![]() |
Foto: Pexels.com |
Sebuah kajian dari Pusat Kajian Kebijakan Publik Indonesia mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir, anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk proyek infrastruktur dan pembayaran utang, sementara sektor pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial justru mengalami pemangkasan.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur yang seharusnya membawa manfaat luas sering kali lebih menguntungkan segelintir elite dibanding rakyat kebanyakan. Proyek-proyek besar terus digalakkan dengan dalih pertumbuhan ekonomi, tetapi siapa yang sebenarnya menikmati hasilnya? Rakyat kecil tetap kesulitan mengakses layanan dasar, sementara segelintir pihak menikmati keuntungan besar dari berbagai kebijakan pemerintah.
Bantuan sosial yang terbatas dan sulit diakses semakin memperlebar jurang ketimpangan. Subsidi energi dan kebutuhan pokok terus dikurangi, harga-harga meroket, tetapi pendapatan rakyat stagnan. Sementara itu, korupsi dan kebocoran anggaran masih menjadi momok yang seolah tak tersentuh hukum. Jika negara terus menuntut dari rakyat tanpa memberikan kesejahteraan yang layak, maka konsep "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" hanya akan menjadi slogan kosong yang terpampang di konstitusi tanpa realisasi.
Negara tidak boleh hanya berperan sebagai pemungut pajak yang menuntut kontribusi rakyat tanpa imbal balik yang setimpal. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada rakyat, bukan hanya pada kepentingan fiskal atau elite tertentu. Jika tidak, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akan semakin menipis, dan ketimpangan sosial akan terus melebar. Pada akhirnya, pertanyaan besar yang harus dijawab adalah apakah negara benar-benar hadir untuk rakyat, atau justru menjadikan rakyat sebagai beban yang harus terus berkorban?
Oleh: Putri Ruqaiyah
Editor: Redaksi