Portal Berita Al-Kalam

Alih Status IAIN ke UIN, Username dan Profil Media Sosial UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe Belum Berganti? Ini Alasannya

Foto: IST www.lpmalkalam.com -  Humas Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe menuai pertanyaan dari mahasiswa terkai...

HEADLINE

Latest Post

17 Juli 2025

Politik Islam antara Spirit Kenabian dan Tantangan Kontemporer

Foto: istockphoto.com
www.lpmalkalam.com-

Pendahuluan

Politik Islam sering kali menjadi isu sensitif namun sangat penting dalam percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih dalam masyarakat muslim seperti Indonesia. Sebagian kalangan melihat politik Islam sebagai ancaman terhadap demokrasi, sementara yang lain memahaminya sebagai ekspresi autentik dari ajaran Islam yang menyeluruh (kaffah). Opini-opini ini mencerminkan perbedaan tafsir terhadap hubungan antara agama dan negara.

Padahal sejak awal, politik Islam bukanlah tentang kekuasaan semata. Ia merupakan bentuk aktualisasi nilai-nilai keadilan, partisipasi, dan kepemimpinan yang bertanggung jawab sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.  Namun dalam realitas kontemporer, politik Islam menghadapi tantangan besar: sekularisasi politik, stigma fundamentalisme, hingga pragmatisme elit-elit Islam sendiri.

Lantas, bagaimana sesungguhnya posisi politik Islam dalam konteks negara modern? Apakah politik Islam masih relevan, atau justru mengalami pembelokan dari misi spiritualnya? Tulisan ini mencoba membedah persoalan ini dari perspektif normatif-teologis dan realitas politik saat ini.

Pembahasan

1. Politik Islam dalam Sejarah (Spirit Kenabian sebagai Fondasi)                                                  Dalam sejarah Islam, politik bukan sekadar alat kekuasaan, melainkan bagian integral dari ajaran Islam itu sendiri. Rasulullah SAW tidak hanya sebagai nabi pembawa wahyu, tetapi juga sebagai kepala negara yang mengatur kehidupan umat. Konstitusi Madinah (Mitsaq al-Madinah) menjadi contoh bagaimana Islam mengatur relasi sosial-politik dengan nilai inklusivitas, keadilan, dan perlindungan terhadap minoritas.                                                  

Setelah wafatnya Rasulullah, sistem kekhilafahan (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) menunjukkan kesinambungan peran politik Islam. Politik saat itu dipandu oleh akhlak dan syura (musyawarah), dengan tujuan utama adalah maslahah (kemaslahatan umum). Di sinilah letak keunggulan politik Islam yaitu mengedepankan nilai etik ketimbang sekadar manuver kekuasaan. Namun, realitas kemudian bergeser. Sejak masa Bani Umayyah dan Abbasiyah, politik Islam mulai bercampur dengan kepentingan dinasti dan kekuasaan absolut, yang mengaburkan pesan awal politik profetik. Itulah titik awal krisis politik Islam secara substansial.

2.  Politik Islam dan Negara Modern (Persoalan Kontekstualisasi)

Dalam negara modern yang berbasis demokrasi dan konstitusi sekuler, politik Islam menghadapi dilema: antara mempertahankan nilai-nilai syariat atau beradaptasi dalam kerangka pluralisme. Beberapa negara seperti Turki, Mesir, dan Indonesia menunjukkan model politik Islam yang beragam. Di Indonesia, misalnya, partai-partai Islam seperti PKS, PPP, PAN mencoba membawa aspirasi Islam dalam sistem demokrasi Pancasila.

Namun tantangannya tidak ringan. Pertama, politik Islam sering disalahpahami sebagai keinginan mendirikan negara Islam. Padahal mayoritas tokoh Islam Indonesia justru mendukung negara nasional dengan dasar Pancasila yang inklusif. Kedua, elit politik Islam sering terjebak pada pragmatisme dan permainan kekuasaan, menjauh dari etika politik Islam seperti amanah dan adil. Ketiga, generasi muda muslim banyak yang skeptis terhadap politik Islam karena melihatnya tidak berbeda dengan partai-partai lain yaitu korup, manipulatif, dan tidak membumi.

Maka, politik Islam ditantang untuk rebranding: bukan sebagai proyek ideologis semata, tetapi sebagai gerakan etis dan transformasional. Politik Islam tidak harus berarti negara Islam, tetapi negara yang mencerminkan nilai-nilai Islam seperti keadilan sosial, partisipasi publik, transparansi, dan anti-korupsi.

3. Islam Politik dan Gerakan Sosial

Perlu diakui, politik Islam tidak hanya berada di ranah parlemen, tetapi juga dalam bentuk gerakan sosial. NU dan Muhammadiyah, dua ormas besar Islam di Indonesia, menunjukkan bahwa dakwah politik bisa dilakukan secara kultural. Mereka tidak memaksakan formalisasi syariat, tetapi memperkuat pendidikan, pemberdayaan ekonomi umat, dan peran sosial yang lebih luas. Inilah bentuk politik Islam yang lebih membumi.

Gerakan semacam ini lebih diterima publik ketimbang narasi politik yang dogmatis. Politik Islam yang berbasis gerakan sosial juga terbukti lebih efektif dalam menciptakan perubahan struktural yang berkelanjutan.

Penutup

Politik Islam bukan sekadar perebutan kekuasaan dalam sistem demokrasi, tetapi harus dimaknai sebagai upaya menghadirkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan publik. Ia tidak harus berwujud negara Islam, tetapi negara yang adil, sejahtera, dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah realitas kontemporer yang kompleks, politik Islam harus mampu mengaktualisasikan spirit kenabian bukan sekadar simbolisasi hukum Islam, melainkan menanamkan etika dan keberpihakan terhadap rakyat kecil. Tugas kita bukan memaksa negara tunduk pada syariat, melainkan menjadikan syariat sebagai etika publik yang diterima semua golongan. Maka, harapan ke depan adalah hadirnya generasi baru muslim politisi yang tidak hanya paham agama, tetapi juga cakap mengelola perbedaan dan membawa misi Islam rahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan politik yang demokratis dan berkeadaban.

Referensi

Al-Mawardi, Abu al-Hasan. Al-Ahkam al-Sultaniyyah. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996).

Nurcholish Madjid. (1999). Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan. (Bandung: Mizan).

Esposito, John L. (2003). Islam and Politics. (Syracuse University Press).

Azra, Azyumardi. (2006). Islam Substantif: Menggagas Paradigma Baru Islam Indonesia. (Bandung: Mizan).

Rahmat, M. Imdadun. (2005). Islam dan Politik di Indonesia: Pergulatan antara Modernisme dan Fundamentalisme. (Jakarta: Erlangga). 

Hasyim, Syafiq. (2011). Politik Islam dan Demokrasi di Indonesia. (Jakarta: Logos).


Karya: Fitriana, Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe (Rilisan)

Editor: Indira Ulfa

banner
Previous Post
Next Post
Comments
0 Comments

0 comments:

Mengenai Saya

Foto saya
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Al – Kalam adalah salah satu lembaga pers mahasiswa guna mengembangkan bakat jurnalis muda yang berada di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.

Redaksi Al-Kalam

Nama

Email *

Pesan *

LPM AL-Kalam IAIN Lhokseumawe, 0821-6414-4543 (Pemimpin Redaksi) 0852-6227-8755 (Sekretaris Redaksi) Alamat:Jl. Medan Banda Aceh,Alue Awe,Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Diberdayakan oleh Blogger.