HEADLINE

Latest Post
Loading...

18 March 2017

PERAHU CINTA

Oleh: Gunawan
Malik hatinya terusik gelisah, hanya beberapa hari lagi, hari indah itupun akan tiba, ia sedang menikmati harinya dengan ayunan yang ia ikat diantara dua pohon kelapa di pinggir pantai, ayunan yang ia buatkan untuk  sahabatnya yang berbuah cinta, beribu kisah dan cerita mereka lalui dalam kehidupan, tangis, tawa suka duka, mereka bungkus dalam cerita, terkadang ia tergiang dengan senyumannya itu serta sapaan ramah yang hangat dalam keseharian. Risa nama sahabat perempuannya itu, sebulan yang lalu ia menemui Malik dan bercerita tentang seorang pangeran dari pulau sebelah, yang akan meminangnya, Malik  hanya terdiam sambil menggesek telapak kakinya pada pasir pantai disertai gemuruhnya ombak yang menggemuruhkan hatinya, Risa bercerita dengan bibir yang bergetar, tertunduk malu tak tega menceritakan hal ini kepada Malik seorang sahabat yang sangat ia cintai. Hanya seorang Malik lah yang mampu memberikan sebuah kenyamanan, dari  pada beberapa pemuda yang di kampung itu.

Apa hendak dikata diriku belum mampu Risa, tak ada istana yang ku banggakan, tak ada bongkahan emas yang kupersembahkan namun hanya ada gubuk kecil dan perahu kecil serta cintaku yang tulus tak berselimut nafsu, jika memang pangeran itu pilihan terbaikmu maka siapkankan hati dan jiwamu itu untuk menerima pinangannya, mintalah restu dan Ridho dari Ibumu, diriku ikhlas melepasmu, untuk kebahagiaanmu, pulanglah sekarang jangan risaukan aku. impiannmu untuk menjadi seorang ratu akan terwujud sebagaimana engkau pernah bercerita ketika kita berlayar sambil mencari ikan, walaupun itu sebuah candaan namun kini candaan itu telah menjadi doa. Bersyukurlah Risa, jangan menatap sedih mukaku yang lesu, biarkan air mata ini jatuh agar keikhlasan ini benar-benar tulus, lihatlah senja itu Risa, ia mulai tenggelam, namun bukan berarti ia akan tenggelam lenyap pergi selamanya, karena masih ada malam yang akan di temani rembulan, dan masih ada esok pagi di hiasi mentari pagi, bersama embun menyejukkan bumi ini, begitu juga dengan hubungan kita di kemudian hari, tuhan berencana lain untuk kita, bahwa cinta tak selamanya harus dimiliki,bukankah seperti itu Risa, terlalu lama jika engkau menungguku tahun depan, kasihan ibumu yang kian renta dan sangat ingin melihat anak perempuannya yang cantik jelita segera bersanding dengan seorang pria di pelaminan. Bergaun putih berhiaskan butiran emas serta tangkai mawar menghiasi putihnya wajahmu.

Risa mengusap air matanya dengan selendang, tak tahan dengan ucapan Malik, seperti rela melepaskannya. Hati Risa terguncang hebat bagai akar digurun pasir yang menusuk dan meretakkan permukaannya, ia terdunduk lesu menutup matanya dengan kedua tangan dan selendangnya, Risa Berucap” aku lebih memilihmu Malik dari pada Pangeran itu, masih namamu Malik bertahta di hatiku, engkau orang yang ketiga setelah tuhan, Ibu dan kamu malik yang ku sebut selalu dalam Doa ku, terimakasih Risa, begitu juga dengan diriku Risa namamu masih bertahta di hati ini, Cukup Risa dengarlah permintaan dari ibumu yang sembilan bulan mengandung dan memeliharamu, restu dan ridho itu ada pada ibumu, bukan padaku, aku hanya seorang pemuda biasa sebagai penolong keluh kesahmu, ucapan dari bibir ku ini ikhlas melepasmu namun dalam hati dan jiwaku ini, sejujurnya belum ikhlas melepas ikatan cinta itu. Ia seperti bersemayam di lubuk hati ini yang telah menjadi tamannya firdaus, mungkin butuh waktu untuk melayukannya secara perlahan, Malik mengusap kepala Risa, bangunlah Risa, tak usah kau ratapi lagi, kau akan menjadi putri sebentar lagi, oh tuhan senangnya hati ini melihat sahabatku Risa telah menjadi Putri, bersuami pengeran anak seorang raja ternama di kampung yang indah ini. Terimakasih Malik, ucap Risa, Malik jangan lupa datanglah engkau di acara pestaku bulan depan di Istana yang terletak di pulau sebelah. Risa pun berlalu pulang dengan air mata yang masih jatuh perlahan di pipi merahnya.

Pertemuan terakhir itu sangat menyiksa dalam batin Malik, merekapun tak pernah  bertatap muka lagi selama sebulan penuh,  Malik duduk santai diatas perahunya sambil mengingat kenangan lama dengan Risa gadis cantik nan jelita, jika sore hari Risa selalu membawakan gorengan untuk Malik, orang-orang kampung menyebut Risa wanita utusan tuhan dari surga. Malik tersenyum dengan sendirinya sambil menatap luasnya lautan Samudra sambil menarik nafas panjang-panjang dan menatap ke atas, kemudian ia berteriak, Risaaaa...ia berteriak keras sembari mengikhlaskan Risa bersanding dengan orang lain, hari ini hari yang terindah bagi  Risa, namun hari memilukan bagi Malik. Tapi  Malik harus melihat kebahagiaan Risa di Istana karena hatinya telah bergemuruh rindu.

Ia  dorong keras perahunya dari pinggir pantai menuju lautan, ia kayuh dengan sendiri dengan satu kayuhan, angin pantai berhembus kencang bersama gemuruh gelombang tinggi menghempas badan, oh tuhan pulau itu sangat indah dimana kami dulu pernah berencana untuk singgah bersama disana, kini sahabatkku  telah duluan menyinggahi pulau itu, hati dan jiwaku terguncang hebat, seseorang telah membawanya kesana dengan pesiar megah dan mewah berlayarkan emas, kayuhan terus di kayuh berhias senyuman sambil berdiri ia mengusap mukanya yag kian basah akibat percikan ombak, baju usangnya pun kian basah badannya menggigil dingin serta lelah berselimut sedih yang tak tampak oleh hadirnya rintikan hujan yang belum menjadi badai, ia harus tiba dipulau cinta itu, biarkan untuk terakhir kalinya Malik melihat dengan sorotan matanya, ketika Risa mnggunakan gaun nan indah berhias butiran emas serta tangkai mawar merah menghiasi rambutnya yang bermahkota putri istana. Langit pun semakin gelap, segelap hati yang tak menerima sebuah kenyataan bahwa cintanya tak sampai, kabut semakin tebal membatasi jarak pandang mata Malik, ia fokuskan matanya hingga akhirnya perahunya menyentuh karang yang mangguncangkan tubuhnya, ternyata daratan telah tiba, ia segera bergegas loncat dan berlari,  Malik tatap pulau itu bersama senyuman cinta, ia bertanya pada hati, dimana sahabatku ? seperti apa gaun butiran emas  yang menghiasi rupamu yang putih itu bersama pangeran yang pernah kau ceritakan dulu. Ia terus berlari menuju istana bersama kaki yang tak beralas menginjak pecahaan-pecahan cangkang kerang yang melukai tapaknya.

Tibalah Malik di pintu istana yag terbuka lebar, sorotan tajam dari mata-mata pengawal istana memperhatikan kekumuhannya, Malik hanya berdiri di depan pintu, dan dilihatnya lah cintanya yang dulu, Risa sedang jalan perlahan ayu kemayu nan lembut bergaun indah berhias butiran emas berhias mahkota putri istana serta pangeran berbadan gagah bergaun pangeran berhias bordiran emas dan perak yang memgang erat tangn Risa, senyuman mereka pecah bahagia saling menatap penuh dengan suka cita, oh tuhan bahagianya dua insan ini, terenyuh hatiku bersama bahagia ikhlas dan ketulusan, lama mata memandang menyaksikan mereka berdua,   jiwa ini semakin cemburu melihat kebahagian itu, andai kata pengeran itu adalah benar-benar aku, mungkin kita akan lebih bahagia daripada ini, maafkan diriku yang belum mampu,  namun tuhan punya kehendak dan rencana lain yang lebih indah untuk kita berdua, dalam sorotan mataku ini, berharap dirimu membalas pandanganku dengan gaunmu yang indah itu, sebelum langkah kaki ini mundur dan berlalu.

Risa lihatlah aku disini, berdiri tegak menutup kelesuan tubuhku serta muka dan mataku yang mulai sayu, lihatlah diriku tak ada tangisan dan air mata yang kujatuhkan, karena sudah tertupi oleh rintikan hujan, namun senyum kebahagianku sedang kuberikan untukmu, lihatlah aku sebelum jauh tapak kakiku ini mundur perlahan meninggalkanmu, langkah kaki Malik kian menjauh dan menjauh, hujan semakin lebat gemuruhnya tak karuan petir menyambar-nyambar, Risa pun tersontak kaget ketika hendak masuk ke istana, ia menoleh kebelakang perlahan, di lihatnya seseorang sedang berlalu dengan tubuh yang sangat ia kenal, tersontak dalam pikirannya sambil memegang dada ia ucapkan Malik...Oh tuhan Malik, Risa keluar dari istana berlari kencang menuruni anak tangga, tak ia hiraukan gaun nan indah serta mahkotanya jatuh bergelinding menuruni tangga, gaun yang indahpun kepercik lumpur hujan, Pangeran Suami Risa terkejut dan kaget, dan berlari mengikutinya sampai di pinggir pantai dengan puluhan pengawal lengkap dengan alat senjatanya, Risa berteguk lutut dan berteriak histeris sambil menggegam jejak kaki malik diatas pasir putih itu,  Maliiiiiik....kembali lah, Maliiiiiik Kembali laahh, Maaf kan Aku, janganlah kau berlalu bersama badai dan hujan itu serta gelombang yang mengguncangkan tubuhmu, kembalilah Malik, disini aku lebih terguncang jiwa dan hatiku karena tak sempat melihat tubuh serta wajahmu itu. Pengeran mendatangi tubuh Risa yang mulai layu diatas pasir putih, sambil membasuh air mata Risa dipipinya yang basah bersama rintikan hujan. Sudahlah istriku, esok kita susul Malik di kampungnya. Risa menatap muka suaminya, dan kembali memandang ke lautan berharap Malik kembali dengan perahu cintanya yang dulu.

Perahu malik terus hilang dan lenyap bersama kabut senja disertai hujan dan kilatan badai, Malik terus mengayuh perahunya, kabut tebal telah menutup pandangan Malik, Malik terus menoleh kebelakang dalam kayuhannya pulau serta istana tak dapat ia lihat lagi. Semuanya hilang tenggelam bersama kabut, dan akhirnya ombak menggulung perahu cintanya Malik bersama Risa,  hingga saat itu Malik pun tidak pernah kembali lagi ke kampung halamannya, ia hanyut dan tenggelam bersama duka lara cintanya di laut lepas. Senyuman terakhirnya sebagai kado terindah untuk Risa, yang tak sempat di lihat oleh Risa.

Gunawan beliau merupakan Alumnus IAIN Lhokseumawe Tahun 2015.



banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.