![]() |
Foto: @dali.wassink/Instagram |
www.lpmalkalam.com- Istilah fatherless kembali menjadi perbincangan hangat usai munculnya berita kematian Dali Wassink akibat kecelakaan. Dali merupakan suami dari aktris Indonesia, yakni Jennifer Coppen. Dali terkenal sebagai sosok ayah yang telaten mengurus putrinya, bayi berusia kurang dari satu tahun, Kamari Sky Wassink. Meski usianya masih 22 tahun, Dali berhasil membuat masyarakat Indonesia kagum akan perlakuannya terhadap sang putri. Dali sering membagikan video kesehariannya bersama sang putri di akun TikTok. Mulai dari mengurusnya, mengajaknya bermain, membuatkan MPASI, dan rambut Kamari yang terbilang cukup sedikit mampu dikuncir dengan baik.
Sering kali kolom komentar postingannya dipenuhi ujaran iri terhadap Kamari yang memiliki ayah seperti Dali, "Kamari beruntung sekali punya papa seperti Papa Dali." Kematiannya justru membuat masyarakat Indonesia sedih karena Indonesia telah kehilangan laki-laki yang berhasil menjadi ayah yang baik untuk putrinya. Bahkan, komentar-komentar seperti ini terus bermunculan, "Pohon kelapa (kunciran) di kepala Kamari layu. Nggak ada lagi yang kuncirin rambut Kamari. Kalaupun ada, nggak akan sebagus kunciran Papa Dali."
Kebiasaan yang dilakukan Dali terbilang basic manner yang harus dilakukan oleh seorang ayah. Namun, sayangnya hal tersebut minim dilakukan oleh ayah-ayah di Indonesia. Karenanya, Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang termasuk dalam kategori fatherless country. Negara tanpa ayah. Fatherless country adalah negara yang ditandai keadaan dari masyarakatnya berupa kecenderungan tidak adanya peran dan keterlibatan ayah dalam kehidupan seorang anak di rumah. Ayah hadir secara fisik, tetapi tidak hadir secara emosional. Ayah hanya berfokus untuk mencari nafkah, sibuk bekerja, tanpa ingin tahu perkembangan sang anak, hingga akhirnya anak tumbuh dengan kurangnya figur ayah di dalamnya. Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM mengatakan bahwa pengasuhan anak membutuhkan keterlibatan orang tua yaitu ayah dan ibu secara seimbang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah peran orang tua. Apabila salah satu tidak memiliki eksistensi bagi sang anak, maka akan terjadi ketidakserasian terhadap psikologis anak. Kurangnya figur ayah dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikologis merupakan hal yang tak tabu lagi di masyarakat Indonesia.
Ketidakhadiran ayah dalam pertumbuhan sang anak tentu memberikan dampak bagi anak, seperti kontrol diri rendah, depresi, cemas, hingga memiliki masalah harga diri dan merasa bahwa dirinya tidak diinginkan oleh siapapun. Dampak lain yang dapat kita amati bagi anak perempuan adalah mudah untuk jatuh cinta dan mencari kasih sayang pada laki-laki hingga salah memilih laki-laki yang tepat. Sedangkan bagi anak laki-laki akan terjerumus dalam kenakalan remaja, hingga penggunaan zat-zat terlarang. Dampak-dampak ini tidak semua dialami oleh anak yang hidup fatherless, tapi beberapa dari dampak tersebut telah dialami oleh mereka yang hidup fatherless.
Salah satu permasalahan di Indonesia adalah ayah dan ibu yang sudah menikah, tetapi pelaksanaan tugas pengasuhan anak terabaikan atau tidak terpenuhi. Kerap terdengar di telinga kita, banyak anak-anak yang tinggal bersama neneknya tanpa kehadiran orang tuanya. Entah karena orang tua yang sibuk bekerja, keduanya telah bercerai, dan lain sebagainya. Ayah memberikan kontribusi yang penting bagi perkembangan anak. Namun, pola pengasuhan Indonesia sering kali dianggap ayah sebagai laki-laki tidak pantas mengurus anak dan keperluan rumah tangga lainnya. Padahal, mengasuh anak merupakan tanggung jawab bersama.
Kondisi fatherless dapat merenggut masa depan para anak. Para ayah dapat mempererat interaksi dan komunikasi dalam kekeluargaan, tidak hanya fisiknya, tetapi juga kehadirannya secara tulus untuk ikut memantau dan mengiringi perkembangan anaknya dengan kasih sayang. Sehingga, peran ayah lahir secara fisik dan emosional.
Oleh: Alya Nadila
Editor: Redaksi