![]() |
| Foto: Pixabay.com |
"Sampai kapan aku mau gini terus? Apa masih ada harapan untuk aku sembuh dari penyakit ini?" ucap Sera dengan suara lirih sembari menarik nafas panjang layaknya orang yang kelelahan.
Ia selalu mengulang kalimat itu setiap harinya. Gadis itu merasa hidupnya sudah sangat berantakan, dimulai dari kedua orang tuanya yang bercerai dan tidak lagi mempedulikannya, hingga kini penyakit yang dialaminya. Ia merasa bahwa semesta tidak menginginkan nya untuk bahagia.
Sera larut dalam lamunannya sehingga ia dikejutkan dengan suara decitan pintu yang terbuka perlahan. Sebuah tubuh tegap menghampirinya. Karel Liano Aditama, sahabat yang selalu ada dalam setiap perjuangan yang dilalui Sera. Karel memasuki ruangan dengan senyum yang merekah dengan membawa sebuket bunga matahari, bunga kesukaan Sera.
"Hai, Ser! Lihat aku bawa apa buat kamu." Karel memberikan bunga itu kepada Sera.
Sera tersenyum tipis "Rel... makasih, ya. Kamu selalu ada buat aku."
"Harus, dong, Ser. Kita kan sahabat." ucap Karel dengan senyuman.
"Ser, kok mukanya murung gitu? Ada yang sakit?"
Sera menatap ke luar jendela. "Senja lagi indah, yaa. Tapi aku nggak tau kapan aku bisa nikmatin senja tanpa mikirin apapun," ucapan Sera terdengar getir meski ia mencoba nya untuk tetap tersenyum.
Karel mendekat dan duduk di kursi samping ranjang Sera. "Hei, jangan ngomong gitu. Kamu pasti bisa lewatin ini semua. Kamu pasti sembuh," ucap Karel sembari menggenggam tangan Sera.
"Oh, iya. Dokter ada bilang apa hari ini?" tanya Karel.
Sera menghela nafas pelan. "Sama aja. Harus sabar, harus kuat... Tapi aku udah capek Rel, capek banget."
Gadis itu sudah begitu muak dengan tempat yang didudukinya saat ini. Melihat mesin cuci darah, bau obat yang menyengat seolah sudah menjadi sahabat nya sehari-hari.
Karel menatap mata gadis itu, terlihat begitu lelah dan putus asa.
"Oh, iya, Ser. Gimana kalau kita ke taman aja?" Pria itu terus mencoba untuk membuat sahabatnya tersenyum. Setidaknya untuk melupakan sejenak rasa sakit yang dialami gadis itu.
"Boleh deh! Aku juga bosen."
Karel membawa gadis itu ke taman kecil di dekat rumah sakit. Sera merasa sangat senang karena dapat menghirup udara segar di luar kamar rumah sakit.
Karel menjauh beberapa langkah dengan menggenggam kamera ditangannya.
"Ser, senyum lihat sini."
Karel menunjukkan hasil fotonya kepada Sera. "Lihat deh! Cantik."
"Lihat itu juga Ser, bunganya banyak yang lagi mekar, dan bunga yang itu mirip kamu, cerah dan indah," ucap Karel sembari menunjuk ke arah bunga yang ia maksud.
Sera tertawa kecil "Bisa aja kamu. Tapi makasih, ya, Rel. Setidaknya aku masih punya sedikit harapan karena kamu."
"Nah, gitu, dong! Jangan lupa, kamu itu ibarat matahari, kalau kamu redup, orang di sekitar kamu juga ikut gelap. Jadi, nggak boleh putus asa, harus selalu semangat. Ingat, aku selalu ada buat kamu," ucap Karel dengan senyum tulus sembari mengusap pucuk kepala Sera.
"Sekali lagi makasih, ya, Rel. Aku beruntung punya kamu." Sera menatap Karel dengan mata berkaca-kaca dan menyandarkan kepalanya di bahu Karel.
"Kita sama-sama beruntung. Sekarang, coba lihat senjanya. Siapa tau, besok kita bisa lihat senja bareng di pantai." ucap Karel dengan menggenggam erat tangan Sera.
Setiap ucapan yang Karel lontarkan seolah menjadi harapan baru yang membuat Sera menyadari bahwa hidupnya masih indah dan berharga.
Sera dan Karel terus menikmati senja bersama di taman rumah sakit. Mereka saling menggenggam untuk menguatkan dan memberikan harapan satu sama lain.
Penulis: Julia Sabela (Magang)
Editor: Zuhra


