![]() |
Foto: Pexels.com |
Surah Al-Falaq mengajarkan bahwa dalam menghadapi hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan baik itu fisik maupun spiritual, satu-satunya tempat perlindungan sejati adalah kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Membaca dan merenungi Surah Al-Falaq memberikan ketenangan batin, menumbuhkan rasa aman, serta memperkuat iman dan keyakinan bahwa kita tidak pernah sendiri dalam menghadapi kegelapan hidup. Surah Al-Falaq bukan hanya sekadar bacaan yang disunahkan untuk dibaca sebelum tidur sebagai pelindung dari keburukan malam, tetapi juga merupakan pengingat mendalam bagi jiwa manusia bahwa tidak semua luka dan bahaya datang dari hal-hal yang tampak oleh mata. Ada luka-luka yang bersumber dari tempat-tempat tersembunyi, dari hati yang dengki, niat yang jahat, serta energi negatif yang tak terlihat namun terasa.
Surah ini mengajarkan bahwa ancaman terhadap ketenangan batin dan kesejahteraan hidup tidak selalu datang dalam bentuk yang bisa disentuh atau disadari secara langsung. Surah ini mengingatkan kitabahwa ada kekuatan ghaib, rasa iri, dan keburukan yang samar, yang bisa melukai lebih dalam daripada apa yang bisa dilakukan oleh tangan. Oleh karena itu,membaca surah Al-Falaq bukan hanya amalan rutin, tetapi juga bentuk kesadaran spiritual bahwa perlindungan sejati berasal dari Allah yang mengetahui segala yang tampak maupun tersembunyi.
Allah membuka surah ini dengan ayat pertama yaitu: "Qul a`udzubirabbil falaq," yang artinya: “Katakanlah aku berlindung kepada tuhan yang membelah fajar.” Kenapa "Falaq" (waktu fajar)? Karena fajar adalah simbol terang setelah gelap atau harapan setelah ketakutan. Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Allah memilih nama ini untuk menunjukkan bahwa Dia mampu membelah setiap kegelapan baik yang nyata maupun yang batin.
Kemudian Allah menyebut tiga jenis bahaya:
1. Gelap malam (QS. Al-Falaq: 3)
Artinya: “Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” "Ghāsiq" berarti kegelapan malam yang pekat, terutama saat matahari telah tenggelam sepenuhnya. "Waqab" berarti masuk atau menyelimuti. Jadi, ini menggambarkan malam ketika kegelapan benar-benar menyelimuti bumi. Bahaya malam merujuk pada berbagai ancaman yang sering terjadi saat malam, yaitu perbuatan jahat seperti pencurian, pembunuhan, dan kejahatan lainnya yang sering terjadi saat malam. Rasa takut, bisikan was-was, dan gangguan jin juga sering dikaitkan dengan kegelapan malam. Kondisi psikologis manusia lebih lemah saat gelap, membuatnya rentan terhadap bisikan setan.
2. Sihir dari tukang sihir (QS. Al-Falaq: 4)
Artinya: "Dan dari kejahatan para wanita tukang sihir yang meniup pada buhul-buhul." "An-naffāthāt" artinya para penyihir wanita (jamak dari bentuk feminin), meskipun ini bisa merujuk ke tukang sihir secara umum. "Fial-'uqad" artinya pada buhul-buhul tali, yaitu praktik sihir yang meniup simpul-simpul tali sambil membaca mantra atau jampi. Praktik ini dikenal sebagai bentuk sihir hitam (black magic) yang menggunakan energi spiritual negatif ini menunjukkan bahaya sihir yang tersembunyi yang bisa memengaruhi fisik, psikis, atau hubungan antar manusia.
3. Dengki dari pendengki (QS.Al-Falaq:5)
Artinya: "Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki." "Hāsid” adalah orang yang dengki, iri terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain, dan ingin kenikmatan itu hilang dari orang tersebut. "Idzāhasad" menunjukkan saat ia menjalankan kedengkiannya, yaitu saat rasa iri itu berubah menjadi tindakan: membenci, memfitnah, merusak nama baik, bahkan menyakiti secara langsung. Dengki adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, bahkan disebut dalam hadis sebagai “penyukur kebaikan” (karena bisa menghapus amal). Ketiganya punya satu kesamaan yaitu diam-diam melukai. Kita diajarkan bukan untuk membalas, tapi berlindung kepada Rabb yang menciptakan terang. Dalam tafsir Al-Qurtubi, dijelaskan bahwa hasad adalah penyakit hati yang paling tersembunyi, lebih merusak daripada apa pun, karena ia membenci nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
Maka Allah tutup surah ini dengan perlindungan dari kedengkian, karena luka yang tak terlihat, seringkali paling dalam.
Karya: Sabiila Yassarah, Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe
Editor: Zuhra