HEADLINE

Latest Post
Loading...

02 January 2017

Cerita Tahun Baru Masehi

Oleh : Gunawan, S. Pd. I
Media-media televisi gencar memberitakan persiapan malam tahun baru, terompet-terompet berjejar rapi menghiasi sepanjang kaki lima dengan beragam harga, namun di Aceh tidak sesperti kota-kota lainnya di Indonesia, namun Aceh dihiasi sepanduk-sepanduk peringatan untuk tidak merayakan malam tahun baru dengan behura-hura oleh pemerintahan setempat, sebenarnya bukan di Aceh saja peringatan tersebut dipasangkan, dipinggir jalan kota-kota lain juga melakukan hal demikian. Jika berbicara tahun baru remaja muda mudi pria wanita terlibat aktif dalam aksi malam pergantian tahun baru, sehingga sulit dikontrol pergaulan bebas yang terjadi dengan disengaja, sehingga terpikir dalam pikiran untuk bercerita di hari masuk sekolah kepada anak-anak disekolah tentang perayaan tahun baru, secara otomatis peserta didik akan menanyakan hal demikian kepada saya selaku seorang guru, terutama pertanyaan mengenai persiapan malam tahun baru serta meminta Izin untuk berlibur bersama keluarga.
Mereka datang beramai-ramai sambil berlari-lari kecil dan menanyakan tentang hari-hari yang spesial tentang tahun baru, sambil melempar senyum menyapa mereka yang hadir, pohon pinus didepan kelas yang tinggi manjulang keatas bersama angin ia digoyangkan berhias kicauan burung yang bernyanyi ceria, dibawah kerindangannya  mereka duduk dalam halaqah, satu-satu mulai bertanya kepada sang guru muda, apa yang bapak lakukan ketika tahun baru akan tiba, sang guru muda penuh ramah dan tamah kembali melempar pertanyaan, apa yang sudah kalian persiapkan dimalam tahun baru, beramai ramai mereka menjawab, membakar kembang api, liburan keluar kota, membuat syukuran bersama keluarga, dan sebagian hanya meghabiskan tahun baru dirumah, dan merasa hari yang tidak penting untuk dirayakan ujarnya, sebagian mereka juga menjawab bahwa haram merayakan malam tahun baru.
Ujar si guru, tahun baru selalu diidentikkan dengan berhura-hura berceria penuh suka dan cita, hingga rasa dukapun terlupakan. Banyak persiapan yang disiapkan, uang dikumpulkan sejak lama dan ketika tiba pada masanya uang itupun dihamburkan. Tidak ada yang salah dalam perayaan tahun baru jika dilakukan dengan bersifat keagamaan, namun jika perayaan menjadi suka ria yang berlebihan dengan menghabiskan banyak biaya, berarti kita sudah melakukan pemborosan. Begitu mahalnya harga kembang api hingga ratusan juta mereka menghanguskan uang untuk menghiasi langit malam hingga terangnya bulan terabaikan, lautan manusia menghiasi pusat Ibu Kota, pantai-pantai, hingga puncak gunung pun manusia berhadir demi menghabiskan malam tahun barunya. Rumah-rumah ibadah terlupakan menjadi asing hingga sunyi tak berhias gema zikir.wah alangkah indahnya jika dimalam tahun baru rumah-rumah ibadah dibanjiri sejuta umat seperti aksi 212 diiringingi gema zikir, sholawat bagai malam takbir, dunia begitu indah berhias ayat-ayat ilahi dan doa dipanjatkan dimalam pergantian tahun, namun semuanya sudah terlupakan dengan kemeriahan dan kesenangan dari tipu daya dunia.
Sejarah Tahun Baru Masehi
Jika berbicara malam tahun baru masehi berbagai informasi baik di media dan beberapa artikel menjelaskan, bahwa Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005, Pada tahun 45 SM Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Namun bagi umat kristiani di negara perayaan tahun baru di identikkan dengan agi orang Kristiani di benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi. Itulah sedikit kisah kesajarahan tahun baru masehi yang didapatkan pada sebuah Artikel yang dumuat oleh media, Miraj Islamic News Agency (MINA)
Mari bercermin dimasa yang silam, ketika alam-alam bergemuruh bagai raunngan singa yang hendak menerkam mangsa, bencana alam Gempa Tsunami yang terjadi di Banda Aceh empat hari menjelang tahun baru yang merenggut jutaan manusia 26 Desember 2004, kemudian disusul bencana alam Gempa Bumi di Pidie Jaya pada bulan November 2016, merenggut ratusan nyawa manusia melayang, bencana ini telah menjadi kuasa Allah Swt sebagi pembelajaran bagi kita semua ataupun peringatan agar setiap manusia tidak menjadi lalai dalam menjalankan hidup di dunia ini.
Setiap musibah dan bencana pasti ada hikmah diakhir cerita. mari menjadi manusia yang tidak mudah dilalaikan dengan seglala kecerian dan kesenangan semata, terutama tidak meninggalkan segala perintah dan larangan dari yang maha kuasa, sebagimana dijelaskan dalam sebuah ayat alam QS Asy-Syuura ayat 30, Allah Swt berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.” Bahwa segala kecerian bersifat hura-hura merupakan sebuah perbuatan yang tidak terpuji uang dihabiskan dengan Cuma-cuma, mari merayakan malam tahun baru masehi dengan meningkatkan iman taqwa kepada yang maha kuasa serta memanjatkan agar lebih dekat denga yang maha kuasa.



banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Pers Mahasiswa AL-Kalam, IAIN Lhokseumawe Phone. 0852 6017 5841 (Pimpinan Umum). Powered by Blogger.