Foto: Pexels.com |
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan keterlibatan remaja Gen Z dalam geng motor. Pertama, pengaruh lingkungan dan pergaulan menjadi faktor kunci. Di usia remaja, kebutuhan untuk diakui oleh teman sebaya sering kali membuat mereka rentan terhadap pengaruh negatif. Bergabung dengan geng motor memberikan rasa kebersamaan dan identitas yang kuat bagi remaja, terutama mereka yang merasa terasing dari keluarga atau sekolah.
Kedua, faktor psikologis juga memegang peranan penting. Remaja Gen Z, seperti generasi lainnya, menghadapi tekanan sosial yang besar, baik dari lingkungan maupun media sosial. Mereka sering kali mencari pelarian dari tekanan tersebut melalui aktivitas yang dianggap pemberontakan, seperti bergabung dengan geng motor. Kebutuhan akan penerimaan sosial dan rasa kebebasan dari aturan yang ketat membuat geng motor menjadi daya tarik bagi sebagian remaja.
Selain itu, kurangnya pengawasan dari keluarga dan kontrol sosial di lingkungan juga berkontribusi terhadap masalah ini. Gagalnya institusi keluarga dalam memberikan bimbingan yang kuat, serta lemahnya pengawasan dari sekolah dan masyarakat, memberikan ruang bagi remaja untuk terlibat dalam perilaku destruktif.
Keterlibatan Gen Z dalam geng motor tidak hanya merugikan diri mereka sendiri, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah meningkatnya kerusuhan dan kekerasan jalanan. Balapan liar, perusakan fasilitas umum, dan tindakan kriminal lainnya membuat masyarakat merasa tidak aman. Keberadaan geng motor kerap kali diiringi dengan tindakan brutal yang merusak ketertiban umum, sehingga masyarakat merasa perlu waspada terhadap keberadaan mereka di ruang publik.
Lebih dari itu, keterlibatan segelintir remaja Gen Z dalam geng motor juga memicu stigma negatif terhadap seluruh generasi ini. Masyarakat cenderung menggeneralisasi bahwa semua remaja dari Gen Z rentan terhadap perilaku kriminal dan anti-sosial, padahal hanya sebagian kecil dari mereka yang terlibat. Akibatnya, generasi Gen Z secara keseluruhan kerap dipandang sebagai sumber masalah, bukan sebagai generasi dengan potensi besar untuk kemajuan bangsa.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah melalui pendidikan. Sekolah memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan karakter yang kuat kepada siswa. Edukasi mengenai bahaya geng motor dan tindakan kriminal, serta pengembangan nilai-nilai moral, sangat penting untuk mencegah keterlibatan remaja dalam aktivitas negatif. Penguatan pengawasan oleh keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan. Keluarga sebagai unit sosial terkecil harus kembali berperan aktif dalam membentuk perilaku anak-anak mereka. Selain itu, masyarakat juga harus berperan sebagai lingkungan yang mendukung dan memberikan contoh positif bagi remaja.
Di sisi lain, peran pemerintah dan aparat kepolisian sangat krusial dalam menegakkan hukum dan memberikan pembinaan kepada remaja yang terlibat dalam geng motor. Penegakan hukum yang tegas, disertai program rehabilitasi, dapat membantu mengarahkan kembali remaja ke jalan yang benar. Media sosial, yang sering dianggap sebagai pemicu perilaku negatif, juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk kampanye positif. Melalui media sosial, pesan-pesan anti-kekerasan dan pemberdayaan pemuda dapat disebarluaskan, memberikan alternatif bagi remaja untuk mengekspresikan diri secara positif.
Fenomena geng motor yang melibatkan Generasi Gen Z adalah masalah sosial yang kompleks, dan keresahan masyarakat terhadap hal ini sangat beralasan. Namun, perlu diingat bahwa keterlibatan sebagian kecil remaja dalam geng motor tidak bisa dijadikan ukuran untuk seluruh generasi. Penting bagi masyarakat, keluarga, sekolah, dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menangani masalah ini. Dengan pendekatan yang tepat, potensi besar yang dimiliki oleh Generasi Gen Z dapat diberdayakan untuk hal-hal yang lebih positif, sehingga mereka dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan menghapus stigma negatif yang selama ini melekat.
Oleh: Halifah Tarisah Hani
Editor: Redaksi