![]() |
Foto: Pixabary.com |
Politik sebagai Penggerak Hukum
Secara teoritis, politik berperan dalam menciptakan hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Proses legislasi yang dilakukan melalui institusi-institusi politik, seperti parlemen, adalah bentuk nyata dari interaksi politik dan hukum. Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Politik sering kali menjadi instrumen bagi kepentingan kelompok tertentu untuk menguasai hukum, menjadikannya alat legitimasi kekuasaan. Dalam kondisi seperti ini, hukum tidak lagi bersifat universal, melainkan tunduk pada kepentingan elite politik.
Ketika politik berjalan tanpa moralitas, hukum berpotensi disalahgunakan untuk mengamankan kekuasaan. Contohnya adalah penerapan hukum yang bias, di mana pihak yang berseberangan dengan penguasa diproses hukum dengan cepat, sementara pendukung penguasa sering lolos dari jerat hukum meski melakukan pelanggaran. Hal ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga merusak legitimasi hukum sebagai pilar negara hukum.
Hukum sebagai Pengontrol Politik
Sebaliknya, hukum seharusnya menjadi alat kontrol atas praktik politik yang menyimpang. Prinsip negara hukum mengamanatkan bahwa semua warga negara, termasuk pejabat publik, tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam konteks ini, supremasi hukum (supremacy of law) harus menjadi panglima. Namun, implementasi prinsip ini sering terganjal oleh intervensi politik. Institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan sering kali tidak independen, melainkan berada di bawah bayang-bayang kekuasaan politik.
Kemandirian lembaga-lembaga hukum menjadi krusial untuk memastikan bahwa hukum tidak diperalat oleh kekuasaan. Reformasi hukum diperlukan untuk menciptakan institusi yang kuat dan independen, serta menanamkan nilai-nilai integritas dalam setiap proses penegakan hukum. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam sistem hukum juga harus menjadi prioritas untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Keseimbangan Politik dan Hukum
Dalam negara demokrasi, keseimbangan antara politik dan hukum harus dijaga. Politik yang sehat harus menghasilkan hukum yang adil, sementara hukum yang kokoh harus mampu mengontrol kekuasaan politik. Untuk mencapai keseimbangan ini, diperlukan komitmen dari semua pihak, baik penguasa maupun masyarakat sipil.
Salah satu cara menjaga keseimbangan adalah dengan memperkuat peran masyarakat dalam pengawasan politik dan hukum. Media, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi dapat menjadi pengontrol independen yang memastikan bahwa hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan, tetapi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial.
Politik dan hukum adalah dua sisi mata uang yang harus berjalan beriringan untuk membangun negara yang adil dan sejahtera. Ketika politik dikendalikan oleh moralitas dan hukum ditegakkan dengan independen, maka keduanya dapat saling mendukung untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Sebaliknya, jika politik mendominasi hukum atau hukum tunduk pada politik, maka kehancuran moralitas publik dan ketidakadilan sosial tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, menjaga harmoni antara politik dan hukum adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa.
Oleh: Alif Maulana (Magang)
Editor: Redaksi