![]() |
Foto: IST |
www.lpmalkalam.com- Jihan Fanyra, seorang santri yang juga mahasiswi di Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe asal Aceh, berhasil terpilih sebagai salah satu delegasi dari provinsi Aceh dalam International Santri Conference yang digelar di tiga negara: Malaysia, Thailand, dan Singapura. Jihan menjadi perwakilan dari Aceh setelah melalui serangkaian proses seleksi yang ketat dan menginspirasi.
Keterlibatan Jihan berawal dari ketertarikannya melihat informasi tentang konferensi ini di media sosial. Termotivasi oleh seorang teman dari Bandung yang sebelumnya menjadi peserta di batch pertama, Jihan kemudian memberanikan diri untuk mendaftar dan mengikuti proses seleksi, mulai dari pengumpulan berkas administratif, pembuatan scientific paper, hingga tahap wawancara dan video profil.
Dalam konferensi tersebut, Jihan akan mempresentasikan gagasan bertajuk Ekonomi Digital Santri. Ia mengangkat isu penting tentang bagaimana santri tidak hanya sebatas mengkaji ilmu agama, tetapi juga mampu terlibat dalam ekosistem ekonomi digital. Sebagai contoh, ia mengangkat kisah sukses “Bylilu”, sebuah brand hijab yang didirikan oleh seorang mantan santri salaf, sebagai bukti bahwa santri bisa sukses di dunia usaha berbasis digital.
Lebih dari sekadar intelektual, Jihan juga menunjukkan sisi seni dan kepekaan sosialnya melalui penampilan puisi dalam acara tersebut. Jihan sendiri telah mengoleksi lebih dari 20 penghargaan sepanjang perjalanannya. Namun, yang paling berkesan baginya adalah juara satu lomba karya tulis ilmiah Al-Qur’an di Kabupaten Aceh Utara. “Itu karya ilmiah pertama saya. Perjuangannya luar biasa karena saya benar-benar belajar dari nol,” ungkapnya.
![]() |
Foto: IST |
Di balik pencapaiannya, Jihan mengakui tantangan terbesarnya adalah menyeimbangkan waktu antara perkuliahan dan berbagai perlombaan. Meskipun mendapat banyak dukungan dari dosen, ia tetap harus mengatur waktu dengan cermat agar tidak tertinggal di akademik maupun karya di luar kampus.
Melihat peran santri milenial, Jihan menegaskan bahwa santri masa kini harus mampu menjawab tantangan global dengan keterbukaan, keseimbangan antara ilmu agama dan pengetahuan umum, serta semangat berkontribusi. “Santri harus ada di garda terdepan, jangan sampai tertinggal hanya karena enggan berubah,” tegasnya.
Jihan berharap pengalamannya mengikuti konferensi ini bisa menjadi inspirasi bagi santri lainnya di Aceh maupun di seluruh Indonesia. Ia juga memiliki mimpi besar untuk membawa nama Aceh lebih dikenal di kancah internasional, terutama sebagai wilayah dengan kontribusi santri yang kuat.
“Kalau saya bisa ikut, teman-teman yang lain pun pasti bisa. Asal mau berusaha dan cari informasi,” tutupnya dengan semangat.
Reporter: Ismi Saydina Lubis
Penulis: Raja Oktariansyah
Editor: Putri Ruqaiyah