HEADLINE

Latest Post
Loading...

29 October 2023

Mengurangi Penggunaan Sampah Sekali Pakai: Langkah Kecil Menuju Bumi Yang Lebih Bersih

Sumber: Myanmar (Burma) oleh Stijn Dijkstra

www.lpmalkalam.com- Barang-barang sekali pakai seperti sedotan plastik, tas, dan botol air telah menjadi masalah global yang berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sampah plastik yang tidak dapat terurai secara alami dapat membahayakan kehidupan laut dan lingkungan, dan beberapa bahan kimia yang digunakan untuk membuat barang sekali pakai dapat berbahaya bagi kesehatan manusia jika terpapar dalam jangka waktu yang lama. Untuk alasan ini, sangat penting untuk mempertimbangkan bagaimana sampah sekali pakai digunakan dalam berbagai aspek kehidupan untuk menjaga lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Produk sekali pakai dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat, yang membuatnya berbahaya. Garis besar masalah penggunaan sekali pakai dan alasan mengapa hal ini harus ditanggapi dengan serius dijelaskan di bawah ini:

Efek terhadap lingkungan: Lingkungan terkontaminasi oleh produk sekali pakai termasuk sedotan plastik, botol air, dan tas. Jika sampah plastik tidak terurai, sampah plastik dapat menumpuk di lautan dan membahayakan kehidupan laut. Selain itu, membuang sampah plastik dapat mencemari tanah dan udara. Sampah yang terbuat dari plastik juga dapat mencemari kehidupan bawah tanah dan juga tanah. Partikel plastik yang masuk ke dalam tanah dapat melepaskan racun yang membahayakan ekosistem dan membahayakan keberadaan semua kehidupan di Bumi.

Dampak terhadap kesehatan: Kesehatan manusia dapat terpengaruh oleh penggunaan sampah sekali pakai. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia tertentu yang digunakan dalam produksi barang sekali pakai seperti kantong plastik dan botol air mineral dapat membahayakan kesehatan seseorang.

Mengancam kelangsungan hidup satwa liar: Sampah plastik juga dapat membahayakan satwa liar. Mikroplastik dapat sangat berbahaya dan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti kerusakan organ atau sumbatan usus. Sampah plastik juga berpotensi menyebabkan kematian bakau dan biota yang ada di perbatasan sungai dan pantai.

Kondisi sampah plastik sekali pakai di Indonesia sendiri cukup mengkhawatirkan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan melalui Indonesia.go.id bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Jumlah sampah plastik yang dibuang ke lautan mencapai 3,2 juta ton. Di sisi lain, sebanyak 85.000 ton kantong plastik atau 10 miliar lembar dibuang ke lingkungan setiap tahunnya. Berdasarkan angka tersebut, Indonesia berada di posisi kedua setelah Cina sebagai negara yang paling banyak mencemari laut dengan sampah plastik. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India, tidak mengherankan jika sampah plastik menjadi masalah yang lebih besar di Indonesia.

Kemampuan pengumpulan sampah di Indonesia diproyeksikan hanya 39%, sementara kapasitas daur ulangnya hanya 10%, menurut sebuah penelitian oleh Global Plastic Action Partnership. Hal ini menjelaskan bagaimana sampah di daratan yang tidak dikelola dengan baik dapat merembes ke lautan. Di sisi lain, diperkirakan polusi plastik di Indonesia akan terus meningkat karena perluasan sektor dan bisnis yang menggunakan plastik, seperti sektor makanan dan minuman, yang diprediksi akan meningkat 5% hingga 7% dan terus meningkat dengan cepat.

Mikroplastik dalam makanan kita adalah salah satu cara bagaimana prevalensi sampah plastik di lautan mengancam kesehatan manusia. Menurut penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setiap orang Indonesia berpotensi mengonsumsi hingga 1.500 partikel mikroplastik setiap tahunnya melalui asupan ikan, dengan 89% ikan teri yang ditangkap di laut Indonesia tercemar. Ekosistem dan kesehatan masyarakat terancam oleh mikroplastik dan senyawa plastik yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan dampak yang cukup besar, termasuk perubahan metabolisme manusia. 

Mengingat dampak signifikan dari krisis sampah plastik terhadap kehidupan kita, kita harus segera beralih untuk mengurangi penggunaan plastik. Berbagai negara dan daerah di seluruh dunia telah menerapkan berbagai strategi untuk mengurangi sampah dan plastik mereka.

Tidak heran kondisi dan jumlah sampah plastik di Indonesia memiliki rentang yang cukup tinggi. Seberapa burukkah kondisi sampah plastik yang ada di Indonesia?

Disamping banyaknya jumlah penggunaan plastik sekali pakai di Indonesia, kita dapat mencoba mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recyle). Orang-orang telah menerapkan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah, yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang). Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi pemakaian barang-barang yang tidak diperlukan, menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa digunakan, dan mendaur ulang sampah menjadi barang atau produk baru yang dapat digunakan kembali. 

Penggunaan kantong plastik sekali pakai telah dilarang di beberapa kota di Indonesia, termasuk Jakarta. Jakarta memprakarsai tindakan ini karena plastik sekali pakai mencapai 34% dari sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, yang menjadi lokasi pembuangan sampah di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, menurut temuan program pemantauan LIPI di Teluk Jakarta, sejumlah besar kemasan plastik sekali pakai-sedotan plastik (6%), peralatan makan (6%), botol plastik (7%), gelas plastik (9%), penutup plastik (4%), pembungkus plastik tebal (6%), dan pembungkus plastik tipis (7%), merupakan 45% dari sampah yang berasal dari Teluk Jakarta.

Menurut penelitian UNEP dan World Resources Institute tahun 2018, setidaknya 127 negara telah menerapkan undang-undang khusus untuk mengendalikan kantong plastik sekali pakai. Pada tahun 2021, Kanada dan Peru menerapkan larangan penggunaan plastik sekali pakai di 76 tempat yang memiliki nilai ekologis dan budaya yang signifikan. Selain itu, 170 anggota PBB, termasuk Indonesia, berkomitmen untuk mengurangi konsumsi plastik secara signifikan pada tahun 2030; namun, tidak ada tujuan yang dapat diukur untuk tingkat pengurangannya.

Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai secara nasional telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dimulai pada 1 Januari 2030 (PermenLHK No. 75 Tahun 2019). Plastik sekali pakai yang dilarang termasuk sedotan plastik, tas, alat makan, dan wadah sekali pakai. Sebelum dimulainya pelarangan, daur ulang juga didorong oleh PermenLHK.

Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa polusi dari kantong plastik telah menurun di beberapa negara. Penggunaan kantong plastik baru menurun hingga 49% di Cina setelah negara tersebut memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik. Meskipun demikian, dampak dari larangan tersebut bervariasi tergantung pada jenis konsumen, lokasi, dan tempat belanja. Sementara itu, larangan di California mengurangi jumlah sampah kantong plastik sebesar 72% pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2010. 

Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai adalah langkah kecil namun signifikan menuju lingkungan yang lebih bersih. Orang-orang di seluruh dunia telah mengambil tindakan dengan menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam pengelolaan sampah sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Beberapa contoh inisiatif yang telah diterapkan antara lain pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai, upaya meminimalisir penggunaan plastik, adopsi produk yang ramah lingkungan, pengurangan penggunaan plastik harian, dan penerapan konsep 3R. 

Pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat.Untuk membantu membangun planet yang lebih bersih dan sehat, setiap orang dapat membatasi penggunaan plastik sekali pakai dengan membuat perubahan kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis: Luthfy Arwiya

Editor: Redaksi 
banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.