HEADLINE

Latest Post
Loading...

14 November 2018

Medan Pusat Kesultanan Deli Era 1890

Foto: Rauzatul Jannah/ lpmalkalam

Usianya sudah ratusan tahun, tapi ia masih berdiri kokoh di tengah kota. Dibangun dengan arsitek orang kebangsaan Belanda bernuansa Melayu, Arab, Persia, dan Eropa, juga disebut dengan Istana Putri Hijau.

Selanjutnya ia dibangun pada tanggal 28 Agustus 1888 oleh Sultan Mahmud Al-Rasyid. Istana ini berluas 2.772 m2 persegi panjang kali lebar dengan dua lantai. Halamannya 4,5 hektar. Bangunan ini semi-permanen dengan bagian depan Istana batu dan bagian belakang Istana kayu.

Adapun istana ini terdiri dari tiga bagian induk, yaitu: induk bagian tengah, bagian sayap kiri dan bagian sayap kanan. Memiliki kurang lebih 30 ruang dan kamar. Namanya adalah Istana Maimun. Kenapa diberi nama ini? Dikarenakan ini diberi langsung oleh Sultan Dehi ke-9 yang diambil dari kosakata bahasa Arab “Maimunah” yang bearti Perkasa. Di istana Maimun juga masih ditempati lebih dari 50 orang yang masih punya keturunan dari Sultan itu sendiri.

Istana Maimun mempunyai struktur bangunan campuran antara Eropa, Melayu dan Timur Tengah bila dilihat dari warnanya mayoritas berwarna kuning yang merupakan ciri khas orang melayu. Pengaruh Eropa dapat dilihat dari lampu-lampu kristal yang terdapat di dalam Istana dan juga pada perabotan kursi, meja dan lemari serta dari struktur pintu dan jendelanya yang tinggi-tinggi, sedangkan pengaruh timur tengahnya terdapat pada bagian atapnya yang melengkung setinggi 5 – 8 meter dan menyerupai perahu terbalik (lengkung Persia).

Di samping istana Maimun, ada sederetan penjual kaki lima yang tempatnya akan segera di gusur. Menurut Rahayu (21) Rabu (31/10/2018) yang merupakan keluarga istana sendiri “bukan di gusur mbak!, tapi dipindahkan ke tempat yang lebih layak” tuturnya saat saya menanyakan izin berdagang.

Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.

Mesjid Raya Medan yang berdiri angkuh tak jauh dari Istana Maimun adalah bangunan yang juga menjadi jejak kejayaan Deli. Mesjid ini masih berfungsi seperti semula, yaitu melayani umat muslim di Medan yang ingin beribadah.

Kubahnya yang pipih dan berhiaskan bulan sabit di bagian puncak, menandakan gaya Moor yang dianutnya. Seperti mesjid lainnya, sebuah menara yang menjulang tinggi terlihat menambah kemegahan dan religiusnya mesjid ini. Aplikasi lukisan cat minyak berupa bunga-bunga dan tumbuhan yang berkelok-kelok di dinding, plafon dan tiang-tiang kokoh di bagian dalam mesjid ini, semakin menunjukkan tingginya nilai seni mesjid ini.

Jarak di antara istana Maimun dan Masjid Raya Medan hanya berkisar 200 meter. Kedekatan itu menandakan Masjid Raya al-Mashun masih sekompleks dengan kawasan istana Kesultanan Deli.
Masjid Raya al-Mashun didominasi warna putih, di samping hijau pada sekitar bagian pintu-pintu dan hitam pada kubahnya. Pengunjung yang hendak memasuki ruang shalat mesti melalui tangga hubung lantaran tempat tersebut letaknya lebih tinggi daripada beranda. Ruangan itu berbentuk segi delapan tidak sama sisi.

Masjid Raya al-Mashun tercatat mengalami perbaikan beberapa kali sejak dibangun pada permulaan abad ke-20. Di tahun 1927, restorasi atas Masjid Raya al-Mashun dilakukan dengan wujud kerja sama antara pihak kesultanan Deli dan perusahaan Deli Maatscapij. Selanjutnya, restorasi dilaksanakan pada zaman Republik Indonesia, yakni tahun 1966, atas dukungan pemerintah kota Medan.

Disinggung soal kebenaran adanya pintu terowongan yang menghubungkan antara istana maimun dan mesjid raya, Karim (60) selaku pengurus mengaku tak mengetahuinya “Bangunan berarsitektur Jerman biasanya memiliki ruangan bawah tanah atau malah pintu terowongan” pungkasnya.

Reporter : Rauzatul Jannah
Editor      : Redaksi
banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.