![]() |
Foto: Pixabary.com |
Seorang pecundang datang padaku.
Mengais hati seorang gadis.
Mengajak pujangga hati merayakan semuanya.
Tak sadar asmoraloka kian membentuk setiap celah perayaan.
Berjalan bersama menuju tempat itu,
Bahagia, ceria, seakan bumantara berpihak pada kita.
Semuanya terlalu manis untuk hirap.
Tak ada alasan untuk meninggalkan.
Aku, kamu, serta agoman itu.
Anala yang kian menyala akan tiap pertemuan.
Menjadikan kita satu pada arah.
Pilau itu tak bergerak sebagai mestinya,
Mengapa kita tuan? Ada apa dengan kita?
Akankah hubungan diandam karam?
Tak ada Atma pada asmaraloka.
Tiada ada menggerakkan pilau itu.
Tak perlu pengharapan nirmala hadir saat ini.
Saban hari aku berpikir untuk menggerakkan pilau.
Saban hari juga kau berpikir memutuskan asa itu.
Anitya berpihak pada kita.
Kau pergi membawa api asmara.
Lantas aku menunggumu ditepi laut memandang swastamita.
Pada-Nya aku mengatakan, kau hirap yang tak kurindukan.
Namun, renjana akan selalu dalam dekap.
Karya: Ririndayanti Harahap