![]() |
Foto: Pexels.com |
www.lpmalkalam.com- “Bahasa adalah Jiwa Bangsa,” begitulah kata pepatah yang bermakna mendalam tentang bahasa dan identitas suatu daerah. Namun, seiring berkembangnya zaman pepatah itu mulai hilang dari peradaban. Pergeseran bahasa yang kian meningkat menimbulkan kecemasan tersendiri bagi suatu daerah. Setiap daerah memiliki bahasa tersendiri yang membedakannya dengan daerah yang lain. Jika bahasa daerah punah, maka daerah tersebut akan kehilangan identitasnya. Itulah yang sedang dikhawatirkan terhadap vitalitas bahasa Aceh saat ini.
Bahasa Aceh kini tengah menghadapi masalah yang serius terhadap keberlangsungannya. Pasalnya, berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bahasa Aceh mendapat skor 3 berdasarkan kriteria UNESCO yang berarti masuk ke dalam kategori terancam punah secara pasti. Lalu bagaimana dengan keberlangsungan identitas suatu daerah jika bahasanya berada pada level kritis?
Ketika bahasa suatu daerah telah mengalami pergeseran secara drastis, maka sudah dapat dipastikan bahasa tersebut terancam punah secara perlahan. Bahasa Aceh bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga merupakan jati diri dan identitas bagi daerah Aceh. Apabila bahasa Aceh telah punah, maka punah pula budaya lokal yang di dalamnya terkandung nilai sejarah, agama, pendidikan, moral, adab, dan etika.
Pergeseran bahasa terjadi karena dampak globalisasi yang semakin berkembang, serta minimnya penggunaan bahasa ibu yang diwariskan kepada generasi muda. Banyak generasi muda di Aceh menganggap bahwa menggunakan bahasa Indonesia berarti keren dan gaul. Sedangkan orang yang menggunakan bahasa daerah dianggap kudet (kurang update), serta ketinggalan zaman. Hal tersebut memicu pergeseran bahasa akibat generasi muda lebih memilih menggunakan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada larangan untuk menggunakan bahasa nasional, namun jangan sampai bahasa ibu lengser dari tempatnya. Sesuaikan pada tempat dan porsinya masing-masing, bahasa nasional dalam lingkup formal, sedangkan bahasa daerah dalam lingkup informal terutama pada lingkungan rumah dan keluarga. Sebagai generasi muda, mempertahankan vitalitas bahasa tempat kita berasal berarti menjaga jati diri daerah tersebut.
Editor: Tiara Khalisna