![]() |
Foto: Pixabary.com |
Psikolog sosial, Dr. Andini Prasasti, menjelaskan bahwa provokator biasanya memiliki kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. "Banyak provokator merasa terisolasi atau kurang dihargai dalam lingkungannya. Tindakan provokatif menjadi cara mereka untuk menarik perhatian dan mengisi kekosongan emosional tersebut," ungkapnya.
Perilaku serupa juga terlihat di media sosial. Beberapa pengguna sengaja memposting komentar kontroversial untuk memancing emosi orang lain. Fenomena ini, yang dikenal sebagai trolling, sering dilakukan oleh mereka yang merasa kurang mendapatkan validasi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tindakan provokatif ini tidak hanya berdampak pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada diri provokator itu sendiri. Alih-alih mendapatkan perhatian positif, mereka sering kali menghadapi penolakan yang justru memperparah rasa kesepian atau rendah diri.
"Provokator tidak membutuhkan konflik, mereka membutuhkan perhatian yang sehat. Jika lingkungan sosial dapat memberikan dukungan dan empati, perilaku provokatif mereka kemungkinan besar akan berkurang," tambah Dr. Andini.
Solusi yang dapat diambil adalah menciptakan ruang komunikasi yang lebih inklusif di mana setiap individu merasa dihargai dan diperhatikan. Dalam lingkungan kerja, misalnya, pemimpin tim bisa mendorong dialog terbuka dan memberikan penghargaan kepada semua anggota, termasuk mereka yang cenderung provokatif.
Selain itu, masyarakat perlu lebih bijak dalam menghadapi provokator di media sosial. Menanggapi dengan emosi hanya akan memperkuat pola perilaku tersebut. Sebaliknya, pendekatan yang tenang atau mengabaikan provokasi dapat memutus siklus drama yang diinginkan pelaku.
Pada akhirnya, memahami bahwa provokator membutuhkan perhatian, bukan permusuhan, adalah langkah awal untuk menciptakan hubungan sosial yang lebih harmonis dan sehat. Dengan memberi perhatian secara tulus, konflik yang tidak perlu dapat dihindari, dan para provokator pun merasa lebih diterima tanpa harus memancing keributan.
Oleh: Putri Ruqaiyah (Magang)
Editor: Redaksi