HEADLINE

Latest Post
Loading...

30 April 2025

Mataqu Utsman Bin Affan Eksplorasi Dunia Kampus Lewat Study Tour ke IAIN Lhoksemawe

Foto: Jati Mainah

www.lpmalkalam.com- Ma'had Ta'limul Quran (MATAQU) Ustman Bin Affan melakukan study tour ke IAIN Lhokseumawe, yang diikuti sebanyak 60 orang sebagai bentuk pembelajaran sembari mengenal dunia kampus. Kegiatan ini berlangsung pada hari Selasa (29/04/2025).

Peserta tersebut tiba pada siang hari dan disambut langsung di area biro kampus. Setelah pengarahan selesai, dilanjutkan dengan tour ke setiap fakultas. Pertama mereka mengunjungi ke Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), lalu bergilir ke Fakultas Syariah (FASYA), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), hingga Fakultas Tarbiyah  dan Ilmu Keguruan (FTIK). Di setiap fakultas, mereka disambut dengan hangat oleh para dosen dan mahasiswa.

Tour ditutup dengan kunjungan ke gedung Pascasarjana. Di sana, mereka melaksanakan salat Asar. Disesi penutup ini juga diisi dengan pengenalan organisasi kemahasiswaan (ormawa), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Unit Kegiatan Khusus (UKK) sebagai gambaran kehidupan non-akademik di kampus, serta informasi terkait beasiswa.

"kesan tentang kampus IAIN gedungnya bagus bagus, kakak dan abang abang disini juga ramah, dan sepertinya dosennya juga baik dan enak buat diajak ngobrol" ujar Alisma Mahara salah satu siswa dengan antusias.

Munawir sebagai presiden mahasiswa menyampaikan bahwa Kunjungan ini menjadi kesempatan strategis untuk memperkenalkan lingkungan dan potensi kampus secara langsung kepada para siswa "tujuan dari study tour ini yang pastinya kita ingin mempromosikan tapi ini pun hal yang sangat bagus sekali karena biasanya kita yang mempromosikan keluar, tapi momennya sekarang mereka yang masuk kesini jadi ini kesempatan yang bagus untuk kita memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan yang ada didalam, langsung dengan objek-objek yang ada." Ujarnya.

"harapan besar karena hari ini adalah kunjungan dari dayah mataqu itu ada sebanyak 60 orang harapan kita semua itu mendaftar di IAIN Lhokseumawe." Tambah munawir.


Reporter: Indira Ulfa

Editor: Redaksi

Sirkus Taman Safari

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com- 

Dibawah gelapnya langit malam

Diatas panggung yang megah

Dengan sorot lampu yang bersinar

Pertunjukan yang indah dimulai

Sorak sorai penonton yang bertepuk tangan

Menyaksikan sebuah penampilan sirkus

Sirkus ini bukan sekadar hiburan,

Tapi panggung cerita penuh keajaiban.

Namun di balik tepuk tangan yang ramai,

Ada suara sunyi dari balik jeruji damai.

Apakah mereka bahagia di tengah sorak?

Ataukah hanya diam dalam topeng gemerlap?

Sirkus Taman Safari, kini kau terkenal,

Namun bisakah viralmu tetap bermoral?

Tertawa boleh, kagum pun pantas,

Asal tetap ingat hati yang bebas.


Karya: Syamsiah (Rilis)

Serah Terima Jabatan Direktur Pascasarjana IAIN Lhokseumawe: Dr. Al Muhajir Serahkan Amanah kepada Dr. Zulfikar Ali Buto

Foto: Abdul Azis Perangin-angin

www.lpmalkalam.com-  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe melangsungkan acara serah terima jabatan Direktur Pascasarjana dari pejabat lama, Dr. Al Muhajir, M.A., kepada pejabat baru, Dr. Zulfikar Ali Buto, M.A., Kegiatan ini berlangsung khidmat di Aula Pascasarjana IAIN Lhokseumawepada hari Selasa, (29/04/25). 

Kegiatan ini turut dihadiri oleh jajaran pimpinan, dosen, staf, serta tamu undangan lainnya. Dalam sambutannya, Dr. Al Muhajir menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh civitas akademika selama masa jabatannya dan berharap kepemimpinan yang baru dapat melanjutkan serta meningkatkan kualitas program Pascasarjana. “Tanggung jawab ini adalah amanah besar. Saya percaya Dr. Zulfikar memiliki kompetensi dan visi untuk membawa Pascasarjana IAIN Lhokseumawe ke arah yang lebih maju,” ujarnya.

Foto: Abdul Azis Perangin-angin


Sementara itu, Dr. Zulfikar Ali Buto dalam pidato perdananya menyampaikan komitmennya untuk mendorong pengembangan akademik yang inovatif, memperkuat kerja sama nasional dan internasional, serta meningkatkan kualitas lulusan Pascasarjana. “InsyaAllah, dengan kolaborasi dan dukungan semua pihak, kita akan terus membangun Pascasarjana yang unggul dan berdaya saing,” ucapnya.

Acara ditutup dengan pemberian surat serah terima jabatan dan pemberian cenderamata sebagai bentuk apresiasi atas pengabdian Dr. Al Muhajir, MA.


Reporter: Jura Maida Ziliwu

Editor: Redaksi

29 April 2025

Krisis Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa: Tantangan yang Perlu Dihadapi Bersama

Foto: Pixabay
www.lpmalkalam.com- Di tengah tekanan akademik yang semakin meningkat, banyak mahasiswa yang menghadapi masalah kesehatan mental yang serius. Tuntutan untuk berprestasi, memenuhi harapan keluarga, serta menjalani kehidupan sosial yang dinamis, sering kali menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi. Meskipun masalah ini semakin dibicarakan, kenyataannya banyak mahasiswa yang masih enggan mengungkapkan perasaan mereka dan lebih memilih untuk menahan masalah tersebut, karena takut dihakimi atau dianggap lemah. Akibatnya, masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa kerap kali terabaikan dan tidak mendapatkan perhatian yang semestinya.

Stres akademik adalah salah satu pemicu utama dari masalah kesehatan mental yang dialami mahasiswa. Beban tugas yang terus menumpuk, ujian yang datang silih berganti, dan ekspektasi tinggi yang datang dari keluarga sering kali membuat mahasiswa merasa tertekan. Selain itu, banyak di antara mereka yang belum memiliki keterampilan untuk mengatur waktu dan mengelola tekanan, yang menjadikan mereka lebih rentan terhadap stres. Tak jarang, tekanan akademik ini berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti kecemasan dan depresi. Ketidakpastian mengenai masa depan, rasa tidak cukup baik, dan perasaan terjebak dalam rutinitas yang membebani dapat memperburuk kondisi tersebut.

Selain stres akademik, mahasiswa juga menghadapi tantangan sosial yang besar. Menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus yang baru, jauh dari keluarga, serta beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungan sosial yang berbeda bisa memicu perasaan kesepian dan isolasi emosional. Di tengah keramaian kampus, beberapa mahasiswa merasa terpinggirkan dan sulit membangun hubungan sosial yang mendalam. Perasaan kesepian ini menjadi salah satu faktor pemicu masalah kesehatan mental, yang sering kali tidak terungkap karena mahasiswa cenderung menyembunyikan perasaan mereka.

Bahkan dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, stigma terhadap masalah ini masih sangat kuat. Banyak mahasiswa yang enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau tidak mampu menghadapi masalah mereka sendiri. Layanan konseling yang tersedia di banyak kampus pun sering kali tidak dimanfaatkan secara maksimal, meskipun sudah ada upaya dari pihak universitas untuk menyediakan fasilitas tersebut. Stigma ini menciptakan tembok tebal antara mahasiswa dan bantuan yang mereka butuhkan.

Namun, solusi untuk krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa tidaklah mustahil. Kampus harus menjadi tempat yang mendukung dan aman bagi mahasiswa untuk membicarakan masalah kesehatan mental mereka. Pertama, kampus perlu lebih aktif dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Mengadakan seminar, workshop, atau kegiatan lain yang mengedukasi mahasiswa tentang cara mengelola stres dan kecemasan bisa membantu mengurangi stigma serta memberikan informasi yang berguna untuk mereka yang merasa tertekan. Selain itu, layanan konseling yang ada perlu diperkuat agar lebih mudah diakses dan digunakan tanpa rasa takut dinilai negatif.

Lebih jauh lagi, kampus perlu menciptakan budaya yang mendukung, di mana mahasiswa merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental mereka. Mahasiswa harus merasa bahwa mereka tidak akan dihukum atau dipandang rendah hanya karena mengakui adanya masalah psikologis. Dalam hal ini, penting untuk membangun hubungan yang lebih manusiawi dan empatik di dalam lingkungan kampus. Program-program yang melibatkan teman-teman sebaya, di mana mereka bisa saling mendukung dan memberikan perhatian terhadap kondisi kesehatan mental satu sama lain, juga bisa sangat efektif.

Selain itu, integrasi pendidikan tentang kesehatan mental dalam kurikulum atau kegiatan ekstrakurikuler bisa menjadi langkah preventif yang sangat penting. Mengajarkan mahasiswa tentang pentingnya keseimbangan antara kehidupan akademik dan pribadi, serta cara-cara untuk mengelola stres secara sehat, dapat mengurangi dampak negatif dari tekanan yang mereka hadapi.

Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa adalah masalah yang perlu ditangani bersama. Semua pihak dosen, teman-teman, dan pihak kampus-harus saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih peduli dan mendukung kesehatan mental. Hanya dengan menciptakan ruang yang aman dan terbuka, mahasiswa dapat merasa didengar dan mendapat dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi tantangan kesehatan mental mereka. Dengan begitu, mereka dapat lebih fokus pada perkembangan pribadi dan akademik mereka, serta menghadapi masa depan dengan lebih percaya diri dan sehat secara mental.


Sumber: Rilis

Editor: Redaksi

Berantas Secara Sistematis Kasus Pelecehan Seksual

Foto: Pixabay

www.lpmalkalam.com- Pelecehan seksual ialah tindakan yang tidak diinginkan oleh seseorang yang mengarah kepada seksual baik itu secara verbal, fisik, dan non-verbal. Segala bentuk tindakan yang mengganggu orang lain dan membuatnya tidak nyaman (dalam ranah seksual) maka itu sudah disebut sebagai pelecehan. Hal ini menjadi ancaman besar bagi negara dalam memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakatnya. Pelecehan tidak hanya terjadi pada perempuan tapi juga dapat terjadi pada laki-laki. Saat ini, masyarakat banyak yang tidak menghiraukan, mengolok-olok, bahkan menertawakan laki-laki yang melaporkan tindakan yang tidak mengenakan tersebut.

Meskipun begitu, korban pelecehan seksual banyak terjadi pada perempuan. Hal dibuktikan pada data UN Women yaitu, 1 dari 3 wanita dan Komnas Perempuan melaporkan 70% perempuan pernah merasakan pelecehan seksual ketika berada dilingkungan sekitar. Tidak hanya diluar, pelecehan bahkan kekerasan seksual dapat terjadi didalam rumah oleh anggota keluarga. Salah satu faktor terjadinya pelecehan seksual dalam keluarga disebabkan budaya patriarki. Patriarki adalah sebutan sosial masyarakat yang merujuk pada laki-laki yang lebih dominan dalam mengambil sebuah keputusan dan mengambil alih peran kekuasaan. Pada umumnya laki-laki memang memiliki kewibawaan dalam memimpin, namun terkadang keegoisan dalam memimpin membuatnya ingin mengambil sebuah keputusan tanpa pertimbangan orang lain bahkan memandang rendah pendapat orang lain terutama perempuan.

Sikap seperti inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa pelecehan kerap terjadi pada perempuan. Karena laki-laki menganggap wanita adalah makhluk yang lemah dan dapat diperintah sehingga mudah bagi laki-laki dalam menuntut, membujuk dengan rayuan, hingga memaksa korban untuk melakukan aksinya tersebut. Jika dulu aksi seperti ini hanya dilakukan oleh orang dewasa, saat ini berbanding terbalik. Dalam sebuah kasus menyatakan bahwa ada seorang anak SMP yang mencabuli anak SD. Hal ini menunjukan pentingnya edukasi kepada anak-anak akan hal tersebut. Orang tua dan guru bahkan pemerintah harusnya memberikan sebuah upaya dalam memberitahukan organ tubuh apa saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dibawah bimbingan orang tua dan guru seharusnya anak juga diberi pemahaman bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan juga mempunyai batas dalam bergaul.

Di Indonesia justru korban pelecehan seksual dianggap sebagai pelaku utama dalam hal ini. Kejadian ini biasanya disebut dengan victim blaming, yaitu sikap yang menyalahkan, menyudutkan, serta menganggap korban yang harus bertanggung jawab dalam hal ini. Salah satu contohnya ialah, perempuan yang disalahkan karena memakai baju yang terbuka. Padahal data menunjukan pada tahun 2018, yang mengenakan lengan Panjang (15,82%) baju longgar (13,80%), hijab pendek dan sedang (13,20%), hijab Panjang (3,68%), bahkan berhijab dan bercadar (0,17%) menurut survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA). Melalui data ini jelas bahwa korban tetaplah korban dan bukan tersangka atas kasus ini. Tapi tidak dapat dipungkiri di Indonesia yang menjadikan faktor pelecehan, ada dalam satu paket menyudutkan korbannya. Padahal korban saat itu perlu untuk dilindungi, ditemani, dan didengarkan karena trauma yang dialaminya, bukan malah disudutkan. Perlindungan pada korban juga sudah ada dalam UU No.13 tahun 2006 mengenai perlindungan saksi dan korban. Tapi anehnya mengapa korban terkadang mendapatkan perlakuan tidak mengenakan bahkan diberi labeling orang tidak benar. Bukankah korban tetaplah korban seperti pada kalimat di atas.

Dari faktor-faktor pemicu pelecehan seksual yang dipaparkan di atas maka solusi yang ditawarkan ialah mengenai kesadaran masyarakat umum dan wewenang pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut. Perlunya efek jera bagi pelaku pelecehan seksual yang menimbulkan akibat enggan berbuat hal demian pada waktu yang akan datang. Hal ini juga mampu mendorong orang lain untuk tidak melakukannya karena takut terhadap konsekuensi yang didapatkannya. Masyarakat juga harusnya terus melindungi korban bukan justru memaksa korban untuk mengungkit dan menambah trauma yang dialami. Pelecehan seksual bukan terjadi karena pakaian yang digunakan korban. Oleh karenanya perlu diberantas secara sistematis.


Sumber: Ririndayanti Harahap

Editor: Redaksi

Maraknya Aksi Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa

Foto: Pixabay.com

www.lpmalkalam.com- Mahasiswa adalah kelompok usia muda yang berada di persimpangan kehidupan,mereka tengah membangun jati diri, mengejar pendidikan tinggi, dan menyiapkan masa depan di tengah dunia yang semakin kompetitif dan penuh ketidakpastian. Namun di balik semangat dan ambisi itu, terdapat tekanan besar yang sering kali luput dari perhatian. Beban akademik yang berat, persaingan ketat, tuntutan ekonomi, ekspektasi keluarga, dan tantangan personal lainnya menjadi kombinasi tekanan yang, jika tidak dikelola dengan baik, dapat berujung fatal.

Tekanan akademik menjadi salah satu penyebab dominan. Sistem pendidikan tinggi sering kali terlalu menekankan pada capaian akademik, IPK tinggi, dan kelulusan cepat, tanpa memberikan perhatian cukup terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa. Tugas yang menumpuk, deadline yang ketat, serta ketakutan akan kegagalan menciptakan lingkungan yang tidak ramah terhadap kesehatan mental. Mahasiswa yang mengalami kesulitan sering kali merasa malu untuk mengakui ketidakmampuannya, takut akan stigma negatif, dan akhirnya memilih memendam sendiri hingga stres menumpuk menjadi depresi berat.Tidak hanya itu, masalah finansial juga menjadi tekanan berat yang kerap diabaikan. Biaya pendidikan yang tinggi, biaya hidup sehari-hari, dan beban hutang kuliah membuat banyak mahasiswa harus bekerja sambilan, yang justru menguras tenaga dan pikiran mereka. Ketidakstabilan ekonomi ini menambah beban mental, apalagi bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu yang menaruh harapan besar di pundak mereka.

Aspek sosial juga tak bisa dilepaskan. Era media sosial menciptakan standar kehidupan yang tidak realistis. Melihat teman-teman sebaya yang tampak "sukses" di dunia maya sering kali membuat mahasiswa merasa kurang dan gagal. Kurangnya koneksi sosial yang otentik, kesepian, serta minimnya ruang aman untuk berbagi membuat banyak mahasiswa merasa terasing di tengah keramaian.Bunuh diri bukan terjadi karena satu faktor tunggal; ia adalah hasil dari akumulasi tekanan yang bertubi-tubi tanpa adanya saluran sehat untuk melepaskan dan mengelola stres. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan pun harus bersifat holistik: dari pencegahan, edukasi, hingga intervensi nyata.

Mahasiswa adalah harapan masa depan bangsa. Setiap nyawa yang hilang adalah kehilangan besar bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi negara. Sudah saatnya kita semua berhenti menutup mata dan telinga. Kita harus menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi kesehatan mental, tempat di mana mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menjadi "sukses", tetapi juga didukung untuk menjadi sehat, utuh, dan bahagia.

Karena sejatinya, masa depan yang cerah tidak dibangun di atas deretan angka IPK semata, tetapi di atas jiwa-jiwa yang kuat, sehat, dan penuh semangat hidup.


Sumber: Rilis


Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnaslis muda yang berada di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam IAIN Lhokseumawe, 0831 6327 5415 (Pimpinan Umum) 0895 1601 7818 (Pimpinan Redaksi) 082268042697 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.