![]() |
Foto: istockphoto.com |
www.lpmalkalam.com-
Pendahuluan
Perbincangan tentang hubungan antara Islam dan demokrasi bukanlah hal baru, tapi selalu relevan. Sebagian orang meyakini bahwa Islam dan demokrasi tidak bisa berjalan bersama. Mereka beranggapan bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala hal secara tegas berdasarkan wahyu, sedangkan demokrasi dianggap menjunjung kebebasan dan kedaulatan rakyat, yang bisa bertentangan dengan hukum Tuhan.
Namun di sisi lain, banyak juga yang melihat justru ada banyak nilai dalam Islam yang selaras dengan demokrasi. Misalnya, prinsip musyawarah, keadilan, serta tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat. Jadi, pertanyaannya bukan lagi “apakah Islam cocok dengan demokrasi?” tapi lebih kepada “bagaimana keduanya bisa berjalan berdampingan secara sehat?”
Pembahasan
1. Islam
Tidak Anti-Demokrasi
Jika kita lihat lebih dalam, Islam bukan sistem yang menutup pintu terhadap partisipasi publik. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sosok pemimpin yang selalu bermusyawarah dengan para sahabat dalam mengambil keputusan penting. Ini menjadi contoh bahwa keterlibatan umat dalam urusan pemerintahan adalah bagian dari ajaran Islam.
2. Demokrasi Bukan Lawan Agama
Sayangnya, demokrasi kadang dicurigai sebagai sistem yang anti-Tuhan karena memberi ruang bagi manusia untuk membuat hukum. Padahal, demokrasi adalah alat atau sistem, bukan ideologi atau agama. Dalam konteks negara modern, demokrasi memberikan kesempatan kepada semua warga, termasuk umat Islam, untuk berkontribusi dalam pembangunan, termasuk lewat nilai-nilai agama mereka.
Yang jadi masalah justru ketika demokrasi dijalankan tanpa nilai, atau agama digunakan hanya sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Ketika kampanye politik mulai mengutip ayat untuk menyerang lawan, atau ketika agama dijadikan pembeda untuk menjatuhkan pihak lain, maka baik demokrasi maupun Islam kehilangan maknanya. Demokrasi menjadi bising oleh kebencian, dan Islam menjadi redup oleh ambisi kekuasaan.
3. Indonesia dan Ruang Bertemu antara Islam dan Demokrasi
Indonesia adalah negara yang menarik karena mayoritas penduduknya Muslim, tapi sistem politiknya demokratis. Dalam praktiknya, kita melihat partai politik Islam ikut berkompetisi di pemilu, ulama duduk di parlemen, dan aspirasi umat disalurkan melalui mekanisme demokratis. Ini bukti bahwa Islam dan demokrasi bisa berjalan bersama, selama ada komitmen untuk menjaga etika dan tidak saling memaksakan.
Namun, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang muncul. Politisasi agama, ujaran kebencian berbasis keyakinan, dan maraknya hoaks sering kali membuat publik kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi. Maka yang dibutuhkan bukan sekadar sistem, tapi cara berpikir yang sehat dan tanggung jawab moral dari semua pihak.
Penutup
Islam dan demokrasi sejatinya tidak harus dipertentangkan. Jika keduanya dipahami dengan jernih, keduanya justru bisa saling menguatkan. Islam memberi arah moral dan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan demokrasi menyediakan ruang untuk menjalankan nilai-nilai itu secara adil dan terbuka. Yang perlu kita waspadai bukanlah sistemnya, tapi cara kita memperlakukan keduanya. Jangan jadikan demokrasi sebagai ajang memecah belah, dan jangan jadikan Islam sebagai alat politik sesaat. Demokrasi akan bermakna jika dijalankan dengan akhlak. Dan Islam akan terasa agung jika dihidupkan dengan hikmah, bukan dengan pemaksaan. Masyarakat Indonesia, dengan segala keberagamannya, bisa menjadi contoh bahwa Islam dan demokrasi bukan musuh, melainkan dua kekuatan yang saling menopang untuk menciptakan bangsa yang adil, damai, dan bermartabat.
Referensi
Abdurrahman Wahid, ‘Islamku, Islam Anda, Islam Kita’, GusDur.Net <https://gusdur.net/islamku-islam-anda-islam-kita/>
Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin & Peradaban (Gramedia pustaka utama., 2019) <https://books.google.co.id/books?id=mbm0DwAAQBAJ&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false>
Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia (Princeton University Press, 2011) <https://www.google.co.id/books/edition/Civil_Islam/L-HA_EPLiswC?hl=en&gl=ID>
Karya: Muhammad Syukri, Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe
Editor: Indira ulfa
Jika kita lihat lebih dalam, Islam bukan sistem yang menutup pintu terhadap partisipasi publik. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sosok pemimpin yang selalu bermusyawarah dengan para sahabat dalam mengambil keputusan penting. Ini menjadi contoh bahwa keterlibatan umat dalam urusan pemerintahan adalah bagian dari ajaran Islam.
2. Demokrasi Bukan Lawan Agama
Sayangnya, demokrasi kadang dicurigai sebagai sistem yang anti-Tuhan karena memberi ruang bagi manusia untuk membuat hukum. Padahal, demokrasi adalah alat atau sistem, bukan ideologi atau agama. Dalam konteks negara modern, demokrasi memberikan kesempatan kepada semua warga, termasuk umat Islam, untuk berkontribusi dalam pembangunan, termasuk lewat nilai-nilai agama mereka.
Yang jadi masalah justru ketika demokrasi dijalankan tanpa nilai, atau agama digunakan hanya sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Ketika kampanye politik mulai mengutip ayat untuk menyerang lawan, atau ketika agama dijadikan pembeda untuk menjatuhkan pihak lain, maka baik demokrasi maupun Islam kehilangan maknanya. Demokrasi menjadi bising oleh kebencian, dan Islam menjadi redup oleh ambisi kekuasaan.
3. Indonesia dan Ruang Bertemu antara Islam dan Demokrasi
Indonesia adalah negara yang menarik karena mayoritas penduduknya Muslim, tapi sistem politiknya demokratis. Dalam praktiknya, kita melihat partai politik Islam ikut berkompetisi di pemilu, ulama duduk di parlemen, dan aspirasi umat disalurkan melalui mekanisme demokratis. Ini bukti bahwa Islam dan demokrasi bisa berjalan bersama, selama ada komitmen untuk menjaga etika dan tidak saling memaksakan.
Namun, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang muncul. Politisasi agama, ujaran kebencian berbasis keyakinan, dan maraknya hoaks sering kali membuat publik kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi. Maka yang dibutuhkan bukan sekadar sistem, tapi cara berpikir yang sehat dan tanggung jawab moral dari semua pihak.
Penutup
Islam dan demokrasi sejatinya tidak harus dipertentangkan. Jika keduanya dipahami dengan jernih, keduanya justru bisa saling menguatkan. Islam memberi arah moral dan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan demokrasi menyediakan ruang untuk menjalankan nilai-nilai itu secara adil dan terbuka. Yang perlu kita waspadai bukanlah sistemnya, tapi cara kita memperlakukan keduanya. Jangan jadikan demokrasi sebagai ajang memecah belah, dan jangan jadikan Islam sebagai alat politik sesaat. Demokrasi akan bermakna jika dijalankan dengan akhlak. Dan Islam akan terasa agung jika dihidupkan dengan hikmah, bukan dengan pemaksaan. Masyarakat Indonesia, dengan segala keberagamannya, bisa menjadi contoh bahwa Islam dan demokrasi bukan musuh, melainkan dua kekuatan yang saling menopang untuk menciptakan bangsa yang adil, damai, dan bermartabat.
Referensi
Abdurrahman Wahid, ‘Islamku, Islam Anda, Islam Kita’, GusDur.Net <https://gusdur.net/islamku-islam-anda-islam-kita/>
Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin & Peradaban (Gramedia pustaka utama., 2019) <https://books.google.co.id/books?id=mbm0DwAAQBAJ&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false>
Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia (Princeton University Press, 2011) <https://www.google.co.id/books/edition/Civil_Islam/L-HA_EPLiswC?hl=en&gl=ID>
Editor: Indira ulfa