![]() |
Foto: Pexels.com |
Namun, alih-alih mengingat tujuan diciptakannya manusia dengan perbedaan untuk saling mengenal dan menghargai, kondisi di masyarakat saat ini justru sebaliknya. Di zaman sekarang, justru timbul yang namanya stereotip terhadap suatu kelompok. Menurut Samovar & Porter, stereotip adalah persepsi atau kepercayaan yang dianut mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Stereotip ini identik dengan perbedaan ras, etnis, suku, maupun kelompok kepercayaan/agama.
Stereotip juga sering kali dikaitkan dengan hal-hal yang bernuansa negatif. Salah satu contohnya adalah stereotip terhadap orang India. Di Indonesia, orang India sering disebut dengan “Vrindavan” dan kerap kali dikaitkan dengan kemiskinan serta lingkungan yang kotor dan kacau. Stereotip tersebut menyebar dan dipercaya di kalangan masyarakat tanpa adanya verifikasi atau pengamatan yang lebih lanjut. Padahal, Vrindavan sendiri adalah sebuah kota di India yang dianggap sebagai salah satu tempat suci dalam agama Hindu karena berkaitan erat dengan kehidupan Dewa Krishna. Sebutan “Vrindavan” untuk orang India di Indonesia muncul karena pengaruh seri animasi mitologi Hindu berjudul Little Krishna yang dulu kerap tayang di televisi Indonesia.
Selain orang India, agama Islam juga kerap dikaitkan dengan stereotip negatif, terutama di luar negeri. Faktanya, Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia dengan jumlah penganut sekitar 1,8 miliar orang, tidak terlepas dari pandangan negatif. Bahkan, muncul istilah Islamophobia sebagai bukti adanya prasangka buruk terhadap agama Islam dan umat muslim.
Dari contoh-contoh tersebut, dapat kita ketahui bahwa prasangka negatif hampir selalu muncul terhadap suatu kelompok masyarakat, bahkan untuk kelompok mayoritas sekalipun. Oleh karena itu, kita tidak boleh terbawa arus dan menerima begitu saja semua prasangka negatif tersebut tanpa informasi yang benar dan terpercaya. Kita harus bisa membedakan antara kewaspadaan dan prasangka buruk.
Untuk menghindari prasangka buruk, kita dapat menelusuri kembali asal-usul munculnya stereotip negatif yang ada. Periksa apakah stereotip tersebut berasal dari fakta dan pengalaman, atau hanya sekadar cerita dan kabar burung. Carilah informasi yang benar, beragam, dan pahami latar belakang serta sejarah suatu kelompok. Kita juga harus memandang setiap orang sebagai individu yang unik, bukan sekadar perwakilan dari kelompoknya. Dengan cara ini, kita dapat menyaring stereotip negatif yang muncul, sehingga tidak selalu memandang suatu kelompok secara negatif.
Penulis: Najwa Aulia Putri
Editor: Putri Ruqaiyah