Oleh: Gunawan
Malik
hatinya terusik gelisah, hanya beberapa hari lagi, hari indah itupun akan tiba,
ia sedang menikmati harinya dengan ayunan yang ia ikat diantara dua pohon
kelapa di pinggir pantai, ayunan yang ia buatkan untuk sahabatnya yang berbuah cinta, beribu kisah
dan cerita mereka lalui dalam kehidupan, tangis, tawa suka duka, mereka bungkus
dalam cerita, terkadang ia tergiang dengan senyumannya itu serta sapaan ramah
yang hangat dalam keseharian. Risa nama sahabat perempuannya itu, sebulan yang
lalu ia menemui Malik dan bercerita tentang seorang pangeran dari pulau sebelah,
yang akan meminangnya, Malik hanya
terdiam sambil menggesek telapak kakinya pada pasir pantai disertai gemuruhnya
ombak yang menggemuruhkan hatinya, Risa bercerita dengan bibir yang bergetar,
tertunduk malu tak tega menceritakan hal ini kepada Malik seorang sahabat yang
sangat ia cintai. Hanya seorang Malik lah yang mampu memberikan sebuah
kenyamanan, dari pada beberapa pemuda
yang di kampung itu.
Apa
hendak dikata diriku belum mampu Risa, tak ada istana yang ku banggakan, tak
ada bongkahan emas yang kupersembahkan namun hanya ada gubuk kecil dan perahu
kecil serta cintaku yang tulus tak berselimut nafsu, jika memang pangeran itu
pilihan terbaikmu maka siapkankan hati dan jiwamu itu untuk menerima pinangannya,
mintalah restu dan Ridho dari Ibumu, diriku ikhlas melepasmu, untuk kebahagiaanmu,
pulanglah sekarang jangan risaukan aku. impiannmu untuk menjadi seorang ratu
akan terwujud sebagaimana engkau pernah bercerita ketika kita berlayar sambil
mencari ikan, walaupun itu sebuah candaan namun kini candaan itu telah menjadi
doa. Bersyukurlah Risa, jangan menatap sedih mukaku yang lesu, biarkan air mata
ini jatuh agar keikhlasan ini benar-benar tulus, lihatlah senja itu Risa, ia
mulai tenggelam, namun bukan berarti ia akan tenggelam lenyap pergi selamanya,
karena masih ada malam yang akan di temani rembulan, dan masih ada esok pagi di
hiasi mentari pagi, bersama embun menyejukkan bumi ini, begitu juga dengan hubungan
kita di kemudian hari, tuhan berencana lain untuk kita, bahwa cinta tak
selamanya harus dimiliki,bukankah seperti itu Risa, terlalu lama jika engkau
menungguku tahun depan, kasihan ibumu yang kian renta dan sangat ingin melihat
anak perempuannya yang cantik jelita segera bersanding dengan seorang pria di
pelaminan. Bergaun putih berhiaskan butiran emas serta tangkai mawar menghiasi
putihnya wajahmu.
Risa
mengusap air matanya
dengan selendang, tak tahan dengan ucapan Malik, seperti rela melepaskannya.
Hati Risa terguncang hebat bagai akar digurun pasir yang menusuk dan meretakkan
permukaannya, ia terdunduk lesu menutup matanya dengan kedua tangan dan
selendangnya, Risa Berucap” aku lebih memilihmu Malik dari pada Pangeran itu,
masih namamu Malik bertahta di hatiku, engkau orang yang ketiga setelah tuhan,
Ibu dan kamu malik yang ku sebut selalu dalam Doa ku, terimakasih Risa, begitu
juga dengan diriku Risa namamu masih bertahta di hati ini, Cukup Risa dengarlah
permintaan dari ibumu yang sembilan bulan mengandung dan memeliharamu, restu
dan ridho itu ada pada ibumu, bukan padaku, aku hanya seorang pemuda biasa
sebagai penolong keluh kesahmu, ucapan dari bibir ku ini ikhlas melepasmu namun
dalam hati dan jiwaku ini, sejujurnya belum ikhlas melepas ikatan cinta itu. Ia
seperti bersemayam di lubuk hati ini yang telah menjadi tamannya firdaus,
mungkin butuh waktu untuk melayukannya secara perlahan, Malik mengusap kepala
Risa, bangunlah Risa, tak usah kau ratapi lagi, kau akan menjadi putri sebentar
lagi, oh tuhan senangnya hati ini melihat sahabatku Risa telah menjadi Putri,
bersuami pengeran anak seorang raja ternama di kampung yang indah ini.
Terimakasih Malik, ucap Risa, Malik jangan lupa datanglah engkau di acara
pestaku bulan depan di Istana yang terletak di pulau sebelah. Risa pun berlalu
pulang dengan air mata yang masih jatuh perlahan di pipi merahnya.
Pertemuan
terakhir itu sangat menyiksa dalam batin Malik, merekapun tak pernah bertatap muka lagi selama sebulan penuh, Malik duduk santai diatas perahunya sambil
mengingat kenangan lama dengan Risa gadis cantik nan jelita, jika sore hari
Risa selalu membawakan gorengan untuk Malik, orang-orang kampung menyebut Risa
wanita utusan tuhan dari surga. Malik tersenyum dengan sendirinya sambil
menatap luasnya lautan Samudra sambil menarik nafas panjang-panjang dan menatap
ke atas,
kemudian ia berteriak, Risaaaa...ia berteriak keras sembari mengikhlaskan Risa
bersanding dengan orang lain, hari ini hari yang terindah bagi Risa, namun hari memilukan bagi Malik. Tapi Malik harus melihat kebahagiaan Risa di Istana
karena hatinya telah bergemuruh rindu.
Ia dorong keras perahunya dari pinggir pantai
menuju lautan, ia kayuh dengan sendiri dengan satu kayuhan, angin pantai berhembus
kencang bersama gemuruh gelombang tinggi menghempas badan, oh tuhan pulau itu sangat
indah dimana kami dulu pernah berencana untuk singgah bersama disana, kini
sahabatkku telah duluan menyinggahi
pulau itu, hati dan jiwaku terguncang hebat, seseorang telah membawanya kesana
dengan pesiar megah dan mewah berlayarkan emas, kayuhan terus di kayuh berhias
senyuman sambil berdiri ia mengusap mukanya yag kian basah akibat percikan
ombak, baju usangnya pun kian basah badannya menggigil dingin serta lelah
berselimut sedih yang tak tampak oleh hadirnya rintikan hujan yang belum
menjadi badai, ia harus tiba dipulau cinta itu, biarkan untuk terakhir kalinya
Malik melihat dengan sorotan matanya, ketika Risa mnggunakan gaun nan indah
berhias butiran emas serta tangkai mawar merah menghiasi rambutnya yang
bermahkota putri istana. Langit pun semakin gelap, segelap hati yang tak
menerima sebuah kenyataan bahwa cintanya tak sampai, kabut semakin tebal
membatasi jarak pandang mata Malik, ia fokuskan matanya hingga akhirnya
perahunya menyentuh karang yang mangguncangkan tubuhnya, ternyata daratan telah
tiba, ia segera bergegas loncat dan berlari,
Malik tatap pulau itu bersama senyuman cinta, ia bertanya pada hati,
dimana sahabatku ? seperti apa gaun butiran emas yang menghiasi rupamu yang putih itu bersama
pangeran yang pernah kau ceritakan dulu. Ia terus berlari menuju istana bersama
kaki yang tak beralas menginjak pecahaan-pecahan cangkang kerang yang melukai
tapaknya.
Tibalah
Malik di pintu istana yag terbuka lebar, sorotan tajam dari mata-mata pengawal
istana memperhatikan kekumuhannya, Malik hanya berdiri di depan pintu, dan
dilihatnya lah cintanya yang dulu, Risa sedang jalan perlahan ayu kemayu nan
lembut bergaun indah berhias butiran emas berhias mahkota putri istana serta
pangeran berbadan gagah bergaun pangeran berhias bordiran emas dan perak yang
memgang erat tangn Risa, senyuman mereka pecah bahagia saling menatap penuh
dengan suka cita, oh tuhan bahagianya dua insan ini, terenyuh hatiku bersama
bahagia ikhlas dan ketulusan, lama mata memandang menyaksikan mereka berdua, jiwa ini semakin cemburu melihat kebahagian
itu, andai kata pengeran itu adalah benar-benar aku, mungkin kita akan lebih
bahagia daripada ini, maafkan diriku yang belum mampu, namun tuhan punya kehendak dan rencana lain yang
lebih indah untuk kita berdua, dalam sorotan mataku ini, berharap dirimu
membalas pandanganku dengan gaunmu yang indah itu, sebelum langkah kaki ini
mundur dan berlalu.
Risa
lihatlah aku disini, berdiri tegak menutup kelesuan tubuhku serta muka dan
mataku yang mulai sayu, lihatlah diriku tak ada tangisan dan air mata yang
kujatuhkan, karena sudah tertupi oleh rintikan hujan, namun senyum kebahagianku
sedang kuberikan untukmu, lihatlah aku sebelum jauh tapak kakiku ini mundur
perlahan meninggalkanmu, langkah kaki Malik kian menjauh dan menjauh, hujan
semakin lebat gemuruhnya tak karuan petir menyambar-nyambar, Risa pun tersontak
kaget ketika hendak masuk ke istana, ia menoleh kebelakang perlahan, di
lihatnya seseorang sedang berlalu dengan tubuh yang sangat ia kenal, tersontak
dalam pikirannya sambil memegang dada ia ucapkan Malik...Oh tuhan Malik, Risa
keluar dari istana berlari kencang menuruni anak tangga, tak ia hiraukan gaun
nan indah serta mahkotanya jatuh bergelinding menuruni tangga, gaun yang indahpun
kepercik lumpur hujan, Pangeran Suami Risa terkejut dan kaget, dan berlari
mengikutinya sampai di pinggir pantai dengan puluhan pengawal lengkap dengan
alat senjatanya, Risa berteguk lutut dan berteriak histeris sambil menggegam
jejak kaki malik diatas pasir putih itu,
Maliiiiiik....kembali lah, Maliiiiiik Kembali laahh, Maaf kan Aku,
janganlah kau berlalu bersama badai dan hujan itu serta gelombang yang mengguncangkan
tubuhmu, kembalilah Malik, disini aku lebih terguncang jiwa dan hatiku karena
tak sempat melihat tubuh serta wajahmu itu. Pengeran mendatangi tubuh Risa yang
mulai layu diatas pasir putih, sambil membasuh air mata Risa dipipinya yang
basah bersama rintikan hujan. Sudahlah istriku, esok kita susul Malik di
kampungnya. Risa menatap muka suaminya, dan kembali memandang ke lautan
berharap Malik kembali dengan perahu cintanya yang dulu.
Perahu
malik terus hilang dan lenyap bersama kabut senja disertai hujan dan kilatan
badai, Malik terus mengayuh perahunya, kabut tebal telah menutup pandangan
Malik, Malik terus
menoleh kebelakang dalam kayuhannya pulau serta istana tak dapat ia lihat lagi.
Semuanya hilang tenggelam bersama kabut, dan akhirnya ombak menggulung perahu
cintanya Malik bersama Risa, hingga saat
itu Malik pun tidak pernah kembali lagi ke kampung halamannya, ia hanyut dan
tenggelam bersama duka lara cintanya di laut lepas. Senyuman terakhirnya sebagai kado
terindah untuk Risa, yang tak sempat di lihat oleh Risa.
Gunawan beliau merupakan Alumnus IAIN Lhokseumawe Tahun 2015.