![]() |
Foto: Neiva Zaida Hasanah Saragih |
Kegiatan ini dihadiri oleh 150 peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, serta tamu eksternal. Kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi yang inklusif dan reflektif mengenai pentingnya kesetaraan gender, pelestarian budaya, serta penguatan literasi di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor III Dr. Darmadi, S.Sos.I., M.Si. yang dalam kata sambutannya mengapresiasi inisiatif para duta dalam menghadirkan ruang diskusi yang inklusif dan penuh makna.
“Kesetaraan, budaya, dan literasi adalah tiga pilar penting dalam membangun generasi yang berdaya. Saya berharap kegiatan ini mampu menjadi inspirasi dan memperluas kesadaran mahasiswa tentang pentingnya suara dan kata,” ungkap Darmadi.
Talk show ini juga menghadirkan pemateri dari kalangan akademisi dan aktivis yaitu Tuhfatul Athal M.Pd. sebagai Duta Baca Kota Lhokseumawe 2024, Bahtera Kowiruddin Lubis sebagai Duta Bahasa Provinsi Aceh 2025, dan Hartanti Dewi S.ST., M.M. sebagai Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) yang membahas peran bahasa dalam menyuarakan nilai-nilai keadilan sosial, pentingnya membaca sebagai fondasi berpikir kritis, serta bagaimana budaya lokal dapat menjadi media untuk merawat nilai-nilai kebangsaan.
Muhammad Afrizal sebagai ketua panitia mengungkapkan kegiatan talk show ini merupakan hasil kolaborasi antara Duta Baca, Duta Bahasa, dan Duta Gender UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe. Tujuan utama dari pelaksanaan talk show ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi dalam kehidupan kampus dan masyarakat luas, membangun pemahaman yang lebih mendalam terhadap isu-isu kesetaraan gender, baik dalam konteks budaya lokal maupun nasional, mendorong mahasiswa untuk menjadi pelopor dalam gerakan literasi, penguatan toleransi, dan pembiasaan budaya berbahasa yang baik.
"Harapan setelah terlaksananya kegiatan talk show ini yaitu sesuai dengan tema yang diusung, agar ke depannya kita tidak hanya mengutamakan bahasa nasional atau internasional, tetapi juga tetap melestarikan dan menggunakan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas budaya," ujar Afrizal.
Kemudian, dalam hal kesetaraan gender, Afrizal mengharapkan agar tidak ada lagi diskriminasi atau ketimpangan yang merugikan baik perempuan maupun laki-laki. Setiap individu diharapkan dapat berkembang secara adil, khususnya dalam ranah intelektual, seperti kemampuan public speaking, penyampaian opini, dan kontribusi lainnya.
Reporter: Juramaida Ziliwu
Editor: Zuhra