Portal Berita Al-Kalam

Klasik Goes to SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu Raih Antusias Siswa Pelajari Cara Penulisan Berita

Foto: Nurul Fadilah   www.lpmalkalam.com - Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) L...

HEADLINE

Latest Post

30 Oktober 2025

Menepi dari Hiruk Pikuk: Lhok Buloh Tawarkan Wisata Air Bernuansa Alami

Foto: Bellivia Al-Kamariana (Magang)

www.lpmalkalam.com- Kelompok Satu Calon Kru (Cakru) Magang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al-Kalam Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe mengunjungi kawasan wisata air Lhok Buloh di Desa Cot Beudak, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara pada Minggu (26/10/2025).

Destinasi wisata yang berada di antara lereng bukit tersebut menawarkan suasana alami dan aliran sungai yang jernih, sehingga menjadi pilihan warga yang ingin mencari ketenangan dan melepas penat. Pengunjung terlihat ramai dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Wisata ini cocok dikunjungi dengan siapapun, baik dengan teman ataupun keluarga.

Wisata sungai ini dikelola oleh warga setempat sehingga keasrian lingkungan masih terjaga. Selain menjadi tempat rekreasi, Lhok Buloh juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui aktivitas jual beli makanan dan kebutuhan wisatawan.


Penulis: Zahratul (Magang)

Editor: Tiara Khalisna
 

17 Oktober 2025

Nahrasiyah Art Festival: Ketika Sejarah Berbicara, Mutu Berbunyi dan Dunia Mendengar

Foto: Cut Saputri (Magang)

www.lpmalkalam.com- Dalam hiruk-pikuk festival seni yang ada di berbagai daerah Indonesia, muncul sebuah pertanyaan: Apakah kita semua hanya sekadar merayakan atau kita sudah benar-benar merawat warisan budaya? 

Nahrasiyah Art Festival hadir dengan jawaban yang sangat tepat. Dengan membawa tema Merangkai Sejarah, Menjaga Mutu, dan Menggugah Dunia, festival ini bukan hanya sekadar pemeran seni biasa, melainkan sebuah pengakuan nilai budaya yang berani menegaskan posisinya di tengah arus globalisasi. 

Merangkai Sejarah, Menjaga Mutu, dan Menggugah Dunia

1. Sejarah dalam konteks Nahrasiyah bukan hanya museum yang beku, melainkan ia adalah sesuatu yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. 

2. Mutu bukan hanya soal estetika. Ia juga berbicara tentang kemampuan karya untuk berkomunikasi dengan audiens. 

3. Yang tak kalah penting adalah konsistensi. Dunia tidak akan tergugah oleh satu kali penyelenggaraan yang spektakuler, tetapi oleh jangka panjang dalam membangun reputasi dan identitas yang kuat.

Harapan Kita untuk Masa Depan

Nahrasiyah Art Festival telah menunjukkan potensi besar sebagai platform yang tidak hanya merayakan seni, tetapi juga aktif dalam merawat warisan budaya dan membuka dialog dengan dunia. Ketiga pilar temanya bukan hanya sekedar slogan, melainkan kerangka kerja yang operasional dan terukur. 


Penulis: Cut Saputri (Magang)

Editor: Alya Nadila 

Suara dari Gaza Palestina: Syeikh Saeb Al-Hafidz, Kisah Inspiratif dari Tanah Para Nabi

Foto: Intan Sarifah

www.lpmalkalam.com- Usai kuliah umum yang disampaikan oleh Syeikh Saeb Hilles, Al-Hafidz dari Gaza Palestina, resonansinya masih terasa begitu kuat dalam benak dan hati kita. Lebih dari sekadar menghadiri sebuah acara, ini adalah pengalaman spiritual yang mendalam sebuah suntikan energi positif yang membangkitkan semangat dan harapan baru.

Mendengarkan langsung kisah-kisah dari Gaza Palestina melalui seorang syeikh yang hidup dan berjuang di tengah segala keterbatasan sungguh membuka mata dan menyentuh hati kita semua. Bukan hanya tentang penderitaan dan kesulitan, tetapi juga tentang keteguhan iman, kekuatan persaudaraan, serta semangat untuk terus belajar dan berkontribusi.

Syeikh Saeb Hilles, Al-Hafidz, berhasil menyampaikan pesan-pesan tersebut dengan begitu sederhana namun mengena, membuat kita semua merasa terhubung dan memiliki rasa tanggung jawab untuk berbuat sesuatu. Kita disadarkan bahwa Gaza Palestina bukan hanya milik penduduk di sana, tetapi juga milik kita semua.

Penulis sangat terkesan dengan salah satu kisah yang beliau sampaikan, yaitu tentang seorang kakek di Gaza yang berjalan sambil berkata, “Rohku, rohku.” Kisah tersebut memberikan perspektif baru bagi penulis, sekaligus memotivasi kita semua untuk lebih peduli terhadap mereka dan tidak lupa untuk berinfak jika mampu.

Lebih dari itu, acara ini juga menjadi pengingat bahwa kita tidak sendiri. Di belahan dunia lain, ada saudara-saudara kita yang terus berjuang dengan gigih, dan kita memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan dukungan. Kehadiran Syeikh Saeb Hilles, Al-Hafidz, adalah simbol persaudaraan yang kuat. Semoga semangat ini terus membara dalam diri kita semua.

Penulis berharap, apa yang telah kita dapatkan dari kuliah umum ini tidak hanya berhenti di sini. Mari kita sebarkan pesan-pesan kebaikan kepada orang-orang di sekitar kita. Mari kita terus belajar, berkontribusi, dan berdoa untuk saudara-saudara kita di Gaza Palestina.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan perlindungan kepada mereka, serta menjadikan kita semua bagian dari solusi untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan di bumi Gaza Palestina.


 Penulis: Intan Sarifah (Magang)

19 Agustus 2025

Resensi Novel The Midnight Library

Foto: Gramedia.com


www.lpmalkalam.com-

Resensi Novel The Midnight Library


Identitas Buku

Judul: The Midnight Library

Penulis: Matt Haig

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2020

Jumlah Halaman: 368 halaman

Genre: Fiksi, Fantasi, Filosofi, Self-help

ISBN: 9786020649320

Harga: Rp109.000,-


Tentang Penulis

Matt Haig lahir pada 3 Juli 1975. Ia adalah pengarang novel dan jurnalis berkebangsaan Inggris. Ia menulis buku fiksi dan nonfiksi untuk anak-anak maupun dewasa. Haig pernah memenangi penghargaan Blue Peter Award dan The Smarties Book Prize. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa.

Sinopsis Singkat

Pernahkah kamu membayangkan seperti apa hidupmu jika dulu mengambil keputusan yang berbeda? Pertanyaan ini menjadi inti dari novel The Midnight Library karya Matt Haig. Melalui kisahnya, pembaca diajak merenung tentang penyesalan, pilihan hidup, dan arti menerima diri sendiri.

Novel ini membawa pembaca menyelami kehidupan Nora Seed, seorang perempuan yang merasa hidupnya penuh kegagalan dan kesedihan. Ia merasa tidak ada lagi alasan untuk bertahan, sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, di antara hidup dan mati, Nora tiba-tiba mendapati dirinya terbangun di sebuah perpustakaan misterius yang disebut Midnight Library.

Di perpustakaan itu, ia menjelajahi berbagai kemungkinan hidup untuk memutuskan apa yang membuat hidup pantas dijalani. Setelah melalui berbagai penyesalan dan kegagalan, akankah Nora Seed akhirnya menemukan kebahagiaan sejati?

Dengan ditemani pustakawan bernama Mrs. Elm, Nora menjelajahi kehidupan-kehidupan tersebut, mencari jawaban tentang arti kebahagiaan. Perjalanannya mengajarkan bahwa kesempurnaan hidup bukanlah menghapus semua penyesalan, melainkan menerima diri dengan segala kekurangan dan kemungkinan.

"Segala sesuatunya akan lebih mudah kalau kita paham tidak ada satu pun cara hidup yang bisa memberimu kekebalan terhadap kesedihan. Bahwa kesedihan adalah intrinsik kebahagiaan. Kau tidak bisa mendapatkan yang satu tanpa mengalami yang lain." (The Midnight Library, hlm. 230)

Kelebihan

Novel ini mengangkat isu penyesalan dan makna hidup yang relevan dengan kehidupan. Kisahnya dekat dengan realitas yang dialami banyak orang. Bahasa yang digunakan ringan dan nyaman dibaca. Sangat cocok bagi pembaca yang ingin merenung tanpa terbebani narasi yang rumit.

Kekurangan

Beberapa bagian terasa berulang saat Nora berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain, sehingga alurnya terkesan panjang. Penyelesaian konflik di akhir cerita juga terkesan terburu-buru, sehingga sebagian pembaca mungkin berharap ada eksplorasi lebih mendalam.

Kesimpulan

The Midnight Library adalah novel yang memadukan fantasi dan filosofi hidup dengan indah. Novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi cermin untuk melihat kembali pilihan-pilihan hidup. Sangat direkomendasikan untuk pembaca remaja hingga dewasa yang menyukai kisah reflektif, inspiratif, dan meninggalkan kesan mendalam.


Penulis: Indira Ulfa Rizkya

Editor: Putri Ruqaiyah

16 Agustus 2025

Home Town Cha-Cha-Cha: Salah Satu Serial Drama Korea yang Harus Ditonton

Foto: IST

www.lpmalkalam.com - Serial drama Korea Selatan berjudul Home Town Cha-Cha-Cha menjadi salah satu drama terbaik yang menyentuh hati dan meninggalkan kesan mendalam bagi penonton. Drama dengan jumlah 16 episode ini tayang pertama kali pada tahun 2021 dan diperankan oleh Shin Min-a serta Kim Seon-ho.

Menariknya, serial drama ini tidak hanya berlatar di perkotaan Seoul, tetapi juga di desa tepi laut bernama Gongjin, tempat Shin Min-a dan Kim Seon-ho membangun kembali kehidupan mereka. Meski bergenre romansa dan komedi, kehidupan sehari-hari tokoh utama beserta orang di sekitarnya mampu meninggalkan kesan mendalam bagi penonton, penuh makna, dan sarat pelajaran. Bahkan, saya yang baru menonton empat tahun setelah drama ini tayang merasa tertarik sepenuhnya untuk masuk dan hidup di dalamnya.

Shin Min-a berperan sebagai Yoon Hye-jin, seorang dokter gigi asal Seoul. Sebelumnya, ia tak pernah membayangkan akan pindah ke Desa Gongjin dan membuka klinik di sana. Berbeda dengan Hong Du-sik, yang diperankan oleh Kim Seon-ho, Desa Gongjin adalah kampung halamannya. Hong Du-sik memiliki panggilan khas yang tak pernah absen di desa tersebut, yaitu Hong Banjang—ketua desa yang dikenal oleh semua warga. Meski disebut “pengangguran,” ia memegang peranan penting karena keuletannya membuat ia selalu diandalkan oleh warga setempat.

Siapa sangka, meskipun disebut pengangguran, Hong Banjang memiliki jadwal harian yang padat? Ia lulusan Teknik dari Universitas Negeri Seoul, namun memilih kembali ke kampung halaman karena alasan yang tak diketahui warga desa, hingga menjadi salah satu misteri Gongjin. Meski begitu, ia mahir dalam banyak hal dan senang membantu sesama. Rasa kekeluargaan yang kuat di Desa Gongjin menjadi salah satu alasan warga begitu menyayanginya.

Di sisi lain, Hye-jin membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari kehidupan kota ke pedesaan. Sikapnya yang awalnya cenderung arogan membuat sebagian warga tidak nyaman. Bahkan, pesan yang disampaikan Hong Banjang saat menegur Hye-jin karena dianggap menghina nasib salah satu warga masih teringat jelas di benak saya: “Hidup tak selalu adil bagi semua orang. Ada orang yang jalannya penuh lubang dan tidak mulus. Ada juga orang yang berlari sekuat tenaga lalu menemui jurang di ujung jalannya.”

Sungguh dalam. Pesan Hong Banjang kepada Hye-jin terasa seolah ditujukan untuk siapa pun yang menontonnya. Benar-benar tidak ada yang tahu seperti apa jalan hidup seseorang. Melalui drama ini, saya kembali diingatkan akan hal itu.

Tak hanya menyuguhkan romansa dan komedi ringan, drama ini juga sarat rasa kekeluargaan, tolong-menolong, kasih sayang, serta pembelajaran yang disampaikan bukan hanya lewat kata-kata, tetapi juga aksi para tokohnya.

Saya rasa, drama Korea ini cocok bagi siapa saja yang ingin menonton tayangan ringan namun nyaman di hati. Terlebih, banyak hal menarik yang tersaji di dalamnya. Menonton serial drama Home Town Cha-Cha-Cha membuat kita tak hanya menjadi penonton, tetapi juga seolah diajak masuk ke dalam ceritanya. 

Lihatlah di sekitar kalian. Kalian akan menyadari bahwa kalian dikelilingi hal-hal berharga.”


Penulis: Alya Nadila

Editor: Putri Ruqaiyah

21 Juli 2025

Bahasa Aceh Mencapai Level Kritis, Siapa yang Peduli?

Foto: Pexels.com

www.lpmalkalam.com- “Bahasa adalah Jiwa Bangsa,” begitulah kata pepatah yang bermakna mendalam tentang bahasa dan identitas suatu daerah. Namun, seiring berkembangnya zaman pepatah itu mulai hilang dari peradaban. Pergeseran bahasa yang kian meningkat menimbulkan kecemasan tersendiri bagi suatu daerah. Setiap daerah memiliki bahasa tersendiri yang membedakannya dengan daerah yang lain. Jika bahasa daerah punah, maka daerah tersebut akan kehilangan identitasnya. Itulah yang sedang dikhawatirkan terhadap vitalitas bahasa Aceh saat ini. 

Bahasa Aceh kini tengah menghadapi masalah yang serius terhadap keberlangsungannya. Pasalnya, berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bahasa Aceh mendapat skor 3 berdasarkan kriteria UNESCO yang berarti masuk ke dalam kategori terancam punah secara pasti. Lalu bagaimana dengan keberlangsungan identitas suatu daerah jika bahasanya berada pada level kritis?

Ketika bahasa suatu daerah telah mengalami pergeseran secara drastis, maka sudah dapat dipastikan bahasa tersebut terancam punah secara perlahan. Bahasa Aceh bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga merupakan jati diri dan identitas bagi daerah Aceh. Apabila bahasa Aceh telah punah, maka punah pula budaya lokal yang di dalamnya terkandung nilai sejarah, agama, pendidikan, moral, adab, dan etika.

Pergeseran bahasa terjadi karena dampak globalisasi yang semakin berkembang, serta minimnya penggunaan bahasa ibu yang diwariskan kepada generasi muda. Banyak generasi muda di Aceh menganggap bahwa menggunakan bahasa Indonesia berarti keren dan gaul. Sedangkan orang yang menggunakan bahasa daerah dianggap kudet (kurang update), serta ketinggalan zaman. Hal tersebut memicu pergeseran bahasa akibat generasi muda lebih memilih menggunakan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada larangan untuk menggunakan bahasa nasional, namun jangan sampai bahasa ibu lengser dari tempatnya. Sesuaikan pada tempat dan porsinya masing-masing, bahasa nasional dalam lingkup formal, sedangkan bahasa daerah dalam lingkup informal terutama pada lingkungan rumah dan keluarga. Sebagai generasi muda, mempertahankan vitalitas bahasa tempat kita berasal berarti menjaga jati diri daerah tersebut.


Penulis: Daini Rizki
Editor: Tiara Khalisna 

 

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam UIN SUNA Lhokseumawe, 0823-6508-3003 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.