![]() |
Foto: Abdul Aziz Perangin Angin |
Sayuti menjelaskan, langkah awal yang akan dilakukan pihaknya adalah mengirim surat resmi untuk menunda pelaksanaan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. Menurutnya, kebijakan penundaan menjadi penting agar masyarakat tidak terbebani, mengingat proses revisi qanun membutuhkan waktu dan harus melalui pembahasan bersama DPRK.
“Untuk kenaikan PBB ini kita tunda dulu. Kalau pembayaran normal tetap berjalan seperti tahun sebelumnya. Walikota tidak bisa langsung membatalkan qanun, tapi bisa mengeluarkan kebijakan penundaan sambil menunggu proses revisi bersama dewan,” ujarnya.
Selain membahas isu PBB, Sayuti juga menyinggung permasalahan tenaga kerja terkait keberadaan perusahaan Mubadala. Ia mengakui, hingga kini pihaknya masih menunggu pemetaan kebutuhan tenaga kerja dari perusahaan tersebut.
“Pada pertemuan 23 Agustus lalu di Jakarta, kita minta Mubadala segera memetakan kebutuhan tenaga kerjanya. Harus jelas berapa kuota yang bisa diserap, baik di sektor hulu maupun hilir. Kita ingin ada kerja sama dengan Lhokseumawe,” tegasnya.
Sayuti menambahkan, Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini juga sedang menyiapkan revisi qanun ketenagakerjaan. Revisi tersebut difokuskan pada dua hal, yakni memperkuat kuota tenaga kerja lokal dan membuka peluang bagi kaum disabilitas untuk mendapatkan kesempatan kerja.
Di sela-sela pernyataannya, Wali Kota juga menyinggung persoalan bonus atlet Aceh yang hingga kini belum terbayarkan. Ia menyatakan siap mendorong Pemerintah Aceh agar segera menunaikan kewajibannya.
Aksi damai mahasiswa yang berlangsung di depan DPRK Lhokseumawe tersebut menyoroti berbagai polemik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk masalah PBB, tenaga kerja, dan komitmen pemerintah daerah dalam merespons aspirasi masyarakat.
Reporter: Raja Oktariansyah