HEADLINE

Latest Post
Loading...

15 November 2018

Wali Naggroe akan di "Pensiunkan" Ini Komentar Mantan Ketua BEM

Foto: Red

www.lpmalkalam.com- Desas desus berakhirnya Malik Mahmud Al-Haytar sebagai wali Nanggroe yang ke 9  pada desember 2018 ini menuai pembicaraan publik. Pasalnya menurut sebagian elit politik aceh menginginkan agar lembaga ini dipensiunkan karena dianggap tidak bekerja maksimal dalam menjalankan tupoksinya (tugas pokok dan fungsi), Rabu 15/11/2018.

Terkait pemberitaan media tersebut, Attailah dan Murhalim selaku Mantan Ketua BEM Dan Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Ilmu keguruan IAIN Lhokseumawe ikut mengomentari hal tersebut, dalam pres rilis yang diterima media lpmalkalam mereka menilai "Lembaga wali nanggroe sendiri merupakan lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat dan pelestarian kehidupan adat dan budaya, hal ini jelas tertuang dalam pasal 1 angka (17) UU 11/2006".


"Permasalahan penolakan lembaga ini bukan yang pertama kalinya tapi lembaga yang diatur melalui qanun ini pernah ditolak dalam sidang DPRA pada tahun 2004-2009 kemudian baru dibahas lagi sampai diterima pada tahun 2014 yang lalu, Katanya".


Sebagai Anak negeri tentu kita menganalisa, "seandainya lembaga ini tidak ada apakah pemerintah yang berada di Aceh baik legislatif ataupun eksekutif tidak mampu menyatukan masyarakat superiority compleks ini dan memajukan budayanya? Tentu tidak sesederhana itu melihat permasalahan ini, negeri Darussalam yang katanya kaya suku, budaya dan bahasa ini merupakan peradaban besar yang menguasai selat malaka pada tahun 1608-1637 yang silam."


mereka melihat, "Sejarah panjang ini menciptakan sistem Aceh yang terus dipertahankan karena dianggap bagian dari aturan yang berhasil dari tatanan pemerintahan. Pada era sekarang lembaga wali nanggroe adalah sistem turunan dari sejarah itu, keberadaanya sebagai pemegang negeri ini adalah simbol dan kebanggaan kita  terhadap aceh. Kendati demikian, kepengurusan dan kinerja yang buruk dalam tubuh wali nanggroe adalah alasan yang sangat kecil dan terlalu kekanak-kanakan dalam proses berfikir dan memutuskan menutup pintu pada warisan sejarah kita.


"Bisa dibayangkan saat masyarakat solo begitu bangga dengan keraton mereka atau masyarakat jogyakarta yang sangat fanatik dengan lembaga kerajaan mereka, pada hal sejarah keberhasilan kerajaan keduanya atau  kerajaan-kerajaan diseluruh semenanjung rumpun melayu tidak sebesar yang dipunya Aceh. Tapi kita malah memelih berhenti bukan memperbaiki.


ia menambahkan, "hal yang dikeluhkan sebenarnya adalah permasalahan mendasar dan normal pada seorang pemimpin, seperti tidak nampaknya program- program penyatuan masyarakat, bimbingan yang kuat terhadap adat budaya bahkan lembaga ini hanya sebatas melaksanakan event yang biasa seperti award dan kunjungan-kunjungan kerja. Tidak ada program yang menyeluruh dan visioner untuk kemajuan yang akan datang".


"Kalau mau dibandingkan hal ini berjalan sepadan dengan pemerintahan Aceh sendiri yang lambat dan tidak progresif terhadap kemajuan aceh, ungkapnya."


"Dalam kondisi seperti ini akan sangat tidak etis apabila kita memutus satu kaki yang lambat karena yang sebelahnya juga lambat justru langkah ini akan memberhentikan kita untuk berjalan. Sebagai tokoh dan sebagai pemuda, patutnya kita kritis dan membari saran dan ide-ide yang membangun serta turun langsung dalam to the action menggerakkan lembaga yang pernah dipimpin oleh hasan tiro itu, bagi mereka yang mempunyai kesempatan dan peluang didalamnya, harapnya."


"bukankah demokrasi pada pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin kita berpendapat. Kalau aturan itu masih berlaku, ini merupakan jalan yang bisa dirintis untuk memulihkan kembali  lembaga wali Nanggroe agar serius dalam menjalankan tugas untuk kemajuan Aceh, katanya."


Sumber : Rilis

Editor    : Redaksi

banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.