HEADLINE

Latest Post
Loading...

27 October 2016

Bukan Pengangguran Terdidik (Intelektual Salah Kaprah)

Oleh Muhammad Yani

Seorang mahasiswa berhasil memperoleh gelar sarjananya dibawah empat tahun dengan dengan predikat Cumlaude, dengan gagahnya pada hari wisuda dibacakan sebagai salah satu lulusan terbaik kampus dihadapan seluruh peserta wisuda. Para undangan pun tanpa dikomandoi langsung memberikan a
plaus tanda mengiyakan benar sebagai lulusan terbaik.

Setelah memperoleh Ijazah siapa yang berani menjamin bahwa mahasiswa diatas tersebut langsung disambut oleh pasar kerja? Akankah masyarakat langsung menerima dan menaruh hormat kepadanya karena  nilai akademik tadi?
Apakah dalam berinteraksi sesama manusia lebih mengutamakan teori dan rumus?

Pertanyaan diatas setidaknya memberi gambaran kepada seluruh mahasiswa bahwa menjalani kehidupan sesungguhnya tak semudah menyelesaikan soal matematika dan tidak seromantis syair-syair puisi dalam mata kuliah sastra. Oleh karenanya penempatan diri yang dimulai dari niat awal untuk apa kuliah dan proses interaksi yang kita lalui selama dibangku kuliah akan mempengaruhi bagaimana posisi kita pada kehidupan selanjutnya.

Mahasiswa peraih predikat Cumlaude yang mungkin untuk meraihnya dia melahap ratusan buku, mencari jawaban untuk ribuan soal, menghabiskan setiap waktu luangnya di pustaka, dan menggunakan seluruh rongga-rongga otaknya untuk menghafal semua rumus-rumus yang ada didalam buku setiap harinya. Bahkan sangking fokusnya dia untuk belajar terkadang dia lupa menanyakan bagaimana kabar kawan yang duduk disampingnya didalam bangku kuliah. Dosen terus- menerus memuji dan mensupport dia untuk lebih giat lagi dalam belajar dan bahkan menjatuhkan mahasiswa lainnya yang terkesan sibuk dengan kegiatan organisasi yang menurut sang dosen adalah kegiatan buang-buang waktu.

Mahasiswa peraih predikat Cumlaude tidak terjamin di pasar kerja, mahasiswa yang biasa-biasa saja bagaimana nasibnya? Bukankah orang tua kita mengirim kita ke bangku kuliah untuk memberikan pelita kehidupan yang lebih baik bagi mereka? Apakah kita akan menjadi penambah kuota “pengangguran terdidik”?
Bagi lulusan FKIP yang telah 16-19 tahun menempuh pendidikan hanya untuk menjadi pengajar bakti tanpa gaji ditolak oleh sekolah-sekolah.

Sebenarnya apa yang dipersiapkan oleh Perguruan Tinggi selama ini terhadap peserta didiknya?
Bukankah visi-misi perguruan tinggi melahirkan generasi terdidik yang mampu bersaing di pasar kerja?

Mahasiswa tidak tau dan diusahakan tidak perlu tau oleh para dosen terhadap organisasi, bahkan sangat banyak dosen yang mengibaratkan kepada setiap mahasiswa bahwa menjadi aktivis kampus itu adalah kesalahan, suram masa depan, atau mungkin beberapa tahun lagi akan ada statement menjadi aktivis kampus adalah memilih jalan sesat yang tidak diterima tobat.

Sungguh sangat disayangkan karena menjadi seorang aktivis sangat banyak manfaat dan pengalaman bahkan menambah relasi baik antar kampus maupun antar wilayah bahkan antar negara. Ketika berorganisasi kita belajar kepemimpinan, mengemban tanggung jawab, berkomunikasi, berinteraksi, dan peka terhadap keadaan di sekeliling kita.

Islam memerintahkan ummatnya untuk peka terhadap keadaan di sekeliling kita, menolong yang lemah, membantu yang tertindas dan melawan kebathilan.
‘’Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya’’ [al-Mâidah/5:2]
Belakangan ini yang terjadi adalah sebuah kesalahan menjadi benar apabila dikerjakan oleh banyak orang, contoh yang paling dekat adalah dosen seringkali mengkhianati jadwal masuk bahkan tidak masuk, hal itu menjadi benar karena di seluruh indonesia dosen melakukan hal yang sama. Bagaimana melahirkan lulusan profesional kalau pendidiknya tidak profesional?

Mungkin ada satu atau dua orang mahasiswa yang mencoba untuk mempertanyakan ketika ada hal yang menyimpang, maka dengan segala upaya kaum-kaum salah akan mencibir mahasiswa tersebut, bahkan nantinya ada anomali “Sok suci”, politik kepentingan merasuk ke semua lini dimana pada saat-saat tertentu sesama dosen,karyawan, bahkan pimpinan akan saling menceritakan keburukan sesamanya kepada khalayak mahasiswa.

Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa  Pertama Berorganisasi itu adalah sebuah perbuatan mulia, tujuan organisasi semuanya baik, terkadang oknum yang salah menggunakan wewenang. Kedua Dengan berorganisasi akan memudahkan mahasiswa dalam mencari lapangan kerja, bahkan membuka lapangan kerja. Ketiga Masih banyak disekeliling kita yang mendidik belum layak dikatakan seorang pendidik, karena pendidik itu frofesional tercermin melalui ucapannya, akhlaknya, dan disiplinnya. Kuliah adalah untuk mencari ilmu, dibuktikan dengan ijazah, dan di aplikasikan ketika bekerja. Kalau salah jangan dibenarkan, kalau hak dituntut, dan kewajiban ditunaikan


Semoga bermanfaat bagi kita semua, apabila ada kesalahan mohon dimaafkan.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Penulis merupakan President Mahasiswa STAIN Malikussaleh Periode 2015- 2016
banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.