pengko”. Namun, sejak dana operasional dihentikan, para penjaga bertahan tanpa fasilitas pendukung. “Dulu pengunjungnya ramai, tapi sekarang sepi karena tempat ini tidak diurus lagi. Padahal kalau diperhatikan, bisa jadi wisata sejarah terbaik di Lhokseumawe,” tambahnya.

Di atas kawasan Goa Jepang terdapat Taman Ngieng Jioh, sebuah taman yang dahulu menjadi pelengkap wisata dengan panorama alam indah dari puncak bukit. Taman ini dulunya menawarkan fasilitas sederhana seperti ayunan, spot foto, serta area santai bagi pengunjung. Namun kini, kondisinya tidak lagi seperti dulu beberapa permainan rusak, kebersihan kurang terjaga, dan suasana yang dulunya asri kini tampak sepi.

Abdul Manaf juga menyampaikan bahwa hubungan antara Goa Jepang dan Taman Ngieng Jioh seharusnya menjadi kekuatan untuk menarik kembali minat wisatawan. “Kami ingin menjaga taman ini supaya tetap jadi tempat favorit pengunjung setelah melihat Goa Jepang. Tapi tanpa dukungan, sulit menjaga fasilitas tetap layak,” katanya.

Putri Ruqaiyah, mentor kegiatan magang LPM Al-Kalam yang juga pernah mengunjungi Goa Jepang sebelumnya, turut menyampaikan pandangannya setelah melihat langsung kondisi kawasan tersebut. “Goa Jepang masih menarik untuk dikunjungi, tapi sayang sekali taman di atas bukitnya sudah tidak terawat seperti dulu. Padahal tempat itu punya potensi besar kalau dikelola kembali dengan baik,” ujarnya.

Sebagai situs bersejarah, Goa Jepang dan Taman Ngieng Jioh bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga simbol perjuangan dan kenangan masa penjajahan yang seharusnya dijaga. Hilangnya perhatian terhadap dua lokasi ini sama artinya dengan perlahan memudarnya nilai sejarah yang pernah hidup di dalamnya.

Kini, para pengelola hanya bisa berharap agar kawasan ini kembali diperhatikan dan dirawat, agar kisah sejarahnya tidak hilang ditelan waktu. “Kami berharap tempat ini diperhatikan lagi. Goa Jepang ini bagian dari sejarah kita. Sayang kalau dibiarkan rusak begitu saja,” tutup Abdul Manaf.


Penulis: Luthfiatil Syaqirah, Daffa Alkausar, Intan Sarifah, M. Iftal (Magang)

Editor: Putri Ruqaiyah
 

21 Oktober 2025

Tiga Organisasi Mahasiswa Galang Dana untuk Korban Kebakaran Gayo Lues di Lhokseumawe

Foto: IST

www.lpmalkalam.com- Tiga organisasi mahasiswa daerah, yaitu Perhimpunan Mahasiswa Asal Tanoh Gayo (Pematang), Himpunan Mahasiswa Gayo Lues (Himagalus), dan Ikatan Mahasiswa Aceh Tenggara (Imagara), bersatu mengadakan aksi penggalangan dana di Taman Mini Kota Lhokseumawe pada Minggu (12/10/2025).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan donasi yang akan disalurkan kepada korban kebakaran hebat di Kabupaten Gayo Lues. Penggalangan dana yang berlangsung sejak siang hingga sore hari ini menarik perhatian para pengguna jalan. Mereka dengan sukarela menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu meringankan beban korban yang kehilangan tempat tinggal.

Aksi solidaritas ini dilakukan sebagai respons cepat terhadap musibah kebakaran yang melanda beberapa rumah di Gayo Lues beberapa waktu lalu.

"Kami sebagai mahasiswa merasa terpanggil untuk membantu saudara-saudara kami di Gayo Lues. Mereka membutuhkan bantuan mendesak, terutama untuk pakaian, makanan, dan kebutuhan sehari-hari.Tujuannya untuk membantu saudara kami yang terkena musibah di sana. Walaupun jumlahnya tidak seberapa tapi itu merupakan bentuk kepedulian kami sebagai mahasiswa," ujar Dicka Ipansyah, Wakil Sekretaris dari organisasi Pematang. "Melalui aksi ini, kami berharap dapat menyalurkan semangat kepedulian dan membantu pemulihan mereka."

Senada dengan itu, Silia Wahyuni, selaku salah satu pengurus harian organisasi Pematang, juga mengungkapkan harapannya. "Kami berharap setelah kegiatan penggalangan dana ini terlaksana  semoga bantuan yang terkumpul bisa benar-benar bermanfaat bagi  saudara-saudara kita yang membutuhkan dan kegiatan ini juga bisa menumbuhkan rasa kepedulian dan kebersamaan di antara kita semua," jelas Silia. 

Kegiatan penggalangan dana diakhiri dengan penyerahan simbolis hasil donasi yang sementara ini terkumpul dan akan segera dikoordinasikan untuk penyaluran langsung ke lokasi bencana di Gayo Lues. Para mahasiswa berharap aksi ini dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk ikut berdonasi.


Reporter: Julia Sabela (Magang)

Editor: Zuhra

20 Oktober 2025

Jembatan Alternatif Rusak, Jalan Utama Elak Resmi Dibuka

Foto: Annisa Maulianda (Magang)
www.lpmalkalam.com- Jalan Elak, Bukit Rata, mengalami kendala perjalanan karena jembatan masih dalam perbaikan sejak Juni 2025. Jalan tersebut ramai dilewati berbagai mobil angkutan menuju Takengon dan Kruengmane - Bireun, karena jarak yang lebih dekat dan dinilai bebas macet.

 Seperti diketahui, nama "Jalan Elak" sendiri memiliki arti "jalan pintas" atau "jalan alternatif", karena jalan ini mengalihkan lalu lintas yang macet dari pusat Kota Lhokseumawe. Jalan Elak sering dilewati para pengemudi truk barang, angkutan, bahkan mahasiswa dan karyawan pengendara sepeda motor jarak jauh.

Selama jalan tersebut belum bisa digunakan, pihak terkait menyediakan jalan alternatif melalui lorong kecil tepatnya di belakang Ma'had Jamiah Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe. Namun, jalan alternatif tidak memadai untuk pengendara roda empat, karena luas jalan yang sempit hanya bisa dilewati roda dua dan tiga membuat sebagian warga kesulitan dan menambah beban ekonomi. Tetapi, ada beberapa mobil pribadi tetap menerobos masuk, mengakibatkan keadaan jalan rusak berupa longsor dan berlubang.

Foto: Annisa Maulianda (Magang)

Setelah menjalani proses yang panjang, pada tanggal 19 Oktober 2025, Jalan Elak resmi dibuka. Waktu yang dihabiskan lebih kurang selama empat bulan membawa kabar gembira bagi warga yang melintasi jalan tersebut, terutama bagi pengendara roda empat.

Kabar ini disambut gembira oleh para mahasiswa yang merasa sangat kesulitan ketika melewati jalan alternatif yang juga sudah rusak parah. 

Meski sudah dibuka, Jalan Elak belum selesai sempurna. Masih ada beberapa excavator dan petugas yang masih bekerja, menandakan bahwa warga tetap harus berhati-hati.


Penulis: Annisa Maulianda (Magang)

19 Oktober 2025

Pedeung Marsose: Peninggalan Sejarah di Museum Kota Lhokseumawe

Foto: Chalisa Najla Safira (Magang)

www.lpmalkalam.com- Di Museum Kota Lhokseumawe yang terletak di Kuta Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe terdapat peninggalan sejarah yang menarik perhatian dan masih terus dilestarikan hingga kini (14/10/2025).

Salah satu benda peninggalan sejarah yang menarik adalah Pedeung (Pedang) Marsose. Menurut Hendra Suharyono, S.Sos., selaku salah satu pengelola Museum Kota Lhokseumawe yang diwawancarai pada Selasa (14/10/2025), pedang ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. 

Selain memiliki nilai sejarah yang tinggi, pedang ini juga menunjukkan perbedaan bentuk antara pedang buatan lokal dan buatan Belanda. Pedang buatan Indonesia umumnya memiliki bentuk sederhana tanpa gagang penangkis, berbeda dengan pedang buatan Belanda yang dilengkapi pelindung di bagian gagangnya. Selain itu, perbedaan juga ditunjukkan dari ukiran-ukiran indah yang ada digagang pedang.

Menariknya, hingga kini asal usul pasti Pedang Marsose belum diketahui secara detail. Berdasarkan penuturan Hendra, pedang tersebut merupakan peninggalan turun-temurun yang disimpan secara pribadi sebelum akhirnya diserahkan ke museum. “Kalau pedang ini, kita juga tidak tahu pasti di mana terakhir ditemukan. Karena ini peninggalan dari neneknya yang disimpan di rumah,” ungkap Hendra.

Meskipun Pedang Marsose memiliki nilai sejarah yang tinggi, Hendra mengatakan bahwa hingga kini belum ada informasi mendalam tentang benda-benda bersejarah ini. “Sampai sekarang, belum ada kajian mendalam karena terbatasnya dana. Anggaran untuk penelitian juga masih dalam proses pengajuan, jadi belum ada hasil studi resmi tentang benda-benda ini,” jelasnya.

Pedang Marsose bukan hanya sekedar warisan budaya, tetapi juga menjadi bukti sejarah perjuangan masyarakat Aceh pada masa penjajahan. Melalui Museum Kota Lhokseumawe, peninggalan bersejarah ini kini dilestarikan agar generasi mendatang dapat mengenal dan menghargai perjalanan panjang perjuangan bangsa.


Reporter: Chalisa Najla Safira

17 Oktober 2025

Museum Kota Lhokseumawe Sepi Pengunjung, Pengelola Ajak Mahasiswa Peduli Sejarah Daerah

Foto: Chalisa Najla Safira (Magang)

www.lpmalkalam.com- Calon Kru Magang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam mengunjungi Museum Kota Lhokseumawe yang terletak di Jl. Teuku Hamzah Bendahara, Kuta Blang, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe pada Selasa (14/10/2025). 

Ketika berada di lokasi museum, yang terlihat hanyalah pengurus-pengurus yang sedang beraktivitas, sementara pengunjung umum hampir tidak ada. Salah satu pengurus museum, Hendra Suharyono, S.Sos, mengungkapkan bahwa minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mengunjungi museum masih tergolong rendah. Hendra berharap agar mahasiswa dan pelajar dapat lebih sering datang untuk mengenal sejarah dan kebudayaan daerah. 

“Kami berharap (kepada) masyarakat, terutama mahasiswa, bisa membudayakan kunjungan ke museum. Di sini banyak peninggalan sejarah yang perlu dikenal dan dipelajari,” ujar Hendra saat ditemui di lokasi.

Namun, Hendra juga menjelaskan bahwa pihak museum masih menghadapi keterbatasan dana, terutama untuk kegiatan penelitian dan pembuatan buku panduan terkait koleksi peninggalan sejarah yang ada. 

“Kami masih kekurangan dana untuk penelitian dan penyusunan buku panduan bagi setiap barang koleksi yang ada di museum,” tambahnya.

Museum Kota Lhokseumawe menyimpan berbagai benda bersejarah yang mencerminkan perjalanan budaya dan peradaban masyarakat Aceh Utara dan sekitarnya. Dengan adanya perhatian dari mahasiswa dan pemerintah daerah, diharapkan keberadaan museum ini dapat lebih dikenal dan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi sejarah bagi generasi muda.


Reporter: Zahratul (Magang)

Editor: Tiara Khalisna

Mengenal Alat Musik Tradisional Aceh di Museum Kota Lhokseumawe

Foto: Chalisa Najla Safira (Magang)

www.lpmalkalam.com- Museum Kota Lhokseumawe yang terletak di Jl. Teuku Hamzah Bendahara, Kuta Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe tidak hanya menyimpan benda-benda bersejarah, tetapi juga berbagai alat musik tradisional Aceh yang menjadi warisan budaya daerah. Dalam kunjungan tim Calon Kru Magang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe, pengelola museum memperkenalkan sejumlah alat musik khas yang masih lestari hingga kini pada Selasa (14/10/2025).

Foto: Belli Al-Kamariana (Magang)

Beberapa di antaranya adalah canang ceureukeh, alee tanjung, rapai, dan kendang. Setiap alat musik memiliki fungsi dan cara memainkan yang berbeda. Menurut penjelasan pengelola, alat-alat tersebut dahulu sering digunakan dalam acara adat, pertunjukan seni, serta kegiatan keagamaan masyarakat Aceh.

“Masing-masing alat musik punya makna dan peran tersendiri. Misalnya rapai, yang memiliki beberapa jenis sesuai bentuk dan bunyinya,” jelas Hendra Suharyono, S.Sos, salah satu pengurus Museum Kota Lhokseumawe.

Rapai sendiri dikenal sebagai alat musik yang paling ikonik di Aceh. Hendra menambahkan bahwa ada beberapa jenis rapai, di antaranya rapai daboh, rapai pasee, dan rapai geleng, yang masing-masing dimainkan dalam konteks dan irama berbeda.

Selain menjelaskan asal-usulnya, pengelola museum juga menunjukkan cara memainkan beberapa alat musik tersebut secara langsung kepada pengunjung sebagai bentuk edukasi budaya agar generasi muda lebih mengenal kekayaan musik tradisional daerahnya. 

“Kami ingin anak muda tahu bahwa alat musik tradisional Aceh punya nilai seni dan sejarah yang tinggi. Jangan sampai hilang ditelan zaman,” ujarnya.

Museum Kota Lhokseumawe menjadi salah satu tempat yang menyimpan identitas budaya Aceh. Melalui koleksi alat musik tradisionalnya, museum ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dan inspirasi bagi masyarakat untuk terus melestarikan seni daerah.


Reporter: Zahratul (Magang)

Editor: Tiara Khalisna

01 September 2025

Wali Kota Lhokseumawe Janji Tunda Kenaikan PBB dan Desak Mubadala Penuhi Komitmen

Foto: Abdul Aziz Perangin Angin

www.lpmalkalam.com– Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abu Bakar, menegaskan bahwa tidak akan ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayahnya. Pernyataan itu disampaikannya usai menemui massa aksi damai mahasiswa di depan gedung DPRK Lhokseumawe pada Senin (01/09/2025).

Sayuti menjelaskan, langkah awal yang akan dilakukan pihaknya adalah mengirim surat resmi untuk menunda pelaksanaan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. Menurutnya, kebijakan penundaan menjadi penting agar masyarakat tidak terbebani, mengingat proses revisi qanun membutuhkan waktu dan harus melalui pembahasan bersama DPRK.

“Untuk kenaikan PBB ini kita tunda dulu. Kalau pembayaran normal tetap berjalan seperti tahun sebelumnya. Walikota tidak bisa langsung membatalkan qanun, tapi bisa mengeluarkan kebijakan penundaan sambil menunggu proses revisi bersama dewan,” ujarnya.

Selain membahas isu PBB, Sayuti juga menyinggung permasalahan tenaga kerja terkait keberadaan perusahaan Mubadala. Ia mengakui, hingga kini pihaknya masih menunggu pemetaan kebutuhan tenaga kerja dari perusahaan tersebut.

“Pada pertemuan 23 Agustus lalu di Jakarta, kita minta Mubadala segera memetakan kebutuhan tenaga kerjanya. Harus jelas berapa kuota yang bisa diserap, baik di sektor hulu maupun hilir. Kita ingin ada kerja sama dengan Lhokseumawe,” tegasnya.

Sayuti menambahkan, Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini juga sedang menyiapkan revisi qanun ketenagakerjaan. Revisi tersebut difokuskan pada dua hal, yakni memperkuat kuota tenaga kerja lokal dan membuka peluang bagi kaum disabilitas untuk mendapatkan kesempatan kerja.

Di sela-sela pernyataannya, Wali Kota juga menyinggung persoalan bonus atlet Aceh yang hingga kini belum terbayarkan. Ia menyatakan siap mendorong Pemerintah Aceh agar segera menunaikan kewajibannya.

Aksi damai mahasiswa yang berlangsung di depan DPRK Lhokseumawe tersebut menyoroti berbagai polemik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk masalah PBB, tenaga kerja, dan komitmen pemerintah daerah dalam merespons aspirasi masyarakat.


Reporter: Raja Oktariansyah

Editor: Zuhra
 

Ketua DPRK Lhokseumawe: PBB Ditunda, DPRK Tolak Penambahan Batalyon di Aceh

Foto: Abdul Aziz Perangin Angin

www.lpmalkalam.com– Ketua DPRK Lhokseumawe, Faisal, menegaskan bahwa lembaganya akan segera menindaklanjuti aspirasi mahasiswa terkait polemik Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ia menyatakan pembayaran PBB dengan ketentuan Qanun Nomor 1 Tahun 2024 akan dipangkas, sembari menunggu proses legislasi lebih lanjut melalui Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh yang diungkapkan setelah aksi damai Aliansi Masyarakat Pase di depan gedung DPRK Lhokseumawe pada Senin (01/09/2025).

“Insya Allah, hari ini juga akan kami tindak lanjuti bersama Wali Kota. Apa yang sudah terjadi sekarang ini akan kita cut dan pangkas semuanya. Tidak ada pembayaran sesuai dengan qanun tersebut, dan prolegda (Program Legislasi Daerah) akan berlanjut di DPR melalui Banleg,” kata Faisal kepada wartawan usai aksi damai Aliansi Masyarakat Pase. 

Selain soal PBB, Faisal juga menegaskan bahwa DPRK Lhokseumawe menolak rencana penambahan batalyon baru di Aceh. Ia menyebut penolakan tersebut berlandaskan pada MoU Helsinki serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

“Ini Aceh, dan kami menghormati MoU Helsinki serta undang-undang yang berlaku. Karena itu, DPR juga dengan tegas menolak penambahan batalyon,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Faisal turut menyoroti tunggakan bonus atlet Aceh yang belum dibayarkan oleh pemerintah provinsi. Ia menekankan agar hak-hak atlet segera dipenuhi karena mereka telah berjasa bagi daerah dan masyarakat.

“Apapun bentuknya, bonus atlet itu harus segera dibayarkan. Mereka berjasa untuk Aceh dan Lhokseumawe, jadi jangan lagi ditunda,” ujarnya.

Faisal memastikan DPRK Lhokseumawe langsung menindaklanjuti aspirasi masyarakat tanpa menunda waktu. Menurutnya, 25 anggota DPRK hadir dalam rapat hari itu, kecuali dua orang yang berhalangan karena sakit.

“Mulai detik ini, kami bekerja. Hari ini kami tetap ada di DPR dan akan musyawarahkan hal ini bersama,” pungkasnya.


Reporter: Raja Oktariansyah

Editor: Zuhra
 

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.