Portal Berita Al-Kalam

Alih Status IAIN ke UIN, Username dan Profil Media Sosial UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe Belum Berganti? Ini Alasannya

Foto: IST www.lpmalkalam.com -  Humas Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menuai pertanyaan dari mahasiswa terkai...

HEADLINE

Latest Post

18 Juli 2025

Implementasi Qanun No. 11/2002 di Takengon: Penertiban Visual Ruang Publik

Foto: istockphoto.com

www.lpmalkalam.com-

Abstrak

Artikel ini membahas implementasi Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, khususnya dalam konteks penertiban elemen visual ruang publik di Takengon, Aceh Tengah. Salah satu contoh konkret penerapan qanun ini adalah razia terhadap manekin yang tidak mengenakan busana syar’i di Pasar Inpres Takengon oleh Satpol PP dan Wilayatul Hisbah. Tindakan ini menjadi bentuk kontrol moral dan simbolik pemerintah daerah terhadap representasi visual yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam. Artikel ini juga menyoroti dinamika sosial yang muncul di tengah masyarakat, antara dorongan untuk menegakkan identitas keislaman dan respons kritis dari sebagian warga yang mempertanyakan batasan ruang privat dan publik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana nilai-nilai agama dipraktikkan secara nyata dalam tata kelola ruang publik serta dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Kata Kunci:

Syariat Islam, Qanun No. 11/2002, Aceh Tengah, ruang publik, manekin, Satpol PP-WH, visual syar’i, Takengon.

PENDAHULUAN

    Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang diberi kewenangan khusus untuk menerapkan Syariat Islam melalui berbagai qanun daerah. Salah satu bentuk konkret dari kewenangan ini adalah Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam. Qanun ini mengatur bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam kehidupan sosial, termasuk di ruang publik. Implementasi qanun ini tidak hanya menyentuh aspek ibadah personal, tetapi juga menyasar ekspresi visual dan simbolik di lingkungan masyarakat, seperti pengawasan terhadap etalase toko, busana, hingga penampilan manekin (boneka pajangan).

    Salah satu peristiwa yang mencerminkan implementasi qanun tersebut terjadi di Kabupaten Aceh Tengah, khususnya di Pasar Inpres Takengon. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) melakukan penertiban terhadap sejumlah manekin yang dianggap tidak berpakaian sesuai busana syar’i. Menurut pihak berwenang, hal ini merupakan bagian dari upaya menjaga syiar Islam di ruang publik serta menegakkan norma kesopanan visual yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang berlaku di Aceh.

    Fenomena ini menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian mendukung tindakan tersebut sebagai bagian dari identitas Aceh sebagai daerah bersyariat, namun tak sedikit pula yang mempertanyakan relevansi pengawasan simbol visual non-manusia seperti manekin. Polemik ini menempatkan ruang publik sebagai arena kontestasi antara penegakan nilai-nilai keagamaan dan kebebasan ekspresi visual.

    Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Qanun No. 11 Tahun 2002 dalam konteks penertiban visual ruang publik di Takengon, serta menelaah dinamika sosial yang muncul akibat penerapan kebijakan tersebut. Dengan pendekatan kualitatif, penulisan ini diharapkan mampu memberikan gambaran kritis dan objektif mengenai bentuk, alasan, serta respons masyarakat terhadap penegakan syariat di level simbolik-visual.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Ruang Publik dalam Perspektif Sosial

    Ruang publik adalah arena di mana masyarakat dari berbagai latar belakang berinteraksi, berekspresi, dan menunjukkan identitas budaya maupun agama. Dalam pemikiran Jรผrgen Habermas, ruang publik adalah tempat diskursus bebas berlangsung dan memungkinkan terbentuknya opini publik. Di daerah berbasis agama seperti Aceh, ruang publik tidak hanya netral secara sosial, tapi juga dibentuk oleh norma-norma syariat yang secara langsung memengaruhi bentuk visual dan perilaku di dalamnya.

2. Syariat Islam sebagai Kebijakan Publik di Aceh

    Penerapan Syariat Islam di Aceh merupakan kebijakan daerah yang dilegitimasi oleh perjanjian damai Helsinki tahun 2005 dan diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Salah satu produk hukum turunannya adalah Qanun No. 11 Tahun 2002 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan nilai-nilai keislaman dalam aspek kehidupan sosial, termasuk pengaturan busana, etika, dan simbol visual. Ini menjadikan hukum syariat tidak hanya bersifat pribadi, tetapi berdimensi publik yang bisa memengaruhi pengaturan ruang kota.

3. Simbol dan Visual dalam Kebijakan Moral

    Simbol visual, seperti manekin, billboard, dan pakaian di ruang publik, menjadi alat representasi budaya dan moral. Dalam konteks Aceh, simbol-simbol ini tidak boleh bebas nilai, karena dianggap membawa dampak terhadap tatanan sosial dan syiar Islam. Pemerintah melalui Satpol PP dan WH bertugas untuk mengawasi dan memastikan bahwa elemen-elemen visual ini sesuai dengan norma syariat. Maka dari itu, penertiban manekin yang tidak berbusana syar’i merupakan bentuk kontrol visual yang memiliki nilai politik moral dan religius.

METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus, yang bertujuan untuk memahami secara mendalam implementasi Qanun No. 11 Tahun 2002 di Takengon, khususnya dalam konteks penertiban visual ruang publik seperti manekin di Pasar Inpres. Pendekatan ini dipilih karena mampu menggambarkan proses sosial yang kompleks dan dinamis, serta memungkinkan peneliti untuk menangkap makna subjektif dari para pelaku kebijakan maupun masyarakat. Lokasi penelitian dipusatkan di Pasar Inpres Takengon, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, karena di lokasi inilah terjadi penertiban langsung oleh Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH). Subjek penelitian terdiri atas aparat Satpol PP-WH, pedagang pasar, warga setempat, dan tokoh agama yang relevan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi langsung terhadap kondisi ruang publik, serta dokumentasi berupa berita, foto kegiatan, dan dokumen resmi qanun. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis tematik, dimulai dari reduksi data, kategorisasi tema, hingga penarikan kesimpulan. Untuk memastikan keabsahan data, dilakukan triangulasi sumber dan teknik, sehingga data yang disajikan memiliki validitas yang kuat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Implementasi Qanun di Takengon

    Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, Satpol PP dan WH Aceh Tengah secara aktif melakukan sosialisasi dan penegakan Qanun No. 11 Tahun 2002, khususnya dalam hal pengawasan visual ruang publik seperti etalase toko dan penampilan manekin. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk penjagaan terhadap norma syar’i yang telah diatur secara resmi oleh pemerintah daerah. Razia manekin tak berbusana syar’i yang terjadi di Pasar Inpres Takengon menjadi bentuk nyata dari pelaksanaan syariat dalam ruang sosial sehari-hari. Aparat Satpol PP dan WH menyita atau meminta pemilik toko menutupi manekin yang menampilkan bentuk tubuh secara eksplisit. Hal ini merujuk pada prinsip bahwa simbol visual di ruang publik juga harus mendukung syiar Islam.

2. Tanggapan dan Respons Masyarakat

    Respons masyarakat terhadap razia manekin beragam. Sebagian warga, khususnya yang konservatif, mendukung langkah tersebut sebagai bentuk menjaga identitas Aceh sebagai daerah bersyariat. Namun sebagian lainnya terutama pedagang dan generasi muda menilai langkah itu terlalu simbolik dan kurang menyentuh persoalan sosial yang lebih substansial, seperti kemiskinan, korupsi, dan pelayanan publik. Dalam wawancara, seorang pedagang menyampaikan bahwa fokus pemerintah terhadap manekin terasa “kurang penting” dibanding isu harga barang dan keamanan pasar. Hal ini memperlihatkan adanya jarak antara semangat kebijakan syariat dan kebutuhan riil masyarakat.

3. Visual sebagai Ruang Kontestasi Identitas

     Manekin sebagai objek simbolik ternyata menjadi ruang kontestasi antara negara, agama, dan warga. Di satu sisi, pemerintah ingin menjaga moralitas visual, namun di sisi lain, masyarakat menuntut ruang publik yang fleksibel dan tidak terlalu dikontrol secara simbolik. Sebagaimana disebut oleh Hasan (2017), representasi simbol dalam syariat tidak bisa dilepaskan dari politik moral yang berakar pada identitas lokal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

    Berdasarkan hasil analisis dan temuan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa implementasi Qanun No. 11 Tahun 2002 di Takengon, khususnya terkait penertiban visual ruang publik seperti manekin yang tidak berpakaian syar’i, merupakan bentuk konkrit dari penegakan nilai-nilai syariat Islam yang diformalkan dalam kebijakan daerah. Tindakan tersebut dijalankan oleh Satpol PP dan Wilayatul Hisbah sebagai representasi pemerintah daerah dalam menjaga syiar Islam di ruang publik.

    Namun, implementasi ini juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Di satu sisi, terdapat dukungan terhadap langkah ini sebagai upaya menjaga identitas keislaman Aceh. Di sisi lain, muncul kritik bahwa penegakan syariat yang terlalu simbolik seperti razia manekin tidak menjawab kebutuhan sosial yang lebih mendesak dan substansial. Selain itu, kontrol terhadap elemen visual juga memunculkan diskursus baru tentang siapa yang berhak menentukan batasan moral di ruang publik.

Saran

    Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, disarankan agar pemerintah daerah Aceh Tengah, khususnya lembaga pelaksana seperti Satpol PP dan Wilayatul Hisbah, lebih mengedepankan pendekatan edukatif dan dialogis dalam menerapkan Qanun No. 11 Tahun 2002. Penegakan syariat seharusnya tidak hanya berfokus pada simbol-simbol visual semata, melainkan juga mempertimbangkan efektivitasnya dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Islam secara menyeluruh. Langkah represif seperti razia manekin perlu dilengkapi dengan sosialisasi yang intensif dan pelibatan masyarakat agar tercipta pemahaman bersama, bukan ketegangan sosial. Selain itu, masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam memberikan kritik dan masukan yang konstruktif terhadap kebijakan syariat, sehingga pelaksanaannya tidak hanya bernuansa formalitas, tetapi benar-benar berdampak positif bagi kehidupan sosial. Akademisi dan peneliti juga diharapkan terus melakukan kajian mendalam terhadap dampak sosial dari kebijakan syariat, agar kebijakan tersebut tetap adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa kehilangan substansi nilai-nilainya.

Daftar Pustaka

BBC Indonesia. (2022, Januari 25). Kontroversi penegakan syariat di Aceh: Antara simbol dan substansi. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60129823

Habermas, J. (1991). The structural transformation of the public sphere. MIT Press.

Hasan, M. (2017). Moral governance dan representasi simbolik: Kasus manekin di Aceh. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 21(1), 64–78.

Pemerintah Aceh. (2002). Qanun Aceh No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam. https://jdih.acehprov.go.id/qanun/11-2002

Prokopim Aceh Tengah. (2024, April 2). Satpol PP-WH Aceh Tengah tertibkan manekin tak syar’i di Pasar Inpres Takengon. https://prokopim.acehtengahkab.go.id/satpol-pp-wh-aceh-tengah-tertibkan-manekin-tak-syari-di-pasar-inpres-takengon

Supriatna, A. (2016). Ruang publik dan religiusitas: Studi pada ruang kota syariah di Banda Aceh. Jurnal Sosiologi Reflektif, 10(2), 215–230.


Karya: Akbar Saradiwa, Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe (Rilisan)

Editor: Indira ulfa

banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam IAIN Lhokseumawe, 0821-6414-4543 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.