![]() |
Oleh : Gunawan, S.Pd.I |
Masih
terngiang dimasa lalu bersekolah, menyaksikan teriakan lantang guru-guru,
serta hentakkan kayu yang membisingkan
telinga dengan jantung berdebar-debar, oh tuhan masa sekolahku dulu penuh
dengan kemiliteran, yang berbuat curang disaat ujian bersiap menerima
konsekuensi yang tak tertulis, namun bersifat aksi yang pasti itu sangat
menyakitkan. Tidak ada pembelaan hanya diam terpaku terbelunggu penuh dosa,
lidah yang tak bertulangpun menjadi kaku dan bungkam. Mata ini menjadi saksi
bisu melihat teman-teman yang menjadi tersangka atas kesalahan yang mereka
perbuat didalam kelas, ya setiap kesalahan pasti akan mendapatkan hukuman yang
harus diterima, namun peroses hukumannya penuh dengan keganasan, keganasan yang menjadi
sebuah alasan rasa kasih sayang agar melahirkan generasi yang disiplin dan
bermoral, seperti itulah alasan yang pernah diucapkan oleh seorang pendidik
atau guru, ketika ada yang memperotes aksi ketegasannya.
Sekolah
menjadi rumah persinggahan sementara calon kaum intelektual. Hiruk pikuk dalam
ruang menjadi momen penuh kesan, sebelum para guru masuk untuk mengajar, dari
kejauhan mereka tampak seperti sosok yang menakutkan, dalam hati setiap peserta
didik terbesit pukulan seperti apa lagi yang akan diterima jika kami tidak
mampu memahami pembelajaran dengan baik, situasi dalam kelas menjadi
menegangkan dan menakutkan, mereka yang duduk di bangku paling belakang selalu
menjadi sasaran pelemparan penghapus papan tulis yang tebal. belum lagi
tamparan lima jari yang sangat dahsyat yang suaranya mengemparkan hati dan
jiwa. Ini sunggh sangat menakutkan.
Seperti
itulah sedikit gambaran kisah pendidikan saya di tahun sembilan puluhan keatas,
Setiap masa ada kisah yang harus diceritakan, bagai kisahnya manusia dalam
teori Evolusi “Darwin” dimulai dari
manusia yang hidup pada zaman batu sampai zamannya modern, yaa kita sebagai
umat muslim masa kita berawal dari kisahnya nabi “Adam as’ hingga masanya “Nabi
Muhammad saw”, biarkan Charles Darwin
saja yang hidup mengikuti jejak nenek moyangnya di zaman batu tersebut.
Mendidik
dengan hati.
Kini
pendidikan tidak lagi bersanding dengan kekerasan. Pendidikan bagaimana bisa
melayani sepenuh hati peserta didik dengan baik dan tidak melahirkan generasi
penuh dendam. Efek Orientasi siswa baru yang tidak profesional menjadi sebuah
tradisi dan akan sangat berdosa jika tidak dilaksanakan hingga nyawapun harus
dikorbankan. Proses Melahirkan akhlak yang budi menjadi tujuan utama
pendidikan. Bukan semata mengejar prestasi dan berkompetisi. Rugi berprestasi
jika akal dan budi tidak melekat dihati. Jadikan prestasi sebagai bonus dari perjuangan
dalam belajar, namun kini masih saja ada peserta didik yang terbeban dalam
belajar dikarenakan ia merasa tidak miliki potensi sama sekali. Potensi dalam
dirinya belum ia temukan yang sebenarnya, inilah menjadi tugas tenaga pengajar
yang sesungguhnya mencari dan menumbuhkan potensi peserta didik yang sebenarnya,
bukan memaksa untuk mengerti setiap pelajaran yang guru ajarkan. Dari sanalah
lahirnya rasa amarah dan kekesalan seorang pendidik kepada peserta didiknya.
Peran
hati sangat dibutuhkan dalam bertindak terutama bertindak dalam mengajar
menghipnotis peserta didik agar tertarik dalam belajar membuat segalanya
menjadi berkesan baik diawal hingga di akhir pembelajaran. Bejuta strategi dan
metode akan dikalahkan dengan strategi hati yang benar-benar melekat dalam jiwa
seorang guru.
Seperti
itulah profesi seorang pendidik yang dianggap enteng dimata khalayak ramai, dan
terkadang juga menjadi sebuah hujatan yang memilukan ketika kesalahan yang
dibuat oleh sang pendidik, hingga lupa bahwa ilmu yang sudah guru berikan
memberikan investasi masa depan. Ini tugas sang pendidik yang sangat dahsyat,
dikarenakan yang mereka hadapi bukan mesin yang sudah tersistem dengan baik
sesuai dengan perogram yang dinginkan, namun profesi guru yang mereka hadapi adalah
manusia yang memilliki miliaran sel
otak, dengan berbagai macam pikiran, akal dan tingkah laku yang tidak karuan,
mereka yang harus dipersiapkan dengan
pasokan ilmu yang cemerlang. Terkadang emosi keluar dengan sendirinya dengan tidak disengaja.
Yang dibutuhkan dalam jiwa seorang pendidik adalah sebuah keikhlasan dan
ketulusan dengan menjadikan profesi pendidik bukan hanya sekedar tuntutan
kerja, namun menjadikan sebagai tuntutan hati dan hobi hingga emosi tidak
terealisasi dengan baik. Guru juga manusia yang berselimut nafsu seperti
manusia yang lainnya, dan ia dikenang bukan seperti pahlawan perkasa, karna yang ia pegang bukan senjata, Namun kapur,
spidol dan penghapus sebagai amunisinya dalam berjuang melahirkan kader bangsa
yang cerdas.
Biarkan
kemulian yang maha kuasa membalas jasa-jasa mereka para pendidik. seburuk dan
sekejam apapun mereka, setiap kebaikan yang ia berikan telah mengantarkan anak
didiknya dimasa depan yang cemerlang. Mari mengenang jasanya agar terlupakan
segala bentuk ketegasan yang pernah mereka lakukan. Akhirnya saya juga
merasakan menjadi profesi Guru dan saya juga merasakan apa yang sudah dirasakan
oleh guru-guru saya sebelumnya. Yang terpenting menjadi profesi guru tidak
hanya semata tuntutan kerja namun jadikan sebagai tuntutan hati memberi sejuta
inspirasi.
Peran
orang tua dirumah merupakan faktor terpenting alam mendidik anak-anak mereka.
Segalanya bukan dari guru semata, kegagalan peserta didik selalu dikaitkan oleh
guru yang gagal dalam membina dan mendidik, sebagaimana Ibnu Khaldu berpesan :
Barangsiapa
tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya
barangsiapa yang tidak memperoleh tatakrama yang dibutuhkan sehubungan
pergaulan bersama melalui orangtua mereka yang mencakup guru-guru dan para
sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya
dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman,
zaman akan mengejarnya.”
Dari
pesan diatas hubungan guru dan dan orang tua atau wali siswa harus memiliki
keterkaitan yang menjadi sebuah kerjasama dalam membina anak-anak. Memberikan
evaluasi setiap saat baik bertatap muka maupun hanya sekedar mengirim pesang
singkat, tentang gambaran dan keadaa siswa dalam belajar, hal ini akan
mengurangi kekerasan yang terjadi didalam sekolah.
Penulis Merupakan Alumni STAIN Malikussaleh. Saat ini ber
Profesi menjadi salah satu Staf Pengajar Yayasan Sukma Bangsa Lhokseumawe.