![]() |
Foto: Tiara Khalisna |
www.lpmalkalam.com- Pengelolaan limbah plastik untuk dijadikan tikar telah banyak dilakukan oleh ibu-ibu warga desa Mane Kareung, kec. Blang Mangat, Kota Lhokseumawe lebih kurang sejak 5 tahun terakhir.
Pengolahan limbah plastik ini bermula dari sebuah rumah. Kemudian, tikar tersebut dilihat oleh kaum ibu-ibu pada sebuah acara di rumah itu. Setelah diamati, ternyata banyak dari mereka yang menyukai karya tersebut sehingga mulai mengumpulkan plastik untuk membuat hal yang sama. Ada yang membuatnya secara berkelompok, dan ada yang membuat secara individu.
Plastik yang digunakan beragam, mulai dari bungkus kopi sachet, bungkus minuman sachet hingga bungkus sabun cuci sachet. Plastik yang dikumpulkan awalnya, akan dicuci bersih, lalu dijemur. Setelah kering, barulah plastik dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Kemudian plastik tersebut dilipat satu persatu, baru kemudian dianyam menjadi sebuah tikar.
Motif dan ukuran yang dibuat juga beragam sesuai dengan kreativitas atau kebutuhan masing-masing warga. Dalam sebuah tikar, bisa memuat berbagai macam bungkus plastik sesuai dengan keinginan masing-masing warga. Namun dengan catatan, bungkus plastik yang digunakan memiliki ukuran yang sama.
Berawal dari rasa suka, kini bahkan ada yang menghasilkan cuan dari hasil pembuatan tikar tersebut. Harga yang ditawarkan pun beragam tergantung ukuran yang diinginkan pembeli.
Berdasarkan data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) tahun 2024, Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China. Bisa dikatakan bahwa sampah adalah masalah yang sangat serius di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang besar sehingga menghasilkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Jadi, tanpa disadari, tindakan mereka sebenarnya telah membantu pemerintah dalam hal mengelola sampah dengan bijak menjadi sebuah barang berguna untuk digunakan kembali.
Oleh: Tiara Khalisna
Editor: Redaksi