![]() |
| Foto: Putri Ruqaiyah |
Kunjungan ini dilakukan untuk mengenal lebih dalam kondisi situs sejarah peninggalan masa penjajahan Jepang yang kini tampak semakin terbengkalai. Goa Jepang dibangun pada tahun 1.942 oleh tentara Jepang sebagai markas pertahanan, tempat penyimpanan senjata, sekaligus lokasi pengintaian musuh. Sebagai peninggalan bersejarah di Aceh, goa ini menyimpan nilai historis tinggi yang menjadi saksi masa perang. Namun kini, kondisinya semakin memprihatinkan akibat kurangnya perhatian dan perawatan dari pihak terkait.
Salah seorang pengelola, Abdul Manaf, mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya tetap menjaga kawasan tersebut meskipun sudah dua tahun tidak menerima gaji “Sudah dua tahun kami tidak digaji lagi. Kami tetap tinggal di sini hanya supaya barang-barang di atas tidak hilang,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa sebelumnya pengelolaan Goa Jepang berada di bawah tanggung jawab pemerintah kota melalui pihak “Pengko”. Namun, sejak dana operasional dihentikan, para penjaga bertahan tanpa fasilitas pendukung. “Dulu pengunjungnya ramai, tapi sekarang sepi karena tempat ini tidak diurus lagi. Padahal kalau diperhatikan, bisa jadi wisata sejarah terbaik di Lhokseumawe,” tambahnya.
Di atas kawasan Goa Jepang terdapat Taman Ngieng Jioh, sebuah taman yang dahulu menjadi pelengkap wisata dengan panorama alam indah dari puncak bukit. Taman ini dulunya menawarkan fasilitas sederhana seperti ayunan, spot foto, serta area santai bagi pengunjung. Namun kini, kondisinya tidak lagi seperti dulu beberapa permainan rusak, kebersihan kurang terjaga, dan suasana yang dulunya asri kini tampak sepi.
Abdul Manaf juga menyampaikan bahwa hubungan antara Goa Jepang dan Taman Ngieng Jioh seharusnya menjadi kekuatan untuk menarik kembali minat wisatawan. “Kami ingin menjaga taman ini supaya tetap jadi tempat favorit pengunjung setelah melihat Goa Jepang. Tapi tanpa dukungan, sulit menjaga fasilitas tetap layak,” katanya.
Putri Ruqaiyah, mentor kegiatan magang LPM Al-Kalam yang juga pernah mengunjungi Goa Jepang sebelumnya, turut menyampaikan pandangannya setelah melihat langsung kondisi kawasan tersebut. “Goa Jepang masih menarik untuk dikunjungi, tapi sayang sekali taman di atas bukitnya sudah tidak terawat seperti dulu. Padahal tempat itu punya potensi besar kalau dikelola kembali dengan baik,” ujarnya.
Sebagai situs bersejarah, Goa Jepang dan Taman Ngieng Jioh bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga simbol perjuangan dan kenangan masa penjajahan yang seharusnya dijaga. Hilangnya perhatian terhadap dua lokasi ini sama artinya dengan perlahan memudarnya nilai sejarah yang pernah hidup di dalamnya.
Kini, para pengelola hanya bisa berharap agar kawasan ini kembali diperhatikan dan dirawat, agar kisah sejarahnya tidak hilang ditelan waktu. “Kami berharap tempat ini diperhatikan lagi. Goa Jepang ini bagian dari sejarah kita. Sayang kalau dibiarkan rusak begitu saja,” tutup Abdul Manaf.
Penulis: Luthfiatil Syaqirah, Daffa Alkausar, Intan Sarifah, M. Iftal (Magang)


