HEADLINE

Latest Post
Loading...

01 July 2016

“Namaku Ramadhan”


(Oleh : Pena Hidup)

Perlahan ku usap debu yang membalut wajahku. Pandanganku semakin membaik ,Setelah akhirnya dapat ku singkirkan beberapa debu. Kulihat sekeliling dengan sorotan bingung. Kilauan cahaya terang diatas silaukan mataku. Lalu Kubangkit dan duduk. Beberapa dedaunan jatuh dari tubuhku. Aku baru sadar. Aku bangkit dari tumpukan daun kering dan debu. Dan tak cuma itu, ada banyak pohon besar yang terlihat sedang mengepungku.

“Kenapa aku disini ?” Tanyaku dalam hati

Aku mulai jalan mencari arah. Ada begitu banyak suara burung terdengar. Kepala ku masi terasa pusing mengutukku, karna tidurku yang panjang.

“aku butuh air” keluhku dalam hati

Mataku mencari tau apakah ada air disini. Sungguh mengecewakan ketika kulihat yang ada hanyalah hutan belantara tak berujung. Lemas rasanya tubuhku. Kepala ku pusing dan aku benar-benar merasa gerah.

Kuputar otakku berfikir apa yang harus kulakukan. Lagi kulihat sekeliling. Kali ini bukan untuk rasa kagetku karna banyaknya pohon. Aku berfirasat mungkin ada banyak tetesan embun pagi yang tersisa didaunan pohon.

Kuhampiri setiap pohon yang kulihat. Namun lagi – lagi mengecewakanku. Tak ada embun yang tersisa. Matahari telah menyerapnya habis.

“Aku gerah. Tenggorokan ku kering. Aku butuh air” teriakku dalam hati
Ku istirahatkan tubuhku sejenak sambil menahan gerahku. Kuputar otakku kembali mencari tau dimana mesti kutemukan air.

Kuharap aku dapat menenggelamkan tubuhku dalam air. Membiarkan sekujur tubuhku basah karna air. Namun aku merasa keinginanku hanyalah sia-sia saja.

Kujatuhkan tubuhku kembali telentang dibalik pohon. Tak lama kemudian rasa ngantukku datang kembali. Kali ini aku tak butuh banyak daun menghindari serangan mentari. Pohon besar ini sudah lebih cukup untuk melindungiku.

******

“Tak....Tak....Tak.....Hhhh .....Hhhh  beriringan dengan suara hendusan nafas lelah.

Kubuka mataku. Kulihat seorang pria dengan kapak di tangannya. Sepertinya ia sedang mencoba menebang sebuah pohon. Ia berada agak jauh dariku. Kudekati dirinya namun tetap menjaga jarak agar tak ketahuan.

Tak......Tak....Tak...

jika sebelumnya aku hanya mendengar suara burung. Kali ini suara kapak membelah pohon yang kudengar. Tidak hanya itu “Hhhhhhhh.....” helaan nafasnya juga kudengar. Suara itu mengambarkan rasa lelahnya.

Pria dengan tubuh tak terlalu berisi. Namun lengannya berotot yang mengambarkan ia selama ini menggunakan tangannya. Warna kulitnya sao matang. Dengan kaos putih tak berlengan membalut tubuhnya dan celana hitam tak sampai mata kaki membalut bagian bawah tubuhnya.

Aku kagum padanya. Walau ia kelelahan. Namun hampir tak ada rasa sesal diwajahnya. Ia tersenyum dalam lelahnya. Aku tidak melupakan rasa gerahku karna pria ini. Tapi sebaliknya aku berfikir kali ini sudah kutemukan airku.

Ia masi belum menyadari kehadiranku. kulanjutkan menikmati rasa kagumku atas pria ini.
waktu berlalu. Matahari mulai lelah dan ingin berangkat pergi. Ia telah menyelesaikan tugasnya. Saat ini ia sedang mengikat kayu-kayu yang baru di tebangnya.

Sejenak ia duduk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Aku masi bersembunyi di balik tumpukan daun dan pohon.

“haruskah ku hampiri dia?” itu keinginan hatiku. .tapi aku belum mengenalnya. Bagaimana jika ia membunuhku dengan kapak tersebut.”

Kuputuskan untuk tak kuhampiri. Aku memilih duduk dalam dedaunan menunggu ia pergi.
Kulihat ia terus tersenyum seperti menghayalkan sesuatu yang membuatnya bahagia. Beberapa menit kemudian ia bangkit dan mengambil kayu – kayu yang telah ia ikat. Ia letakkan pada bahu nya dan membawa bersamanya.

Kuputuskan untuk mengikutinya tanpa sepengetahuannya. Aku merasa yakin, ia akan memabawaku pada air. Kadangkala suara aneh terdengar.

Beberapa menit berlalu. Terkadang ia duduk sebentar mengistirahatkan tubuhnya. Lalu tak menunggu lama ia bangkit kembali melanjutkan perjalanannya. Ada sekitar 5  kali ia duduk dan bangkit dan akhirnya sebuah rumah tampak dimataku. Rumah yang berdindingkan kayu. Beratap dengan nuansa tradisional alami. Atap Rumbia sejenis daun yang di buat manual oleh tangan sedemikian mungkin hingga membentuk atap rumah.

Aku juga melihat beberapa rumah lainnya. namun memiliki bentuk yang berbeda dan terlihat lebih modern dengan atap bukan rumbia. Aku menyangka ia hidup dengan keluarga yang bercukupan.

Kualihkan lagi mataku menuju pada pria itu. Kali ini kulihat seorang wanita berumur sekita dua puluhan yang sedang hamil keluar dari rumah sederhana itu. Wanita itu istrinya. ia keluar menyalami suaminya. Terlihat senyum bahagia pada raut wajahnya dan mempersilahkan pria itu kedalam rumah.

Kufikir aku tak mungkin mengikutinya hingga ke dalam rumah. Gerahku mulai terasa lagi.
“aku butuh air” ujarku dalam hati

Tetesan air mengenai kepalaku. Semakin lama semakin lebat. Aku senang, aku bahagia. Aku butuh air dan air lebat sedang membasahiku. Kubiarkan tubuhku basah kuyup. Rasa gerahku pulih seketika. Aku tak bergeming, tetap diam dan menikmatinya.

Di tengah kegembiraanku. Pandanganku mulai kabur. Tubuhku lemas. Ingin kugerakkan tubuhku, namun aku tak mampu bergerak. Pandanganku yang semakin buram membuat pikiranku semakin gelap dan tak sadarkan diri.

“apa aku mengantuk ? haruskah kurebahkan tubuhku disini tanpa mencari tempat teduh yang lebih aman?” belum sempat kulanjutkan niatku. Mataku gelap kembali. Terasa seperti aku sedang dalam sebuah gelembung yang membatasi gerak – gerikku.

*****

Aku tak bisa menggerakkan bagian tubuhku. Mataku terkadang kabur terkadang gelap. Aku bukan tak bisa melihat apa-apa. Lebih tepatnya aku melihatnya tidak begitu jelas.

“oh tidak” sentakku kaget.

Aku baru sadar bahwa aku sedang tekurung. Aku merasa sedang berada dalam sebuah kurungan lendir yang membatasi gerakku.

“apa kau lelah?”

Sebuah suara terdengar dibalik kurunganku. Suara nya lembut kewanitaan. Sepertinya ia seorang wanita.

“apa yang kau masak hari ini istriku?”

Sebuah suara lainnya muncul. Suara yang menggambarkan ketegasan dan ketangguhan. Terdengar lelah namun tersa nyaman didengar.

Aku ingin teriak tapi tak bisa. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Aku benar – benar ingin keluar.

“siapapun tolong aku” teriakku dalam hati.

Tapi tetap saja, tak ada yang dapat mendengarku. Berulang – ulang kupikir. Kenapa aku disini ? siapa yang membawaku kemari ?. apakah mereka berdua? Pemilik suara diluar sana.
Terkadang kakiku bergerak menendang. Namun terkadang diam tak bergeming walau sudah kupaksa.

“aku ingin keluar” lagi-lagi suara hatiku berontak.

Allahu Akbar...........Allahu Akbar...

Azan dikumandangkan. Suara Azan yang keras sepertinya berasal agak kejauhan dari tempatku sekarang. Namun terdengar jelas seperti semua orang sedang menunggunya.

“saatnya berbuka puasa” kata si lelaki.

“makanlah sayang” wanita itu sedang mempersilahkan lelaki itu untuk makan.

Sepertinya sedari tadi mereka menunggu suara Azan untuk berbuka. Tidak ada lagi suara yang terdengar setelah Azan. Yang kudengar hanya suara piring dan sendok yang terkadang berbenturan.

Aku membiarkan diriku diam dan tak bergerak selama kurang lebih setengah jam. Tapi aku benar-benar sudah tak tahan lagi. Aku merasa pengap.

Seketika itu. Kurasakan energi kuat mengalir dalam diriku. Memaksa diriku untuk bergerak, bergerak dan lebih kuat lagi.

“sudah kuputuskan aku harus keluar sekarang juga, tak peduli apapun itu” kubentuk tekat dalam hati.

Dikala ku sedang memperjuangkan tekatku. Suara gaduh terdengar dari balik kurunganku. Aku tak peduli. Yang kupedulikan hanyalah bagaimana caranya aku keluar dari sini.

“Oh tidak, Mereka menyadarinya, serta mengangkatku. Aku di bawanya paksa entah kemana. Apa mereka akan membunuhku ?. ataukah mereka akan membuangku ke suatu tempat dan membiarkan diriku terkurung begini.

Aku terus berusaha melawan agar bisa keluar. Aku melalui masa-masa perjuangan yang panjang untuk keluar. Hingga akhirnya kutemukan sebuah cahaya di atas kepalaku.

“aku berhasil” teriak senang dalam diriku.

Sebuah tangan menyambut hangat kepalaku. Aku takut, seketika itu tangisku mencuat keras. Aku menangis, terus menangis tanpa henti. Tentu saja aku kaget kulihat di sampingku sosok pria yang kutemui di hutan. Dan wanita yang saat ini sedang menggendongku adalah istrinya.

Suara tadi, pria dan wanita tadi adalah orang tuaku. Yang saat ini sedang melebarkan senyumnya dan air mata bahagianya karna kehadiranku. Aku terus menangis dan aku tak tau apa yang membuat ku menangis. Saat ini aku hanya bisa menangis.

“Ramadhan” wanita itu menyebutnya.

“ya Ramadhan” lelaki itu pun mengulanginya.

“Namaku Ramadhan ?” Tanyaku dalam hati.

“YaNamamu Ramadhan.......Ramadhan....Ramadhan” lelaki dan wanita itu menyebutnya serentak dan berulang-ulang.

“Namaku Ramadhan?” Tanyaku lagi dalam hati.

“Ya..Namamu Ramadhan...Ramadhan....Ramadhan....”

bukan hanya lelaki dan wanita itu. Tapi kali ini semua yang hadir menyebutnya saling bergiliran.

Aku terus menangis, menangis dan belum berhenti. Tapi aku merasa senang karna namaku Ramadhan.


banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.