![]() |
Foto: Pixabay.com |
Pesan ini tidak hanya menyoroti kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup literasi kritis, yaitu kemampuan untuk berpikir logis, menganalisis informasi, dan menyampaikan pendapat dengan cara yang cerdas dan terukur.
Pernyataan ini bisa dilihat sebagai sindiran terhadap fenomena di mana banyak orang melontarkan kritik atau penghinaan tanpa landasan pengetahuan yang kuat. Di era digital seperti sekarang, mudah sekali menemukan komentar-komentar kasar di media sosial yang tidak dilandasi argumen rasional, melainkan sekadar emosi atau ikut-ikutan arus. Hal ini menunjukkan kurangnya kemampuan dalam memilah informasi dan kurangnya etika dalam berkomunikasi.
Pernyataan ini juga bisa dimaknai sebagai sindiran terhadap perilaku sebagian masyarakat atau elit yang mungkin lebih sering melontarkan opini tanpa dasar yang kuat. Literasi, dalam hal ini, tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan memahami konteks, menganalisis informasi, dan mengartikulasikan pendapat secara logis dan bermartabat.
Apabila dikaitkan dengan kondisi Indonesia, di mana arus informasi sangat deras terutama di media sosial, literasi menjadi tameng untuk menyaring informasi yang valid dan menghindari disinformasi. Tanpa literasi yang memadai, masyarakat rentan terjebak dalam polarisasi, propaganda, dan ujaran kebencian yang tidak produktif.
Lebih jauh lagi, Rocky Gerung tampaknya ingin mengajak masyarakat untuk meningkatkan kualitas literasi agar setiap pendapat yang disampaikan bukan hanya bersifat ofensif tetapi juga konstruktif. Dalam politik, pendidikan, maupun kehidupan sehari-hari, literasi yang baik memungkinkan seseorang untuk berdebat secara sehat, mengkritik dengan cerdas, dan berdiskusi tanpa harus menjatuhkan martabat orang lain.
Pada akhirnya, kutipan ini menjadi tamparan keras bagi siapa saja yang masih terjebak dalam pola komunikasi negatif. Literasi bukan hanya soal kemampuan teknis membaca dan menulis, tetapi juga soal membangun kualitas berpikir dan berkomunikasi yang lebih bermartabat.
Oleh: Nurul Fadilah
Editor: Redaksi