![]() |
Foto: Pixabay.com |
Fenomena ini sejalan dengan penelitian dalam jurnal "Ketika Ego Mendominasi: Bagaimana Pengaruh Kepemimpinan Narsistik Terhadap Dinamika Tim" oleh Marchelina Febe. Ia menyebutkan bahwa "Pemimpin narsistik biasanya menunjukkan ciri-ciri seperti ego yang tinggi, kurangnya empati, perilaku manipulatif, dan obsesi terhadap pencitraan. Mereka sering kali memprioritaskan kepentingan pribadi di atas kepentingan tim." Jika ego mendominasi, organisasi akan sulit berkembang karena keputusan lebih berorientasi pada kepentingan individu, bukan kolektif.
Selain itu, kurangnya transparansi dan komunikasi yang buruk juga menjadi faktor penghambat. Seperti yang dikatakan dalam artikel "Ego adalah Musuh dari Kepemimpinan yang Baik" di Ruang Pikir, "Semakin tinggi posisi pemimpin, semakin berisiko mengalami peningkatan ego. Dan semakin besar ego mereka tumbuh, semakin tinggi risiko mereka berakhir dalam lingkaran isolasi, kehilangan kontak dengan rekan kerjanya, budayanya, hingga klien mereka." Jika hal ini dibiarkan, organisasi hanya akan berputar di tempat tanpa arah yang jelas.
Hal ini juga diperkuat oleh artikel "5 Kesalahan yang Sering Dilakukan Pemimpin Perusahaan" di Kompas.com, yang menyatakan bahwa "Ego si pemilik wirausaha seringkali menghalangi, sehingga sulit bagi pemilik perusahaan dan tim manajemennya menentukan arah untuk pertumbuhan perusahaannya."
Untuk keluar dari stagnasi, organisasi perlu dipimpin oleh individu yang visioner, mampu berkolaborasi, serta mengutamakan kepentingan bersama. Dengan tata kelola yang baik, komunikasi yang terbuka, dan budaya kerja yang profesional, organisasi bisa berkembang dan mencapai tujuannya secara optimal.
Oleh: Putri Ruqaiyah
Editor: Redaksi