![]() |
Foto: Putri Zuhra Furna/ lpmalkalam |
www.lpmalkalam.com- Singsing mentari yang semakin menghilang menunjukkan seperempat
waktu dari terbitnya fajar yang hampir didekap oleh senja. Dengan cahaya yang
mulai memerah serta menciptakan gerah mengusik kenyamanan, seakan memberi
isyarat bahwasanya lelaki menua tersebut beristirahat. Dengan becak uniknya ia
keluar dari arah Simpang Jam Lhokseumawe.
Ia adalah seorang lelaki tua yang berprofesi sebagai tukang becak. Profesi tersebut telah digeluti puluhan tahun oleh bapak Ishak Ibrahim dengan umur 71 tahun. Ia berasal dari Lhokseumawe dengan mempunyai 3 anak dari istrinya.
Menjadi tukang becak ia lakoni sejak tahun 1970 hingga kini. Diikuti dengan keterampilan celana kain hitam dan baju kemeja lengan pendek serta tali ikat pinggang dan sandal jepit menjadi ciri khasnya sehari hari. Dengan sigap ia siap mengantar setiap penumpangnya ketempat tujuan. Tak mengenal lelah meskipun kulitnya terbakar oleh teriknya matahari namun bukanlah suatu penghalang baginya untuk mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
Lelaki berusia 71 tahun yang sudah memenuhi angka menua bukanlah suatu hambatan untuknya menjadi tukang becak. Tawa bahagia dalam menjalankan profesinya sebagai tukang becak terlihat jelas dalam raut wajahnya. Meskipun alat transportasi tradisional seperti becak kini mulai sepi akan penumpang, masyarakat sekarang sudah banyak memiliki kendaraan pribadi serta lebih senang dengan yang mudah dan praktis serta cepat seperti ojek online. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi pendapatannya.
Kakek Ishak kerap disapa sehari hari. Pendapatan setiap hari biasanya rata-rata Rp. 60.000 sampai Rp. 80.000 dan ketika penumpangnya sedikit minimal Rp. 40.000. profesi yang ia lakoni setiap harinya terkadang untuk menghilangkan kejenuhannya dalam keseharinnya. Dikarenakan anak-anaknya juga ikut membantu perekonomian keluarganya. Dengan mencari sewaan yang tidak menentu akan waktunya hal itu tidak membuatnya untuk menyerah, hal itu terlihat dari garis-garis dahinya yang tampak masih bersinar.
Terlihat beda dari becak kakek Ishak yang ia bawa sehari hari. Terlihat unik serta menarik pada becak bawaannya. Ia masih menggunakan becak pada tahun 1958 dengan merek DKW keluaran Jerman. Serta STNK dan buku sepeda motor masih lengkap dan masih bagus disimpannya rapi. Selama ia memakai sepeda motor Era 1958 tersebut sangat jarang terdapat kerusakan, dengan bahan bakar apapun bisa diisi. Pak Ishak Ibrahim biasanya mengisi bahan bakar bensin dicampur dengan minyak goreng. Serta becak tersebut sangat hemat dalam bahan bakar, sangat jarang ditemukan di zaman Era Millenial ini. Ia juga pernah bercerita ketika ia ke Lubuk Pakam, Sumatera Utara menggunakan becak Era 1958 tersebut tanpa ada kendala sedikit pun. Ia pergi jalan-jalan bersama teman-temannya ke Sumatera Utara.
Penulis | Putri Zuhra Furna
Editor : Redaksi