![]() |
| Foto: Pixabay.com |
“Ada apa, Bu?” tanyaku pada ibuku.
“Tetangga kita, Pak Ilyas, pindah rumah. Sekarang Ibu sedang membantu mengangkat barang-barangnya ke truk,” jawab Ibu.
Mendengar jawaban tersebut, aku terkejut. Perasaanku campur aduk. Anak Pak Ilyas, Syifa, adalah sahabatku. Sejak kecil kami selalu bersama hingga sekarang, dan kami sudah saling memahami satu sama lain. Aku langsung bergegas mencarinya yang dari tadi tidak kutemui. Mataku berputar ke seluruh arah, dan kakiku melangkah ke sana kemari untuk mencari sahabatku itu.
“Tan!” Suara yang tidak asing terdengar dari kejauhan. Aku langsung membalikkan badan dan terlihat seorang anak perempuan berlari ke arahku.
“Maafkan aku, Tan,” ucap Syifa sambil meneteskan air mata. “Aku tidak tahu Ayah ditugaskan ke tempat lain, dan kami sekeluarga harus ikut pindah. Aku juga tidak tahu Ayah akan dipindahkan semendadak ini. Maaf ya, Tan, aku tidak sempat mengabarimu.” Syifa berkata sambil mendekat dan memelukku.
Mendengar itu, aku pun tidak sanggup menahan air mata yang sedikit demi sedikit menetes membasahi pipiku. “Emangnya kamu akan pindah ke mana? Apa kamu pindah jauh?” tanyaku sambil mengusap mataku.
“Ayahku akan dipindahkan ke Papua, Tan. Mungkin kita akan sangat jarang bertemu, atau mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi,” jelas Syifa.
“Serius itu? Terus aku gimana? Aku di sini sama siapa? Siapa yang akan selalu ada untukku?” jawabku sambil memeluknya lebih erat.
“Tenang saja, aku selalu ada kok. Kamu pasti terbiasa nanti. Ingat! Kamu jangan cengeng lagi. Kamu harus kuat. Kalau ada masalah, cerita saja sama aku, oke? Aku selalu ada,” jelas Syifa lagi, membuat air mataku semakin deras. Bagaimana tidak, kami dari kecil bersama sampai menginjak SMA. Namun saat kuliah, kami dipisahkan oleh keadaan yang tidak bisa kami kendalikan. Bahkan kami lahir hanya berbeda satu hari. Tidak heran banyak orang mengira kami ini anak kembar.
Syifa adalah anak tunggal, dan keluarganya sudah lama merantau ke desa kami. Ia anak yang sangat baik dan perhatian, meskipun sedikit egois. Tetapi darinya aku banyak belajar tentang banyak hal. Kini kami harus berpisah. Namun aku yakin, beberapa tahun ke depan, kami pasti akan bertemu lagi dengan versi yang lebih baik.
Penulis: Intan Sarifah (Magang)
Editor: Putri Ruqaiyah


