![]() |
Sumber: Pixabay.com |
www.lpmalkalam.com- Perilaku merokok di kalangan anak sekolah, menjadi tren yang semakin mengkhawatirkan. Meski melakukan peningkatan kesadaran akan bahaya merokok telah banyak digalakkan, data menunjukkan adanya peningkatan prevalensi merokok di kalangan remaja sekolah. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam: Mengapa penerus bangsa generasi muda sekarang disebut sebagai generasi yang tahan pada kebiasaan merokok?
Salah satu faktor utama yang mendorong perilaku merokok di kalangan remaja adalah tekanan sosial. Meski generasi ini tumbuh dengan paparan media sosial yang luas, yang sering kali mempromosikan gaya hidup sehat, dalam media sosial juga menjadi tempat berkembangnya normalisasi merokok sebagai bagian dari tren gaya hidup. Mereka mungkin melihat merokok sebagai cara untuk tampil "dewasa" dalam kalangan lingkungan sekitar.
Di samping itu, merokok juga sering kali dilihat sebagai jalan keluar sementara dari tekanan Akademik dan emosional yang dihadapi siswa di masa remaja. Anak Sekolah dikenal sebagai generasi yang berada di bawah tekanan tinggi, baik dari sisi tuntutan Akademik maupun tuntutan sosial. Ketidakmampuan dalam mengelola stres, ditambah kurangnya dukungan emosional yang tepat, membuat sebagian remaja mencari pelarian melalui merokok, yang mereka anggap bisa memberikan rasa tenang atau pelarian sesaat.
Namun, risiko yang dihadapi tidak hanya jangka pendek. Merokok pada usia muda dapat menyebabkan ketergantungan yang lebih kuat, mengingat remaja berada pada fase perkembangan yang sangat rentan. Dampaknya terhadap kesehatan mereka juga jauh lebih besar, termasuk risiko penyakit paru-paru, jantung, dan kanker. Selain itu, ketergantungan terhadap nikotin pada usia muda berpotensi menghambat kemampuan kognitif dan produktivitas mereka di masa depan.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah di Sekolah, orang tua, dan pemerintah harus bekerja sama untuk memberikan pendidikan yang lebih kuat tentang bahaya merokok. Tidak hanya itu, perlu ada upaya lebih untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental remaja, di mana mereka dapat mengelola stres tanpa harus mencari pelarian yang merusak, seperti merokok.
Oleh: Aprilia Fira Purnama (Magang)
Editor: Redaksi