![]() |
Foto: Pexels |
Bagi sebagian mahasiswa, membaca lewat aplikasi digital lebih disukai karena praktis dan tidak membutuhkan biaya tambahan. Inayah Assyifa, mahasiswa semester 1, mengaku lebih nyaman membaca secara digital.
“Lewat aplikasi digital karena tidak harus membayar, kalau buku kan harus beli dulu dan bisa saja rusak. Selain itu, lebih mempermudah saat ingin membaca karena nggak perlu repot bawa buku lagi,” ujarnya.
Meski demikian, Inayah juga menyadari risiko dari kebiasaan membaca digital. “HP itu ada radiasinya, bisa bikin mata cepat rusak kalau terlalu lama dipakai,” tambahnya.
Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang tetap setia dengan buku cetak. Yuli Sabila Geubrina, mahasiswa semester 3, mengaku lebih nyaman membaca dari buku cetak.
“Aku lebih suka baca buku cetak karena lebih nyaman. Dari kecil udah terbiasa baca buku, apalagi dulu buku pelajaran pasti bentuknya cetak. Sejak SMP juga sering baca cerita atau novel. Menurutku, kalau baca buku cetak lebih mudah konsentrasi, dan gampang kalau mau tandai bagian yang sudah dibaca,” jelasnya.
Menurut Yuli, tren membaca digital wajar saja karena lebih praktis dan mudah diakses. Namun, ia menegaskan bahwa buku cetak tetap memiliki keistimewaan tersendiri.
“Menurutku wajar aja kalau digital lebih praktis. Tapi tetap ada sisi positif dari buku cetak, karena pengalaman membacanya beda dan lebih berkesan,” ujarnya.
Fenomena perbedaan preferensi ini menunjukkan adanya kelebihan dan kekurangan pada masing-masing media. Membaca digital menawarkan kemudahan, akses cepat, dan biaya lebih murah, namun berisiko membuat mata cepat lelah serta mengurangi fokus. Sementara itu, membaca buku cetak memberikan kenyamanan, konsentrasi lebih baik, serta pengalaman yang lebih berkesan, meski cenderung lebih mahal dan kurang praktis dibawa ke mana-mana.
Dengan semakin berkembangnya era digital, pergeseran budaya membaca ini menegaskan bahwa literasi mahasiswa kian beragam. Pilihan antara buku cetak maupun digital kembali pada kenyamanan masing-masing individu. Yang terpenting, semangat literasi tetap terjaga agar budaya membaca terus tumbuh seiring dengan kemampuan generasi muda beradaptasi terhadap perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai dari pengalaman membaca itu sendiri.
Penulis: Amanda Zuhra