(Oleh : Pena Hidup)
Perlahan ku usap debu yang
membalut wajahku. Pandanganku semakin membaik ,Setelah akhirnya dapat ku
singkirkan beberapa debu. Kulihat sekeliling dengan sorotan bingung. Kilauan
cahaya terang diatas silaukan mataku. Lalu Kubangkit dan duduk. Beberapa
dedaunan jatuh dari tubuhku. Aku baru sadar. Aku bangkit dari tumpukan daun
kering dan debu. Dan tak cuma itu, ada banyak pohon besar yang terlihat sedang
mengepungku.
“Kenapa aku disini ?” Tanyaku
dalam hati
Aku mulai jalan mencari arah.
Ada begitu banyak suara burung terdengar. Kepala ku masi terasa pusing
mengutukku, karna tidurku yang panjang.
“aku butuh air” keluhku dalam
hati
Mataku mencari tau apakah ada
air disini. Sungguh mengecewakan ketika kulihat yang ada hanyalah hutan
belantara tak berujung. Lemas rasanya tubuhku. Kepala ku pusing dan aku
benar-benar merasa gerah.
Kuputar otakku berfikir apa
yang harus kulakukan. Lagi kulihat sekeliling. Kali ini bukan untuk rasa
kagetku karna banyaknya pohon. Aku berfirasat mungkin ada banyak tetesan embun
pagi yang tersisa didaunan pohon.
Kuhampiri setiap pohon yang
kulihat. Namun lagi – lagi mengecewakanku. Tak ada embun yang tersisa. Matahari
telah menyerapnya habis.
“Aku gerah. Tenggorokan ku
kering. Aku butuh air” teriakku dalam hati
Ku istirahatkan tubuhku
sejenak sambil menahan gerahku. Kuputar otakku kembali mencari tau dimana mesti
kutemukan air.
Kuharap aku dapat menenggelamkan
tubuhku dalam air. Membiarkan sekujur tubuhku basah karna air. Namun aku merasa
keinginanku hanyalah sia-sia saja.
Kujatuhkan tubuhku kembali
telentang dibalik pohon. Tak lama kemudian rasa ngantukku datang kembali. Kali
ini aku tak butuh banyak daun menghindari serangan mentari. Pohon besar ini
sudah lebih cukup untuk melindungiku.
******
“Tak....Tak....Tak.....Hhhh
.....Hhhh beriringan dengan suara hendusan nafas lelah.
Kubuka mataku. Kulihat
seorang pria dengan kapak di tangannya. Sepertinya ia sedang mencoba menebang
sebuah pohon. Ia berada agak jauh dariku. Kudekati dirinya namun tetap menjaga
jarak agar tak ketahuan.
Tak......Tak....Tak...
jika sebelumnya aku hanya
mendengar suara burung. Kali ini suara kapak membelah pohon yang kudengar.
Tidak hanya itu “Hhhhhhhh.....” helaan nafasnya juga kudengar. Suara itu
mengambarkan rasa lelahnya.
Pria dengan tubuh tak terlalu
berisi. Namun lengannya berotot yang mengambarkan ia selama ini menggunakan
tangannya. Warna kulitnya sao matang. Dengan kaos putih tak berlengan membalut
tubuhnya dan celana hitam tak sampai mata kaki membalut bagian bawah tubuhnya.
Aku kagum padanya. Walau ia
kelelahan. Namun hampir tak ada rasa sesal diwajahnya. Ia tersenyum dalam
lelahnya. Aku tidak melupakan rasa gerahku karna pria ini. Tapi sebaliknya aku
berfikir kali ini sudah kutemukan airku.
Ia masi belum menyadari
kehadiranku. kulanjutkan menikmati rasa kagumku atas pria ini.
waktu berlalu. Matahari mulai
lelah dan ingin berangkat pergi. Ia telah menyelesaikan tugasnya. Saat ini ia
sedang mengikat kayu-kayu yang baru di tebangnya.
Sejenak ia duduk
mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Aku masi bersembunyi di balik tumpukan daun
dan pohon.
“haruskah ku hampiri dia?”
itu keinginan hatiku. .tapi aku belum mengenalnya. Bagaimana jika ia membunuhku
dengan kapak tersebut.”
Kuputuskan untuk tak
kuhampiri. Aku memilih duduk dalam dedaunan menunggu ia pergi.
Kulihat ia terus tersenyum
seperti menghayalkan sesuatu yang membuatnya bahagia. Beberapa menit kemudian
ia bangkit dan mengambil kayu – kayu yang telah ia ikat. Ia letakkan pada bahu
nya dan membawa bersamanya.
Kuputuskan untuk mengikutinya
tanpa sepengetahuannya. Aku merasa yakin, ia akan memabawaku pada air.
Kadangkala suara aneh terdengar.
Beberapa menit berlalu.
Terkadang ia duduk sebentar mengistirahatkan tubuhnya. Lalu tak menunggu lama
ia bangkit kembali melanjutkan perjalanannya. Ada sekitar 5 kali ia duduk
dan bangkit dan akhirnya sebuah rumah tampak dimataku. Rumah yang berdindingkan
kayu. Beratap dengan nuansa tradisional alami. Atap Rumbia sejenis daun yang di
buat manual oleh tangan sedemikian mungkin hingga membentuk atap rumah.
Aku juga melihat beberapa
rumah lainnya. namun memiliki bentuk yang berbeda dan terlihat lebih modern
dengan atap bukan rumbia. Aku menyangka ia hidup dengan keluarga yang
bercukupan.
Kualihkan lagi mataku menuju
pada pria itu. Kali ini kulihat seorang wanita berumur sekita dua puluhan yang
sedang hamil keluar dari rumah sederhana itu. Wanita itu istrinya. ia keluar
menyalami suaminya. Terlihat senyum bahagia pada raut wajahnya dan
mempersilahkan pria itu kedalam rumah.
Kufikir aku tak mungkin
mengikutinya hingga ke dalam rumah. Gerahku mulai terasa lagi.
“aku butuh air” ujarku dalam
hati
Tetesan air mengenai
kepalaku. Semakin lama semakin lebat. Aku senang, aku bahagia. Aku butuh air
dan air lebat sedang membasahiku. Kubiarkan tubuhku basah kuyup. Rasa gerahku
pulih seketika. Aku tak bergeming, tetap diam dan menikmatinya.
Di tengah kegembiraanku.
Pandanganku mulai kabur. Tubuhku lemas. Ingin kugerakkan tubuhku, namun aku tak
mampu bergerak. Pandanganku yang semakin buram membuat pikiranku semakin gelap
dan tak sadarkan diri.
“apa aku mengantuk ? haruskah
kurebahkan tubuhku disini tanpa mencari tempat teduh yang lebih aman?” belum
sempat kulanjutkan niatku. Mataku gelap kembali. Terasa seperti aku sedang
dalam sebuah gelembung yang membatasi gerak – gerikku.
*****
Aku tak bisa menggerakkan
bagian tubuhku. Mataku terkadang kabur terkadang gelap. Aku bukan tak bisa
melihat apa-apa. Lebih tepatnya aku melihatnya tidak begitu jelas.
“oh tidak” sentakku kaget.
Aku baru sadar bahwa aku
sedang tekurung. Aku merasa sedang berada dalam sebuah kurungan lendir yang
membatasi gerakku.
“apa kau lelah?”
Sebuah suara terdengar
dibalik kurunganku. Suara nya lembut kewanitaan. Sepertinya ia seorang wanita.
“apa yang kau masak hari ini
istriku?”
Sebuah suara lainnya muncul.
Suara yang menggambarkan ketegasan dan ketangguhan. Terdengar lelah namun tersa
nyaman didengar.
Aku ingin teriak tapi tak
bisa. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Aku benar – benar ingin keluar.
“siapapun tolong aku”
teriakku dalam hati.
Tapi tetap saja, tak ada yang
dapat mendengarku. Berulang – ulang kupikir. Kenapa aku disini ? siapa yang
membawaku kemari ?. apakah mereka berdua? Pemilik suara diluar sana.
Terkadang kakiku bergerak
menendang. Namun terkadang diam tak bergeming walau sudah kupaksa.
“aku ingin keluar” lagi-lagi
suara hatiku berontak.
Allahu Akbar...........Allahu
Akbar...
Azan dikumandangkan. Suara
Azan yang keras sepertinya berasal agak kejauhan dari tempatku sekarang. Namun
terdengar jelas seperti semua orang sedang menunggunya.
“saatnya berbuka puasa” kata
si lelaki.
“makanlah sayang” wanita itu
sedang mempersilahkan lelaki itu untuk makan.
Sepertinya sedari tadi mereka
menunggu suara Azan untuk berbuka. Tidak ada lagi suara yang terdengar setelah
Azan. Yang kudengar hanya suara piring dan sendok yang terkadang berbenturan.
Aku membiarkan diriku diam
dan tak bergerak selama kurang lebih setengah jam. Tapi aku benar-benar sudah
tak tahan lagi. Aku merasa pengap.
Seketika itu. Kurasakan
energi kuat mengalir dalam diriku. Memaksa diriku untuk bergerak, bergerak dan
lebih kuat lagi.
“sudah kuputuskan aku harus
keluar sekarang juga, tak peduli apapun itu” kubentuk tekat dalam hati.
Dikala ku sedang
memperjuangkan tekatku. Suara gaduh terdengar dari balik kurunganku. Aku tak
peduli. Yang kupedulikan hanyalah bagaimana caranya aku keluar dari sini.
“Oh tidak, Mereka
menyadarinya, serta mengangkatku. Aku di bawanya paksa entah kemana. Apa mereka
akan membunuhku ?. ataukah mereka akan membuangku ke suatu tempat dan
membiarkan diriku terkurung begini.
Aku terus berusaha melawan
agar bisa keluar. Aku melalui masa-masa perjuangan yang panjang untuk keluar.
Hingga akhirnya kutemukan sebuah cahaya di atas kepalaku.
“aku berhasil” teriak senang
dalam diriku.
Sebuah tangan menyambut
hangat kepalaku. Aku takut, seketika itu tangisku mencuat keras. Aku menangis,
terus menangis tanpa henti. Tentu saja aku kaget kulihat di sampingku sosok
pria yang kutemui di hutan. Dan wanita yang saat ini sedang menggendongku
adalah istrinya.
Suara tadi, pria dan wanita
tadi adalah orang tuaku. Yang saat ini sedang melebarkan senyumnya dan air mata
bahagianya karna kehadiranku. Aku terus menangis dan aku tak tau apa yang
membuat ku menangis. Saat ini aku hanya bisa menangis.
“Ramadhan” wanita itu
menyebutnya.
“ya Ramadhan” lelaki itu pun
mengulanginya.
“Namaku Ramadhan ?” Tanyaku
dalam hati.
“YaNamamu
Ramadhan.......Ramadhan....Ramadhan” lelaki dan wanita itu menyebutnya serentak
dan berulang-ulang.
“Namaku Ramadhan?” Tanyaku
lagi dalam hati.
“Ya..Namamu
Ramadhan...Ramadhan....Ramadhan....”
bukan hanya lelaki dan wanita
itu. Tapi kali ini semua yang hadir menyebutnya saling bergiliran.
Aku terus menangis, menangis
dan belum berhenti. Tapi aku merasa senang karna namaku Ramadhan.