![]() |
Foto: unsplash.com |
Namun di sisi lain, ekspansi sawit menjadi penyebab utama hilangnya hutan primer di Indonesia selama dua dekade terakhir. Proses ini diperparah oleh pengeringan lahan gambut dan kebakaran hutan yang berkaitan dengan pembukaan lahan untuk sawit, sehingga berkontribusi signifikan pada perubahan iklim global, hilangnya keanekaragaman hayati, dan menurunnya kualitas udara lokal.
Meskipun luas total lahan perkebunan sawit di Indonesia hanya sekitar 16,8 juta hektar, angka kehilangan hutan alam tetap mengkhawatirkan. Menurut Global Forest Watch (GWH), pada 2024 saja, Indonesia kehilangan 259 ribu hektar hutan alam yang diperkirakan menghasilkan emisi karbon hingga 194 megaton karbon dioksida. Hal ini mencerminkan kompleksitas permasalahan deforestasi yang bukan hanya dipicu oleh ekspansi sawit, tapi juga faktor lain seperti kebakaran dan konversi lahan lain yang saling berinteraksi.
Untuk menghindari sawit menjadi ancaman global dan tetap menjadi berkah ekonomi, dibutuhkan komitmen keras dari semua pihak pemerintah, industri petani kecil, dan konsumen global untuk menerapkan prinsip keberlanjutan. Seperti kebijakan moratorium lahan baru, komitmen “Zero Deforestation”, transparansi rantai pasokan, serta dukungan nyata untuk petani kecil sehingga menjadi kunci mengurangi laju deforestasi seraya menjaga produktivitas sawit tetap tinggi.
Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memimpin dunia dalam mengelola produksi sawit secara bertanggung jawab tanpa mengorbankan hutan alam yang masih luas dan kaya akan keanekaragaman hayati. Jika gagal, deforestasi dan emisi karbon akan terus meningkat, memperburuk perubahan iklim dan kerusakan ekosistem. Namun jika berhasil, sawit di Indonesia dapat menjadi contoh bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan demi masa depan bumi yang lebih hijau.
Penulis: Zahira Putri Meola
Editor: Tiara Khalisna