Portal Berita Al-Kalam

Istighotsah dan Zikir Kebangsaan jadi Pertemuan Pertama Mahasiswa Setelah Libur Semester

Foto: Muhammad Izzat Saputra www.lpmalkalam.com-  Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe menyelenggara...

HEADLINE

Latest Post

20 Juli 2025

Dayah Misbahul Ulum: Sejarah dan Tradisi Kitab Kuning

Foto: IST
www.lpmalkalam.com

Pendahuluan

Misbahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang berfokus pada pengajaran ilmu agama dan umum. Nama Misbahul Ulum sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti “Pelita Ilmu,” mencerminkan tujuan lembaga ini dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan mencetak generasi yang berakhlak mulia.

Lembaga ini biasanya mengintegrasikan kurikulum berbasis keislaman dengan pendidikan formal, seperti ilmu pengetahuan alam, sosial, dan teknologi. Beberapa pesantren atau madrasah dengan nama Misbahul Ulum tersebar di berbagai daerah di Indonesia, masing-masing dengan ciri khas dan metode pengajarannya sendiri.

Metode Penelitian

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di Pesantren Modern Misbahul Ulum Lhokseumawe, metode penelitian yang sering digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode ini bertujuan untuk memahami dan menafsirkan makna dari interaksi dan perilaku manusia dalam situasi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran yang sistematis.

Sebagai contoh, dalam penelitian mengenai strategi ustaz dan ustazah dalam meningkatkan kemampuan public speaking santri, digunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengumpulkan dan menganalisis data melalui wawancara dan observasi.

Demikian pula, penelitian tentang metode bimbingan akhlak bagi santri yang melakukan pelanggaran peraturan pesantren juga menerapkan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik purposive sampling digunakan untuk menentukan subjek penelitian, dan data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara.

Selain itu, penelitian mengenai manajemen sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi di Pesantren Modern Misbahul Ulum menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini melibatkan subjek seperti pimpinan pesantren, kepala bidang sarana dan prasarana, serta guru, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Penggunaan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dalam penelitian-penelitian tersebut memungkinkan peneliti untuk menggali informasi mendalam mengenai fenomena yang terjadi di lingkungan Pesantren Modern Misbahul Ulum Lhokseumawe.

Hasil dan Pembahasan

Pesantren Modern Misbahul Ulum atau yang biasa disingkat PMMU terletak di Jalan Tgk. Chik Di Paloh, Desa Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, yang berada sejauh 800 meter dari Jalan Medan–Banda Aceh ke arah utara Desa Meuria Paloh. Pesantren Modern Misbahul Ulum adalah pondok pesantren yang memadukan unsur keagamaan tradisional yang kuat di Aceh dengan unsur kemajuan dan modernisasi yang dipadukan melalui sistematika Pondok Pesantren Gontor, menjadikan Pesantren Modern Misbahul Ulum sebagai pesantren terbesar di Kota Lhokseumawe dengan beragam prestasi. PMMU adalah pondok pesantren yang memiliki metode belajar-mengajar umum dan juga agama. Pesantren ini juga memiliki berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan metode pembelajaran yang sangat praktis.

Tahun ajaran 2019–2020, Pesantren Modern Misbahul Ulum memiliki jumlah santri kurang lebih sebanyak 1.522 santri, di antaranya 817 santriwan dan sekitar 705 santriwati. PPMU juga memiliki 73 tenaga pengajar atau yang biasa disebut “ustaz/ah”, di antaranya 43 ustaz dan sekitar 30 ustazah. Ustaz dan ustazah ada yang menjadi guru tetap dan tinggal di lingkungan pesantren, ada juga yang tidak tetap seperti halnya guru-guru di luar sana.

Strategi dalam Membina Seni Berbicara dan Mental Santri

Pesantren Modern Misbahul Ulum merupakan pesantren yang menerapkan pendidikan umum, agama, serta aneka ragam kegiatan ekstrakurikuler. Pendidikan ekstrakurikuler sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan. Kegiatan ini diajarkan oleh ustaz dan ustazah. Pembinaan kegiatan ini pada santri dilaksanakan dengan cara ustaz dan ustazah mengajarkan langsung bagaimana cara meningkatkan seni berbicara dan membentuk mental pada diri santri, serta bagaimana cara mengajarkan kepada santri-santri di bawah mereka.

Pelaksanaan pembinaan ini terpusat pada seni berbicara dan mental masing-masing santri. Apa pun yang dilakukan pondok pesantren berdasarkan kebutuhan dari santri tersebut, demi membentuk karakter santri yang memiliki keterampilan dalam seni berbicara dan mental untuk menjadi alumni yang berguna bagi masyarakat dan bangsa. Pelaksanaan pembelajaran di Pesantren Modern Misbahul Ulum menggunakan sistem salafiyah modern, yaitu selain mengaji, pesantren juga mengajarkan segala jenis ekstrakurikuler yang bertujuan untuk terciptanya sosok santri yang memiliki ilmu agama juga ilmu cara berorganisasi, berinovasi, berkreasi, dan mengajar apa yang telah dikaji selama dari kelas satu hingga kelas lima, dan saat kelas enam mereka harus mampu mengimplementasikan segala ilmu yang telah dikaji selama kurang lebih lima tahun sebelumnya.

Semua ini mengedepankan pembelajaran yang sistematis dan metodis dari kurikulum pesantren tersendiri. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran ekstrakurikuler dalam meningkatkan seni berbicara dan mental santri Pesantren Modern Misbahul Ulum yaitu Muhadharah, Muhadatsah, Darsul Izhaf, Khutbah Jumat, dan Amaliah Tadris. Selain itu, juga ada beberapa kegiatan lainnya yang muncul dari kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan di atas. Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dan dikemas oleh kurikulum pesantren sangat efektif dalam meningkatkan seni berbicara dan mental santri Pesantren Modern Misbahul Ulum. Segala kegiatan tersebut telah terbagi seperti yang telah penulis jelaskan di atas, yaitu:

Pertama, Muhadharah  (ู…ุญุงุถุฑุฉ) adalah bahasa Arab yang berarti lecture/kuliah. Kata yang sepadan dengan muhadharah dalam bahasa Arab adalah dars (ุฏุฑุณ) yang berarti lesson/pelajaran. Secara sederhana, muhadharah adalah latihan pidato. Jadi, kegiatan muhadharah yang selama ini digunakan di pesantren ternyata sangat berpengaruh bagi anak-anak santri.

Dengan pembekalan muhadharah yang lebih serius lagi, pastinya akan menjadi tempat pembinaan yang lebih baik. Dalam kegiatan ini santri dituntut untuk membuat sebuah pidato yang dirangkai oleh pribadi mereka masing-masing. Rangkaian tersebut tercipta melalui ilmu pengetahuan mereka masing-masing dalam kajian ilmu yang telah mereka pelajari setiap harinya di pesantren. Setelah itu ustaz dan ustazah menyuruh mereka menghafalkan dan memahami apa yang telah mereka rangkai sedemikian rupa sehingga mereka mampu berpidato di depan santri lainnya.

Kedua, Pesantren Modern Misbahul Ulum adalah salah satu pondok yang menerapkan muhadatsah sebagai pembelajaran maharah kalam bagi santrinya. Pertama, di pesantren setelah salat subuh setiap santri diajarkan bahasa Arab oleh para mudabbir di setiap asrama masing-masing. Kemudian saat belajar-mengajar di pagi hari juga diajarkan bahasa Arab dan beberapa pelajaran lain yang mencakup tentang bahasa Arab oleh para ustaz dan ustazah. Pelajaran tersebut diimplementasikan dalam bentuk muhadatsah sambil menunggu waktu magrib setiap seminggu tiga kali.

Ketiga, Darsul Izhaf ialah tempat santri tampil untuk mengajar di setiap kelas yang ada di pondok pesantren saat siang menjelang sore. Kesempatan ini diberikan untuk santri/ah kelas V dan VI yang telah hampir menyelesaikan tuntut ilmu di pondok pesantren. Kesempatan ini didapatkan oleh seluruh santri saat duduk di bangku kelas V dan VI untuk mengajar di setiap kelas I, II, III, dan juga kelas IV. Darsul Izhaf ini memiliki keunikan tersendiri, karena pelajaran yang diajarkan kepada adik-adik mereka harus pelajaran antara bahasa Inggris dan Arab. Pelajaran tersebut juga digunakan melalui komunikasi bahasa itu tersendiri. Misalnya, pelajaran yang berkaitan dengan bahasa Arab harus menggunakan bahasa Arab dalam menjelaskan pelajaran tersebut atau saat proses belajar-mengajar terjadi, begitu juga dengan bahasa Inggris.

Keempat, mendengarkan kata dari khutbah Jumat pastinya tidak asing lagi di telinga umat Islam tentang sebuah khutbah yang dilakukan pada hari Jumat sebelum salat Jumat dilaksanakan. Khutbah Jumat bagi umat Islam adalah kegiatan yang wajib dilakukan saat salat pada hari Jumat. Tetapi, yang dimaksud dengan khutbah Jumat pada kegiatan di Pesantren Modern Misbahul Ulum adalah sebuah kegiatan yang dilakukan seminggu sekali di malam Jumat. Kegiatan ini ditetapkan oleh pembina muhadharah di setiap waktu muhadharah pada jadwal malam Jumat. Kegiatan ini dibina langsung oleh Ustaz Zikri sendiri, agar para santri bisa dilatih semaksimal mungkin, apalagi beliau adalah seorang khatib yang telah diakui di tingkat Provinsi Aceh.

Kelima, Amaliah Tadris ialah kegiatan yang dilakukan untuk menguji santri kelas akhir dalam hal mengajar dengan tata cara yang benar. Kegiatan ini telah disusun secara sistematis oleh ustaz-ustazah Pesantren Modern Misbahul Ulum, dengan menguji santri/ah mengajar menggunakan bahasa Arab dan Inggris yang baik dan benar.

 

Tradisi Kitab Kuning

Tingkat Tsanawiyah

Pelajaran dan Judul dan Penulis Kitab di Tingkat Tsanawiyah

Sumber data: Dayah Misbahul Ulum, berlokasi di Desa Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, pada tahun 1987 - Wawancara dengan H. M. Yusuf Syeikh (Kepala di Dayah Misbahul Ulum), di Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe 28 Maret 2025


Karya: Hashilla Rihadatul Vahada, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Editor: Putri Ruqaiyah

19 Juli 2025

Dayah Terpadu Bustanul Arifin: Sejarah dan Tradisi Kitab Kuning

 

Foto: IST
www.lpmalkalam.com 

Pendahuluan

Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) yang telah berakar kuat dalam sejarah dan perkembangan masyarakat Indonesia. Selain berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama, pesantren juga menjadi tempat pembentukan karakter, moral, dan budaya santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Salah satu pesantren yang turut memainkan peran penting dalam pembinaan generasi muda adalah Pesantren Bustanul Arifin.

Pesantren Bustanul Arifin tidak hanya berfokus pada pendidikan keagamaan, tetapi juga mendorong santri untuk aktif dalam kegiatan sosial, keterampilan hidup (life skill), dan pengembangan intelektual. Dengan pendekatan yang menyeluruh, pesantren ini menjadi wadah pembentukan insan yang tidak hanya taat secara spiritual, tetapi juga siap menghadapi tantangan zaman.

Melalui mini riset ini, penulis berusaha menggali lebih dalam tentang efektivitas metode pembelajaran kitab kuning, peran pesantren dalam pemberdayaan ekonomi santri, atau pola pembinaan akhlak di lingkungan pesantren. Diharapkan hasil dari penelitian kecil ini dapat memberikan gambaran nyata mengenai dinamika yang terjadi di Pesantren Bustanul Arifin serta memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pesantren ke depan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran secara mendalam mengenai metode pembelajaran, pola pembinaan akhlak, dan peran pesantren dalam kegiatan sosial. Pendekatan ini dipilih karena sesuai untuk mengkaji fenomena sosial, perilaku, serta pengalaman para subjek penelitian dalam konteks keseharian di lingkungan pesantren.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Bustanul Arifin, yang berlokasi di Desa Bale Atu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama satu minggu, mulai dari tanggal 27 Maret s.d. selesai.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari pengasuh/pimpinan pesantren, ustaz/ustazah, santri (dipilih secara purposive/sengaja, berdasarkan kriteria tertentu).

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa teknik, yaitu:

a. Observasi: Mengamati langsung kegiatan pembelajaran atau aktivitas santri di lingkungan pesantren.

b. Wawancara: Dilakukan secara semi-struktural kepada beberapa informan utama untuk menggali informasi lebih dalam.

c. Dokumentasi: Mengumpulkan dokumen atau catatan yang relevan, seperti jadwal kegiatan, kurikulum, atau arsip pesantren.

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Proses analisis dilakukan melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data diperkuat melalui teknik triangulasi, yaitu membandingkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk memastikan keakuratan informasi.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pengasuh pesantren, ustadz, serta beberapa santri, diperoleh informasi bahwa pembinaan akhlak di Pesantren Bustanul Arifin dilakukan melalui beberapa pendekatan utama, yaitu:

1. Keteladanan: Para ustaz dan pengasuh menjadi teladan dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Santri dibiasakan melihat langsung contoh akhlak mulia dari guru mereka, baik dalam ibadah, sopan santun, maupun interaksi sosial.

2. Pembiasaan: Kegiatan harian pesantren dirancang untuk menanamkan nilai-nilai akhlak seperti disiplin, tanggung jawab, dan kebersamaan. Misalnya, salat berjamaah, gotong royong, dan pembacaan wirid rutin.

3. Pengawasan dan Teguran: Santri yang melanggar aturan atau menunjukkan sikap tidak terpuji akan diberi teguran secara bertahap, mulai dari nasihat hingga sanksi edukatif. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki, bukan menghukum.

4. Kajian Kitab Akhlak: Pesantren rutin mengadakan pengajian kitab-kitab klasik yang membahas tentang akhlak, seperti Ta'lim Muta’allim, Bidayatul Hidayah, dan Ihya Ulumuddin.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembinaan akhlak yang diterapkan di Pesantren Bustanul Arifin menekankan pada pendekatan holistik, yakni menggabungkan teori (pengajaran kitab), praktik (pembiasaan), dan contoh nyata (keteladanan). Ini sejalan dengan konsep tarbiyah Islamiyah yang menekankan pendidikan secara menyeluruh, tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik.

Keteladanan dari para ustaz terbukti menjadi faktor dominan dalam membentuk karakter santri. Santri mengaku lebih mudah mengikuti dan meniru perilaku yang mereka lihat langsung setiap hari. Selain itu, pembiasaan kegiatan keagamaan secara konsisten membentuk rutinitas positif yang menjadi bagian dari karakter santri.

Temuan ini juga memperkuat teori pendidikan karakter yang menyebut bahwa lingkungan dan figur panutan berperan besar dalam pembentukan kepribadian anak. Dengan sistem yang teratur dan nilai-nilai yang diajarkan secara konsisten, pesantren dapat menjadi wadah efektif dalam membentuk akhlak mulia pada generasi muda.

Sejarah Pesantren

Pesantren Busatanul Arifin merupakan Pesantren yang di bawah naungan Yayasan Darul Muttakin yang didirikan pada tanggal 3 Agustus 2000 yang di dipimpin oleh Tgk. Syarfawi Abd Shamad. Awalnya Pesantren ini hanya memberikan pendidikan kitab klasik saja. Akan tetapi, seiring waktu dan tuntunan dari masyarakat maka pada 2001 pesantren ini menjadi Pesantren Terpadu Bustanul Arifin dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di dalamnya. MTs Bustanul Arifin di kepalai oleh Tgk. Saidi M. Nurdin, S.Pd, kemudian pada tahun 2004, Pesantren Bustanul Arifin juga mendirikan Madrasah Aliyah (MA) dengan maksud agar santri/santriwati yang tamat dari MTs, bisa langsung melanjutkan ke jenjang selanjutnya tanpa pindah.

Dalam perjalanan roda pendidikan, pada tahun 2005, MTs dan MA mengalami perubahan nama menajdi SMP dan SMA Terpadu Bustanul Arifin. Atas dorongan dan dukungan masyarakat Bener Meriah dan sekitarnya, Pesantren Bustanul Arifin mendirikan dan mengelola penguruan tinggi, maka pada tahun 2011 Pesantren Bustanul Arifin mengajukan permohonan pendirian Perguruan Tinggi kepada Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Pada tanggal 3 April 2013 Pesantren Bustanul Arifin disetujui dan diberi kepercayaan oleh Kemenag RI untuk mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bustanul Arifin, prodi Bahasa  Arab dengan SK Dirjen Pendis (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam) Nomor 779 Tahun 2013.

Awalnya Pesantren Bustanul Arifin hanya memiliki areal 1,5 Ha di pondok sayur (komplek putri sekarang), pada waktu itu masih digabung antara komplek putra dan putri, dengan bertambahnya tahun maka bertambah juga santri di dayah Bustanul Arifin, maka pada tahun 2012  sudah tidak memungkinkan lagi untuk di gabung jadi satu dan dipindahakan di desa Bale  Atu (+5 km) dari komplek putri seluas areal tanah 6,5 hektar.

Pesantren Bustanul Arifin selalu melakukan kajian strategis dan penenlitian untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pesantren Bustanul Arifin khususnya, dan pada seluruh pesantren umumnya.

Tradisi Kitab Kuning

Pelajaran dan Judul dan Penulis Kitab di Tingkat Tsanawiyah

Sumber data: Pesanren Busatanul Arifin, Kurikulum Pesantren Busatanul Arifin (Bener Meriah: Pesantren Busatanul Arifin, 2022) - Wawancara dengan Ustaz Aldasyah (Pimpinan Dayah di Pesantren Bustanul Arifin) di Bener Meriah, 27 Maret 2025

Pelajaran, Judul dan Penulis Kitab di Tingkat Aliyah

Sumber data: Pesantren Bustanul Arifin, Kurikulum Pesantren Bustanul Arifin (Bener Meriah: Pesantren Busatanul Arifin,2022) - Wawancara online dengan Ustaz Aldasyah (Pimpinan Dayah di Pesantren Bustanul Arifin) di Bener Meriah, 27 Maret 2025

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pesantren Bustanul Arifin, dapat disimpulkan bahwa pembinaan akhlak santri dilaksanakan melalui pendekatan yang terpadu, yaitu:

1. Keteladanan dari ustadz dan pengasuh, yang menjadi model nyata dalam perilaku sehari-hari.

2. Pembiasaan aktivitas positif, seperti shalat berjamaah, gotong royong, dan kegiatan keagamaan rutin.

3. Pengawasan dan penegakan disiplin, yang dilakukan secara bertahap dan edukatif.

4. Pengajaran kitab-kitab akhlak, yang menanamkan nilai-nilai moral melalui pemahaman keilmuan klasik.

Saran

1. Nilai-nilai moderasi beragama di Pesantren Bustanul Arifin.

2. Integrasi kurikulum penerapan Diniyah dan Umum di Pesantren Bustanul Arifin.

3. Strategi pembinaan karakter santri melalui kegiatan harian pesantren.

4. Peran pesantren dalam pemberdayaan masyarakat sekitar.

5. Pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap kedisiplinan santri.

Daftar Pustaka

Wati, R. (2023). Kebijakan Penguatan Bahasa Asing dalam Menghadapi Era Digital di Pesantren Terpadu Bustanul Arifin di Bener Meriah. Skripsi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Mustaqim, M. H., & Abdussyukur. (2024). Pengembangan Budaya Keagamaan Pesantren: Studi Kasus di Pondok Pesantren Terpadu Bustanul Arifin dan Nurul Islam Bener Meriah. Jumper: Journal of Educational Multidisciplinary Research, 3(2), 57–74.

Sejarah Singkat Pesantren Bustanul Arifin. Pesantren Bustanul Arifin. Diakses dari: Pesantren Bustanul Arifin

Dayah Bustanul Arifin Putera. Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bener Meriah. Diakses dari: Bener Meriah Education

Dayah Bustanul Arifin Puteri. Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bener Meriah. Diakses dari: Bener Meriah Education

 

Karya: Hairani, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Editor: Tiara Khalisna

Jokes Homo (Jomok) Serang Moral Anak Muda, Hadang dengan Teguran Qur'ani

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com - Belakangan ini, media sosial dibanjiri dengan konten jomok, yakni candaan berbau homoseksualitas yang disampaikan dengan cara santai, sarkastik, atau jenaka. Tidak hanya dalam bentuk video dan meme, kini fenomena ini berkembang menjadi stiker-stiker jomok yang digunakan di WhatsApp, Telegram, hingga TikTok stiker comment.

Stiker-stiker ini menampilkan karakter laki-laki dengan gestur feminin, ekspresi berlebihan, atau kata-kata seperti, “Aku geli liat cowok gagah”, “Biar Abang yang pegang”, hingga “Cium dulu, dong”, (kebanyakan pria berkulit hitam) disertai dengan gaya tubuh yang melewati batas kelaziman. Padahal, meski terkesan lucu, fenomena ini bukan perkara remeh.

Dikeluarkannya guyonan-guyonan berbau homoseksualitas, yang kini marak disebut “jomok”, telah menjadi perisai hiburan bagi sebagian anak muda. Namun, fenomena ini justru dianggap sebagai serangan halus terhadap akhlak dan nilai moral masyarakat. Tingkah laku ini ibarat kaum Luth modern yang “dipertontonkan” tanpa sadar merusak sendi etika dan agama.

Urgensi QS. An-Naml: 54–58

ูˆَู„ُูˆุทًุง ุฅِุฐْ ู‚َุงู„َ ู„ِู‚َูˆْู…ِู‡ِ ุฃَุชَุฃْุชُูˆู†َ ูฑู„ْูَู€ٰุญِุดَุฉَ ูˆَุฃَู†ุชُู…ْ ุชُุจْุตِุฑُูˆู†َ ۝ูฅูค ุฃَุฆِู†َّูƒُู…ْ ู„َุชَุฃْุชُูˆู†َ ูฑู„ุฑِّุฌَุงู„َ ุดَู‡ْูˆَุฉًۭ ู…ِّู† ุฏُูˆู†ِ ูฑู„ู†ِّุณَุงุٓกِ ۚ ุจَู„ْ ุฃَู†ุชُู…ْ ู‚َูˆْู…ٌۭ ุชَุฌْู‡َู„ُูˆู†َ ۝ูฅูฅ 

54. Dan (ingatlah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihatnya (secara terang-terangan)?”

55. “Apakah sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwatmu, bukan kepada perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (kebenaran).”

Allah menyebut mereka jahil (tidak tahu kebenaran) karena telah membalikkan fitrah seksual manusia. Ini menjadi peringatan keras terhadap perilaku yang menyimpang dari kodrat biologis dan syariat agama. Jomok bukan sekadar humor ia adalah bentuk representasi ringan dari penyakit yang dulu membinasakan kaum Luth.

Bahaya dan Dampak Jomok

1. Normalisasi Penyimpangan

Jokes atau candaan homo membuat penyimpangan jadi lucu dan biasa, sehingga hal ini membuka jalan ke arah penerimaan sosial terhadap LGBT. 

2. Merusak Fitrah dan Akhlak

Walaupun hal ini merupakan candaan tapi islam menekankan bahwa Laki-laki dan perempuan diciptakan berpasang-pasangan (QS. An-Naba:8).  Sikap “jomok” meniru orientasi yang bertentangan dengan penciptaan alami, bahkan dalam guyonan.

3. Menginspirasi Gaya Hidup Menyimpang

Di antara remaja, candaan jomok bisa berkembang menjadi eksperimen identitas seksual. Dalam jangka panjang, ini berisiko menjurus ke orientasi non-hetero nyata.

Kesimpulan

Fenomena jomok, yakni candaan atau stiker yang meniru gaya homoseksual dalam bentuk humor, bukan sekadar hiburan ringan. Jika ditinjau dari QS. An-Naml ayat 54–55, candaan semacam ini mencerminkan gejala yang mirip dengan kaum Nabi Luth, yaitu penyimpangan seksual yang dilakukan secara terang-terangan dan dinormalisasi di tengah masyarakat.

Dalam Islam, baik perbuatan menyimpang maupun penyebarannya, termasuk melalui guyonan, meme, dan stiker, merupakan bentuk kerusakan moral yang harus diwaspadai. Budaya jomok memiliki potensi besar untuk:

1. Menormalkan perilaku LGBT

2. Merusak fitrah dan akhlak remaja

3. Menghilangkan rasa malu terhadap dosa

4. Menjadi pintu masuk gaya hidup menyimpang

Literasi keagamaan, edukasi etika digital, serta kesadaran sosial harus dibangun agar umat tidak hanya sekadar tertawa tanpa berpikir, tapi mampu menyaring mana yang boleh dijadikan hiburan dan mana yang menyimpang dari tuntunan Allah.

“Jangan biarkan tawa hari ini menjadi azab di kemudian hari.”

Saatnya kita menjaga kesucian akhlak dan kehormatan syariat, mulai dari hal kecil seperti candaan dan stiker.


Karya: Wahyu Ramadan, Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Editor: Zuhra

Dari Gelap yang Tak Terlihat Aku Berlindung (QS. Al-Falaq)

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com - Surah Al-Falaq adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki makna luar biasa dalam menjaga dan melindungi hati serta jiwa manusia. Surah ini menjadi bentuk permohonan perlindungan kepada Allah dari berbagai macam keburukan yang berada di luar kendali manusia. Di dalamnya terkandung permintaan perlindungan dari kegelapan malam yang menakutkan, dari gangguan sihir yang tersembunyi namun berbahaya, serta dari kedengkian hati manusia yang bisa merusak secara batin dan lahir. 

Surah Al-Falaq mengajarkan bahwa dalam menghadapi hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan baik itu fisik maupun spiritual, satu-satunya tempat perlindungan sejati adalah kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Membaca dan merenungi Surah Al-Falaq memberikan ketenangan batin, menumbuhkan rasa aman, serta memperkuat iman dan keyakinan bahwa kita tidak pernah sendiri dalam menghadapi kegelapan hidup. Surah Al-Falaq bukan hanya sekadar bacaan yang disunahkan untuk dibaca sebelum tidur sebagai pelindung dari keburukan malam, tetapi juga merupakan pengingat mendalam bagi jiwa manusia bahwa tidak semua luka dan bahaya datang dari hal-hal yang tampak oleh mata. Ada luka-luka yang bersumber dari tempat-tempat tersembunyi, dari hati yang dengki, niat yang jahat, serta energi negatif yang tak terlihat namun terasa.

Surah ini mengajarkan bahwa ancaman terhadap ketenangan batin dan kesejahteraan hidup tidak selalu datang dalam bentuk yang bisa disentuh atau disadari secara langsung. Surah ini mengingatkan kitabahwa ada kekuatan ghaib, rasa iri, dan keburukan yang samar, yang bisa melukai lebih dalam daripada apa yang bisa dilakukan oleh tangan. Oleh karena itu,membaca surah Al-Falaq bukan hanya amalan rutin, tetapi juga bentuk kesadaran spiritual bahwa perlindungan sejati berasal dari Allah yang mengetahui segala yang tampak maupun tersembunyi.

Allah membuka surah ini dengan ayat pertama yaitu: "Qul a`udzubirabbil falaq," yang artinya: “Katakanlah aku berlindung kepada tuhan yang membelah fajar.” Kenapa "Falaq" (waktu fajar)? Karena fajar adalah simbol terang setelah gelap atau harapan setelah ketakutan. Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Allah memilih nama ini untuk menunjukkan bahwa Dia mampu membelah setiap kegelapan baik yang nyata maupun yang batin.

Kemudian Allah menyebut tiga jenis bahaya:

1. Gelap malam (QS. Al-Falaq: 3)

Artinya: “Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” "Ghฤsiq" berarti kegelapan malam yang pekat, terutama saat matahari telah tenggelam sepenuhnya. "Waqab" berarti masuk atau menyelimuti. Jadi, ini menggambarkan malam ketika kegelapan benar-benar menyelimuti bumi. Bahaya malam merujuk pada berbagai ancaman yang sering terjadi saat malam, yaitu perbuatan jahat seperti pencurian, pembunuhan, dan kejahatan lainnya yang sering terjadi saat malam. Rasa takut, bisikan was-was, dan gangguan jin juga sering dikaitkan dengan kegelapan malam. Kondisi psikologis manusia lebih lemah saat gelap, membuatnya rentan terhadap bisikan setan.

2. Sihir dari tukang sihir (QS. Al-Falaq: 4)

Artinya: "Dan dari kejahatan para wanita tukang sihir yang meniup pada buhul-buhul." "An-naffฤthฤt" artinya para penyihir wanita (jamak dari bentuk feminin), meskipun ini bisa merujuk ke tukang sihir secara umum. "Fial-'uqad" artinya pada buhul-buhul tali, yaitu praktik sihir yang meniup simpul-simpul tali sambil membaca mantra atau jampi. Praktik ini dikenal sebagai bentuk sihir hitam (black magic) yang menggunakan energi spiritual negatif ini menunjukkan bahaya sihir yang tersembunyi yang bisa memengaruhi fisik, psikis, atau hubungan antar manusia.

3. Dengki dari pendengki (QS.Al-Falaq:5)

Artinya: "Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki." "Hฤsid” adalah orang yang dengki, iri terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain, dan ingin kenikmatan itu hilang dari orang tersebut. "Idzฤhasad" menunjukkan saat ia menjalankan kedengkiannya, yaitu saat rasa iri itu berubah menjadi tindakan: membenci, memfitnah, merusak nama baik, bahkan menyakiti secara langsung. Dengki adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, bahkan disebut dalam hadis sebagai “penyukur kebaikan” (karena bisa menghapus amal). Ketiganya punya satu kesamaan yaitu diam-diam melukai. Kita diajarkan bukan untuk membalas, tapi berlindung kepada Rabb yang menciptakan terang. Dalam tafsir Al-Qurtubi, dijelaskan bahwa hasad adalah penyakit hati yang paling tersembunyi, lebih merusak daripada apa pun, karena ia membenci nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.

Maka Allah tutup surah ini dengan perlindungan dari kedengkian, karena luka yang tak terlihat, seringkali paling dalam.


Karya: Sabiila Yassarah, Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Editor: Zuhra

Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo: Sejarah dan Tradisi Kitab Kuning

Foto: Pexels.com
www.lpmalkalam.com

Pendahuluan

Kitab kuning, yang merujuk pada kumpulan karya tulis klasik berbahasa Arab yang memuat ajaran agama Islam, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tradisi pendidikan Islam di Indonesia, khususnya di Aceh. Keberadaan kitab kuning di pesantren atau dayah telah menjadi ciri khas dalam upaya mentransmisikan pengetahuan agama kepada generasi muda. Salah satu lembaga pendidikan agama yang memiliki peran penting dalam pelestarian dan pengajaran kitab kuning adalah Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo, sebuah lembaga pendidikan Islam yang terletak di kawasan Gayo, Aceh Tengah. Dayah ini tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai tempat di mana tradisi pengajaran kitab kuning dipertahankan dan terus dilestarikan hingga saat ini.

Sejarah Dayah Darul Huda desa Negeri Antara kec. Pintu Rime Gayo memiliki akar yang  dalam pada sejarah pendidikan Islam di Aceh. Dayah ini didirikan sekaligus dipimpin oleh Tgk. Imran bin Ismail Peudawa Rayeuk, tepatnya pada tanggal 21 November 2019 sampai sekarang. Sejak berdirinya, dayah ini telah berfungsi sebagai tempat di mana para santri (pelajar) mempelajari berbagai kitab kuning yang menjadi rujukan utama dalam pengajaran ilmu agama. Kitab-kitab ini meliputi berbagai bidang ilmu, seperti fiqh (ilmu tentang hukum Islam), tauhid (ilmu tentang ketuhanan), tasawuf (ilmu tentang batin dan spiritualitas), serta ilmu-ilmu bahasa Arab dan nahwu (ilmu tata bahasa Arab). Di balik pengajaran kitab kuning ini, tersimpan nilai-nilai tradisi yang mengajarkan disiplin ilmu yang mendalam, keteladanan, dan penghormatan terhadap ilmu pengetahuan yang diwariskan oleh para ulama terdahulu.

Kitab kuning bukan hanya menjadi alat pendidikan, tetapi juga sebuah simbol penting dalam mempertahankan identitas budaya dan agama masyarakat Aceh, khususnya di Gayo. Dalam masyarakat Gayo, dayah telah lama menjadi pusat kebudayaan dan pembelajaran, yang berperan dalam membentuk karakter serta wawasan keagamaan para santrinya. Dalam pengajaran kitab kuning, para santri diajarkan untuk menghormati ilmu pengetahuan, menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, dan memperdalam pemahaman tentang ajaran Islam yang murni.

Tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo juga memiliki kekhasan tersendiri, baik dari segi metode pengajaran maupun penerimaan masyarakat setempat terhadap ilmu yang disampaikan. Keberagaman kitab yang diajarkan di dayah ini mencerminkan pluralitas ilmu yang berkembang dalam dunia Islam, di mana setiap kitab memiliki peran dan kontribusi yang berbeda terhadap pembentukan pemahaman agama yang komprehensif. Dalam hal ini, pengajaran kitab kuning bukan hanya sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga sarana untuk membangun masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Islam, yang selaras dengan karakter dan adat istiadat masyarakat Gayo.

Namun, di tengah perkembangan zaman yang semakin modern dan pesat, pelestarian tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah upaya untuk tetap relevan dengan kebutuhan dan tantangan zaman, tanpa mengorbankan esensi dari pengajaran kitab kuning itu sendiri. Selain itu, tantangan teknologi dan globalisasi juga mempengaruhi cara-cara belajar dan mengajar, yang memerlukan penyesuaian dalam metode dan media pembelajaran.

Dalam mini riset ini, penulis berupaya untuk mengkaji sejarah dan tradisi kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo, dengan fokus pada bagaimana dayah ini menjaga dan melestarikan tradisi pengajaran kitab kuning, serta tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan tradisi tersebut di tengah perubahan zaman. Penelitian ini juga bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai peran kitab kuning dalam membentuk karakter keagamaan masyarakat Gayo, serta kontribusi Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo dalam menjaga kelestarian tradisi keilmuan Islam di daerah ini.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis studi kasus, yang bertujuan untuk menggali sejarah dan tradisi kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai informan kunci, seperti pimpinan dayah, pengajar, santri, dan tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengetahuan tentang tradisi pengajaran kitab kuning di dayah tersebut. Selain itu, peneliti juga akan melakukan observasi langsung terhadap proses pengajaran kitab kuning di dayah untuk memahami dinamika interaksi antara pengajar dan santri.

Data sekunder juga akan digunakan dengan memanfaatkan studi pustaka dan dokumen terkait, seperti arsip sejarah dayah, kurikulum pengajaran, dan literatur yang membahas tentang kitab kuning di Aceh, khususnya di Gayo. Analisis data dilakukan secara tematik, dengan mengidentifikasi pola-pola dan tema utama yang berkaitan dengan sejarah, metode pengajaran, serta pengaruh kitab kuning terhadap masyarakat Gayo.

Melalui metode ini, diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang peran dan tradisi kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo serta tantangan yang dihadapi dalam melestarikan tradisi ini di tengah perkembangan zaman.

Hasil dan Pembahasan

Sejarah Kelahiran Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo

1. Latar Belakang Pendirian Dayah

Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang terletak di wilayah Gayo, Aceh. Latar belakang berdirinya dayah ini berhubungan erat dengan sejarah dan kebutuhan masyarakat Gayo dalam mendapatkan pendidikan agama yang lebih baik serta mendalam. Sejarah berdirinya Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo bermula dari keprihatinan terhadap kurangnya sarana pendidikan agama yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Di wilayah Gayo, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, terdapat kebutuhan yang besar untuk memperkuat pemahaman dan praktik ajaran Islam yang autentik dan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah.

Selain itu, masyarakat Gayo juga memiliki tradisi kuat dalam memperhatikan pendidikan agama, yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, dengan perkembangan zaman dan semakin berkembangnya kebutuhan pendidikan modern, banyak anak muda Gayo yang kesulitan untuk mengakses pendidikan agama yang berbasis pada kedalaman ilmu dan pengajaran yang sesuai dengan tradisi Islam yang autentik. Sebagai jawaban atas tantangan ini, beberapa ulama dan tokoh masyarakat di Pintu Rime Gayo berinisiatif untuk mendirikan Dayah Darul Huda, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan agama yang lebih menyeluruh, membekali generasi muda dengan pengetahuan agama yang memadai, serta menjadi pusat kajian keagamaan yang dapat memperkuat akidah, akhlak, dan wawasan ilmiah umat Islam di Gayo.

Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo bukan hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga berperan dalam membangun karakter generasi muda yang cinta pada ajaran Islam, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, dan siap menghadapi tantangan zaman dengan keimanan yang kuat. Dengan berdirinya Dayah Darul Huda, diharapkan dapat mencetak generasi yang tidak hanya memiliki ilmu agama yang tinggi, tetapi juga memiliki integritas dan mampu berkontribusi secara positif bagi kemajuan masyarakat di wilayah Gayo maupun di tingkat nasional.

Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo berdiri pada tanggal 21 November 2019, Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo didirikan oleh seorang ulama lokal yang sangat dihormati di kalangan masyarakat Gayo yakni Tgk Imran Bin Ismail yang berasal dari Peudawa Rayeuk. Dasar terbentuknya Dayah Darul Huda ini tepatnya adalah di Desa Negeri Antara. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada generasi muda Gayo serta melestarikan tradisi keilmuan yang sudah ada.

Seiring berjalannya waktu, Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang terkenal di daerah Gayo dan sekitarnya. Keberadaannya sangat penting bagi masyarakat Gayo, karena dayah ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat pelestarian budaya dan ajaran Islam yang menjadi identitas masyarakat Gayo. Melalui pendidikan di dayah ini, banyak generasi muda Gayo yang memiliki dasar agama yang kuat serta pemahaman yang mendalam mengenai ajaran Islam, yang kemudian kembali ke masyarakat untuk menyebarkan pengetahuan agama dan menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pendiri Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo

Dayah Darul Huda desa Negeri Antara kecamatan Pintu Rime Gayo di pimpin dan didirikan oleh seorang ulama asal Peudawa Rayeuk yakni Tgk. Imran bin Ismail Peudawa Rayeuk, tepatnya dari tanggal 21 November 2019 sampai dengan sekarang.

3. Kehidupan di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo

Kehidupan di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo menggambarkan suasana pendidikan yang sangat kental dengan nilai-nilai keislaman dan tradisi masyarakat Gayo. Dayah ini tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pengajaran yang mendalam dalam membentuk karakter dan kepribadian santri. Berikut adalah gambaran umum mengenai kehidupan di dayah ini:

Pendidikan Agama yang Komprehensif

Di Dayah Darul Huda, santri mempelajari berbagai cabang ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh, aqidah, tasawuf, dan bahasa Arab. Kurikulum yang diajarkan mengutamakan pembekalan pengetahuan agama yang kuat agar santri dapat mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan di Dayah Darul Huda mengadopsi sistem pesantren tradisional yang mengutamakan hafalan, terutama Al-Qur'an dan kitab-kitab klasik, namun tetap mengimbangi dengan pemahaman ilmiah yang lebih modern agar santri siap menghadapi tantangan zaman.

Kehidupan Santri yang Disiplin

Santri yang belajar di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo menjalani kehidupan yang sangat disiplin dan teratur. Mereka mengatur waktu antara belajar, beribadah, dan berinteraksi dalam lingkungan yang saling mendukung. Setiap hari dimulai dengan salat berjamaah di masjid, dilanjutkan dengan kegiatan belajar di kelas, dan diakhiri dengan salat malam atau kajian keagamaan. Aktivitas di dayah sangat padat dengan kegiatan keagamaan, seperti salat berjamaah, zikrulillah, tadarus Al-Qur'an, dan kajian kitab. Selain itu, kegiatan sosial dan budaya juga menjadi bagian dari rutinitas santri, di mana mereka terlibat dalam acara-acara keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan lainnya.

Pembinaan Karakter dan Akhlak

Selain fokus pada pendidikan agama, kehidupan di Dayah Darul Huda juga sangat memperhatikan aspek pembinaan akhlak dan karakter. Santri didorong untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam pergaulan sehari-hari, dengan penuh rasa hormat kepada sesama, baik kepada sesama santri maupun pengasuh dayah. Hal ini bertujuan agar para santri tidak hanya cerdas dalam ilmu agama tetapi juga memiliki budi pekerti yang baik.

Hubungan dengan Masyarakat Sekitar

Dayah Darul Huda juga menjalin hubungan erat dengan masyarakat Gayo. Masyarakat sering kali terlibat dalam berbagai kegiatan dayah, seperti pengajian umum, acara keagamaan, dan kegiatan sosial lainnya. Kehidupan di dayah tidak terlepas dari kearifan lokal dan budaya Gayo, yang mengutamakan gotong royong dan saling membantu antar sesama. Santri juga dilatih untuk memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Mereka diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan amal dan bakti sosial yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Fasilitas yang Mendukung Pendidikan

Dayah Darul Huda memiliki fasilitas yang mendukung proses pendidikan, seperti ruang kelas, perpustakaan, asrama, masjid, dan ruang kajian. Fasilitas ini membantu santri dalam mengembangkan potensi mereka, baik dari sisi keilmuan maupun dalam hal ibadah dan pembentukan karakter. Walaupun fasilitasnya sederhana, dayah ini tetap berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan ilmu dan keimanan santri.

Pengasuh dan Pengajar

Dayah Darul Huda dipimpin oleh seorang pengasuh yang juga merupakan seorang ulama atau tokoh agama yang dihormati di Gayo. Pengasuh dan para pengajar memiliki peran yang sangat penting dalam membimbing santri, tidak hanya dalam hal ilmu agama tetapi juga dalam memberikan teladan kehidupan yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Para pengasuh dan pengajar di dayah ini tidak hanya mengajar di dalam kelas, tetapi juga sering melakukan pendidikan informal, di mana mereka mengajak santri untuk berdiskusi dan memperdalam pemahaman agama melalui kajian-kajian tertentu.

Pentingnya Keteladanan

Kehidupan di Dayah Darul Huda mengajarkan nilai-nilai keteladanan. Santri diajarkan untuk meneladani sifat-sifat Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, kesabaran, keikhlasan, dan kedermawanan. Keteladanan dari pengasuh dan para pengajar menjadi aspek penting yang menginspirasi para santri untuk mengikuti jalan yang lurus.

Pengembangan Diri Santri

Selain pendidikan agama, kehidupan di Dayah Darul Huda juga mencakup pengembangan diri santri dalam berbagai aspek kehidupan. Santri diajarkan untuk memiliki rasa tanggung jawab, kemampuan bekerja sama, serta kepekaan terhadap isu-isu sosial dan kemanusiaan. Hal ini menjadikan mereka lebih siap untuk menghadapi kehidupan di masyarakat dan berperan aktif dalam membangun daerah dan bangsa.

Secara keseluruhan, kehidupan di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo adalah kehidupan yang sangat terpadu antara pendidikan agama yang mendalam, pembentukan karakter, dan kehidupan sosial yang harmonis. Semua aspek kehidupan di dayah ini dirancang untuk menciptakan generasi yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan siap berkontribusi untuk kemajuan umat dan masyarakat.

Tradisi Kitab Kuning

Kitab kuning menjadi salah satu pilar utama dalam proses pengajaran di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo. Kitab kuning merujuk pada buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi ajaran Islam yang sangat penting, seperti fiqh (hukum Islam), tauhid (ilmu ketuhanan), tasawuf (ilmu batin), serta ilmu-ilmu terkait bahasa Arab dan gramatikanya. Tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo dimulai sejak awal berdirinya lembaga ini dan terus dilestarikan hingga sekarang. Pengajaran kitab kuning di dayah ini memiliki ciri khas yang sangat kental dengan metode lisan, di mana pengajaran dilakukan secara langsung oleh guru kepada santri dalam suasana yang sangat interaktif.

Metode pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo tidak hanya terbatas pada membaca dan memahami teks kitab, tetapi juga sering disertai dengan diskusi yang melibatkan pertanyaan dan jawaban antara santri dan pengajar. Hal ini memungkinkan santri untuk lebih mendalami makna ajaran-ajaran dalam kitab tersebut serta mengaitkan ajaran agama dengan kehidupan nyata mereka. Santri juga diajarkan untuk menghafal bagian-bagian penting dari kitab kuning yang telah dipelajari, sehingga mereka dapat mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo sangat dihargai oleh masyarakat Gayo karena kitab kuning tidak hanya menjadi sarana untuk mendalami ilmu agama, tetapi juga sebagai simbol identitas budaya masyarakat Gayo itu sendiri. Masyarakat Gayo menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam kitab kuning, yang menjadi pedoman hidup mereka dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam beribadah, bermasyarakat, maupun dalam membangun hubungan yang harmonis dengan alam sekitar.

Namun, meskipun tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo telah berlangsung lama, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelestariannya di tengah arus modernisasi dan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Oleh karena itu, upaya untuk mengintegrasikan teknologi dalam proses belajar mengajar, seperti menggunakan media digital untuk akses materi kitab kuning atau memperkenalkan metode pengajaran yang lebih modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional, menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan agar tradisi ini tetap relevan bagi generasi muda masa kini.

Pelajaran dan Judul dan Penulis Kitab di Tingkat Tsanawiyah

Sumber data: Buku Kurikulum Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo dan Informasi dari beberapa santri

Pelajaran dan Judul dan Penulis Kitab di Tingkat Aliyah

Sumber data: Buku Kurikulum Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo dan Informasi dari beberapa santri

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai sejarah dan tradisi kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo, dapat disimpulkan bahwa dayah ini memiliki peran penting dalam pelestarian pendidikan Islam di daerah Gayo. Berdirinya Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo berakar dari keinginan masyarakat Gayo untuk memiliki lembaga yang dapat mendalami ilmu agama Islam secara mendalam dan sesuai dengan tradisi. Kitab kuning, sebagai pusat pengajaran di dayah ini, memiliki kontribusi besar dalam pembentukan karakter dan wawasan keagamaan santri serta masyarakat Gayo pada umumnya.

Pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo tidak hanya berfokus pada pemahaman teks, tetapi juga pada pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui tradisi ini, para santri tidak hanya diajarkan ilmu agama, tetapi juga dilatih untuk menghargai nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun begitu, tantangan terbesar yang dihadapi oleh dayah ini adalah bagaimana mempertahankan relevansi pengajaran kitab kuning di tengah perkembangan teknologi dan modernitas yang semakin pesat.

Saran-saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan pelestarian dan pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo adalah sebagai berikut:

1. Integrasi Teknologi dalam Pengajaran: Untuk menjaga relevansi tradisi pengajaran kitab kuning, disarankan agar Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo mengadopsi teknologi pendidikan modern, seperti penggunaan media digital untuk mengakses kitab kuning dan materi ajaran Islam lainnya. Hal ini dapat memperluas jangkauan pengajaran, serta membuat proses belajar mengajar lebih menarik bagi generasi muda yang terbiasa dengan teknologi.

2. Penyusunan Kurikulum yang Fleksibel: Kurikulum yang digunakan di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan zaman, namun tetap menjaga substansi ajaran kitab kuning. Penyesuaian ini bisa mencakup pengenalan isu-isu kontemporer dalam dunia Islam yang relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo.

3. Pelatihan Pengajar yang Berkelanjutan: Pengajaran kitab kuning sangat bergantung pada kemampuan pengajarnya. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan pelatihan berkelanjutan bagi para pengajar agar mereka dapat mengikuti perkembangan metode pengajaran yang lebih efektif dan adaptif dengan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam kitab kuning.

4. Kolaborasi dengan Lembaga Pendidikan Lain: Meningkatkan kerjasama dengan lembaga pendidikan Islam lain, baik dalam maupun luar daerah, dapat memperkaya tradisi pengajaran kitab kuning dan membuka peluang untuk pertukaran ilmu serta pengembangan metode pengajaran yang lebih baik.

Dengan upaya-upaya ini, diharapkan tradisi pengajaran kitab kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo tetap bertahan, relevan, dan terus memberikan manfaat bagi masyarakat Gayo dalam menghadapi tantangan zaman.

Daftar Pustaka

Syaikhu, A. (2020). Metode Pengajaran Kitab Kuning di Dayah Darul Huda Pintu Rime

Gayo. Tesis. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh.

Mahmudi, T. (2018). Pengajaran Fiqh di Dayah-Dayah Gayo: Studi Kasus di Dayah

Darul Huda. Jurnal Ilmu Agama, 6(1), 102-118.

Yusuf, S. (2021). "Peran Kitab Kuning dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Keislaman

             di Dayah Darul Huda Pintu Rime Gayo". Jurnal Studi Keislaman Aceh, 10(1),

              75-88.


Karya: Maisarah, Mahasiswi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Editor: Alya Nadila

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.